Anggap DKPP Tak Gali ”Dalang” Persoalan, Koalisi Akan Laporkan KPU Lagi
Dalam putusannya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP mengabulkan sebagian aduan pelanggaran etik terkait dugaan intimidasi dan manipulasi data verifikasi faktual partai politik.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP mengabulkan sebagian gugatan perkara dugaan pelanggaran etik terkait intimidasi dan manipulasi verifikasi data faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024. Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menyatakan tidak puas atas putusan itu sehingga berencana melaporkan kembali KPU ke DKPP.
Pada Senin (3/4/2023), DKPP menggelar sidang putusan perkara nomor 10-PKE-DKPP/I/2023 di Gedung DKPP, Jakarta. Sidang dipimpin oleh Ketua DKPP Heddy Lugito didampingi anggota DKPP lainnya, yakni J Kristiadi, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Ratna Dewi Pettalolo.
”Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu VI, teradu VII, dan teradu VIII terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Heddy dalam pembacaan putusan.
Teradu VI hingga VIII secara berurutan merupakan ketua dan anggota KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe, yaitu Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung. Mereka dianggap tidak profesional dalam tugas dan tanggung jawabnya saat verifikasi faktual parpol di Kepulauan Sangihe.
Sebelumnya, kasus dugaan pelanggaran kode etik di tahapan verifikasi faktual partai politik diadukan anggota KPU Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Jack Stephen Seba, pada 21 Desember 2022. Lewat kuasa hukumnya, ia mengadukan anggota KPU, Idham Holik, dan sembilan orang lainnya, terdiri dari anggota KPU Sangihe, anggota KPU Sulawesi Utara, serta sekretariat di KPU Sangihe dan KPU Sulawesi Utara, yang diduga melanggar kode etik.
Dalam pertimbangannya, majelis menuturkan, KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe mengakomodasi 33 anggota Partai Gelora melalui sarana telepon video. Hal ini dinilai DKPP tidak berdasarkan tata cara, prosedur, dan mekanisme Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD juncto Keputusan KPU No 260/2022 tentang Pedoman Teknis bagi KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam Pelaksanaan Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD.
Dalam hal ini, tidak terdapat lembar kerja verifikasi faktual melalui telepon video ataupun dokumentasi kegiatan yang sudah dilakukan teradu VI hingga VIII dan KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe secara kelembagaan.
Ketiga teradu terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 Ayat (20A) huruf c dan d juncto Pasal 6 Ayat (3) huruf a dan c juncto Pasal 11 huruf a, b, dan c juncto Pasal 12 huruf a juncto Pasal 14 huruf b juncto Pasal 15 huruf a, b, g, dan h juncto Pasal 16 huruf d Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih selaku pengadu perkara akan kembali melaporkan KPU ke DKPP. Koalisi sedang membuat perencanaan untuk membuat laporan pengaduan yang baru.
Selain itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi pemberhentian terhadap teradu IX selaku Kepala Subbagian Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe Jelly Kantu. Dia dianggap tidak profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya saat memberi dukungan teknis serta administratif ketika verifikasi faktual partai politik.
Ratna mengatakan, teradu IX seharusnya memahami tugas pokok dan kewenangannya sebagai admin Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) di KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe. Sebagai admin Sipol, teradu IX harus menginput data verifikasi partai politik yang sudah disepakati oleh anggota KPU Kepulauan Sangihe tanpa memandang substansi atau materi tertentu karena di luar kewenangannya.
Dalam sidang putusan itu, majelis juga menjatuhkan sanksi peringatan kepada teradu IV Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Utara Lucky Firnando Majanto dan teradu V Kepala Bagian Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Provinsi Sulawesi Utara Carles Y Worotitjan.
”Tindakan teradu IV dan teradu V tidak dibenarkan menurut hukum dan etika penyelenggara pemilu,” tutur Raka Sandi.
Sementara itu, DKPP memutuskan untuk merehabilitasi nama baik dari teradu I hingga III dan teradu X. Teradu I hingga III secara berurutan merupakan ketua dan anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Anggriany Ointu, sedangkan teradu X merupakan anggota KPU Idham Holik.
DKPP tidak menemukan keberatan ataupun temuan pelanggaran yang dilakukan ketua dan anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini berkaitan dengan dugaan intimidasi yang dilakukan teradu I hingga III kepada seluruh anggota KPU Kabupaten/Kota se-Sulawesi Utara dalam kegiatan Rapat Koordinasi dan Pleno Rekapitulasi Provinsi Sulawesi Utara pada 10 Desember 2022.
Terkait dugaan intimidasi yang dilakukan teradu X dengan pernyataan, ”Rekan-rekan akan tegak lurus. Bagi yang tidak bisa tegak lurus, saya akan masukkan ke rumah sakit,” DKPP juga tidak menemukan bukti kuat terkait hal itu. Ini karena ucapan Idham dalam pidato kepada seluruh anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia saat berpidato dalam kegiatan Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia di Jakarta, 2 Desember 2022, berada dalam situasi gurauan.
Kembali melapor
Seusai sidang putusan, Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, Hadar Nafis Gumay menilai putusan DKPP belum mampu memulihkan kepercayaan publik terhadap KPU. Hal ini justru menimbulkan kecurigaan kepada DKPP.
Hadar mempertanyakan bagaimana bisa teradu I hingga III lolos dan direhabilitasi nama baiknya. Lebih jauh, putusan ini memicu dugaan untuk melindungi dan menutupi manipulasi data yang dilakukan. Dia juga menyampaikan pihaknya tidak puas atas putusan dan akan kembali melaporkan KPU ke DKPP. Koalisi sedang membuat perencanaan untuk membuat laporan pengaduan yang baru.
Koalisi menilai DKPP tidak menggali lebih dalam terkait dalang permasalahan dugaan intimidasi dan pengubahan data. Karena itu, dalam laporan aduan berikutnya, kata Hadar, pihaknya akan melaporkan semua pihak terkait secara lebih spesifik.
”Ini berkaitan dengan persoalan nasional, kemungkinan kami akan mengadukan KPU lagi. Hal ini sedang kami persiapkan,” ucapnya.
Dia juga mempertimbangkan opsi untuk menempuh jalur pidana terkait perkara dugaan intimidasi dan manipulasi data ini. Namun, hal yang pasti dilakukan adalah melaporkan pengaduan yang lain ke DKPP.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih merupakan pengadu dalam perkara yang baru diputuskan oleh DKPP. Koalisi ini beranggotakan 12 organisasi nonpemerintah yang di antaranya adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Netgrit, Komite Pemantau Legislatif (Kopel), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).