Agar Parpol Nonparlemen Tak Sekadar Menjadi Peserta Pemilu
Sejumlah parpol nonparlemen ikut-ikutan sibuk anjangsana ke parpol lain untuk membahas capres dan koalisi. Sebagian lain sibuk konsolidasi dan menjaring bakal caleg. Tantangan berat menanti mereka di Pileg 2024.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyambut Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra di kompleks Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
> PBB sibuk mempromosikan ketua umumnya, Yusril Ihza Mahendra, agar dipinang sebagai cawapres di Pilpres 2024.
> Partai Buruh belum bersikap terkait capres. Partai masih fokus menjaring bakal caleg untuk Pileg 2024.
> Pengamat melihat ada tiga faktor utama yang memengaruhi tingkat keberhasilan partai baru dan non-parlemen dalam pemilu.
Sejumlah partai politik nonparlemen dan baru mencoba ikut masuk dalam kemeriahan panggung politik menjelang Pemilu 2024. Mereka ikut sibuk dengan urusan calon presiden-wakil presiden dan koalisi seperti partai-partai parlemen ketika urusan konsolidasi dan perburuan bakal calon anggota legislatif belum tuntas.
Dalam dua pekan terakhir, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra tampak sibuk anjangsana ke sejumlah partai politik (parpol) parlemen atau parpol yang telah memiliki kursi di DPR.
Diawali pada 12 Maret lalu, Yusril mendatangi markas Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Jakarta, dan bertemu Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono. Kemudian selang empat hari berikutnya, persisnya pada 16 Maret, Yusril menemui Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di kantor DPP PKB, Jakarta. Tak cukup berhenti di situ, pada 21 Maret lalu, Yusril meluncur ke kawasan Slipi, Jakarta, tempat kantor Partai Golkar berada, dan menemui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Di setiap pertemuan, penjajakan koalisi untuk mengusung calon presiden-wakil presiden jadi salah satu topik. Ikhtiar penjajakan koalisi bahkan tak berhenti di ketiga partai itu. Menurut Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor, partainya juga mendekati PDI-P. Selain itu, Yusril berencana safari politik ke partai-partai parlemen lainnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F16%2F9c4b0b81-47fc-4410-8a7a-675c8cbc9d11_jpg.jpg)
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra (kiri) bertemu dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di kantor DPP PKB, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Afriansyah Noor mengatakan, aktivitas ketua umumnya tersebut tak terlepas dari pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional dan Musyawarah Nasional PBB di Jakarta pertengahan Januari lalu. Saat itu, Presiden menilai layak Yusril menjadi bakal capres atau cawapres di Pilpres 2024. Promosi Jokowi disebutnya berhasil memantik api semangat para pengurus PBB.
”Kami tinggal mencari kendaraan untuk mencalonkan Pak Yusril. Kendaraan itu berupa partai atau koalisi partai yang memenuhi ambang batas pencalonan presiden,” ujar Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor saat ditemui di Jakarta, Jumat (25/3/2023).
Mengacu pada UU Pemilu, parpol atau gabungan parpol memenuhi syarat mengajukan pasangan capres-cawapres jika memiliki kepemilikan minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memeroleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Pada Pemilu 2019, PBB hanya memeroleh 1.099.848 suara atau 0,79 persen dari total suara. Raihan suara ini membuat PBB tak lolos ambang batas parlemen dan tak memiliki kursi di DPR.
Di antara posisi capres atau cawapres, Afriansyah mengatakan, partainya berfokus untuk mempromosikan Yusril sebagai bakal cawapres.
Baca juga: Safari Politik, Respons Serius PBB atas ”Endorse” Jokowi kepada Yusril

Meski Yusril dan sejumlah elite partai sibuk ke sana kemari menjajaki koalisi dan peluang Yusril untuk maju di Pilpres 2024, bukan berarti partai tak mempersiapkan diri untuk menghadapi Pemilihan Anggota Legislatif 2024.
Menurut Afriansyah, partai terus melakukan konsolidasi dan penjaringan bakal calon anggota legislatif demi target lolos ambang batas parlemen di pemilu selanjutnya. Bagi PBB, pemilihan legislatif dan pilpres merupakan suatu kesatuan yang tak bisa dipisahkan sehingga persiapan dilakukan partai untuk keduanya.
Jauh sebelum PBB, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sudah lebih dulu sibuk safari ke sejumlah pimpinan parpol lain.
Pada Agustus 2022, misalnya, Ketua Umum PSI Giring Ganesha bertemu Airlangga Hartarto di kantor DPP Golkar. Dua bulan berselang, Giring bertemu sejumlah elite Partai Amanat Nasional (PAN) di kantor DPP PAN, Jakarta. Pertemuan demi pertemuan itu pun membahas kemungkinan koalisi. Bahkan, tak hanya itu, PSI membuat kejutan dengan mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo-putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, sebagai bakal capres-cawapres yang bakal didukung oleh PSI awal Oktober 2022. Pasangan itu disebut merupakan hasil dari Rembuk Rakyat, sebuah mekanisme partai untuk menjaring capres-cawapres yang dipilih masyarakat.
Baca juga: Rakyat Berembuk Cari Capres, Parpol Pun Menuai Hasil

Foto Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid
Namun, sama seperti PBB, PSI harus berkoalisi dengan parpol lain untuk bisa memajukan Ganjar-Yenny. Pada Pemilu 2019, PSI juga gagal lolos ambang batas parlemen. Suara PSI kala itu hanya 2.650.361 atau 1,89 persen dari total suara.
Senada dengan PBB, kesibukan safari politik PSI berkelindan dengan kesibukan partai untuk konsolidasi dan penjaringan bakal caleg.
Fokus legislatif
Di luar PBB dan PSI, tak sedikit pula parpol nonparlemen yang memilih fokus untuk menghadapi Pileg 2024. Salah satunya Partai Buruh, parpol baru yang untuk pertama kali mengikuti pemilu di Pemilu 2024.
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Partai Buruh Ilhamsyah mengatakan, pihaknya menargetkan bisa meraih enam persen suara pada pemilu mendatang. Sejumlah strategi telah disiapkan untuk mencapai target itu. Salah satunya dengan fokus mendapatkan 30 kursi dari 30 daerah pemilihan (dapil) prioritas. Dapil prioritas Partai Buruh adalah daerah dengan basis kawasan industri. Sesuai dengan namanya, mereka mengincar kelas pekerja untuk mendulang suara. Ini termasuk kalangan petani, nelayan, buruh kebun, dan pekerja kasar lainnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F01%2F14%2F0d07e6d4-15ad-4b2c-8884-0ad88d1d84c8_jpg.jpg)
Kader dan simpatisan Partai Buruh saat unjuk rasa menolak Perppu Cipta Kerja di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1/2022).
Hingga kini, Partai Buruh telah menjaring 75 persen dari kebutuhan total 580 bakal caleg. Begitu pula untuk penjaringan bakal caleg tingkat provinsi, sudah tuntas sekitar 75 persen.
Sama seperti Partai Buruh, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) juga sadar atas kapasitas partai yang belum memiliki pengaruh dalam kontestasi mendatang. Target utama mereka hanya lolos ke Senayan, tempat anggota DPR berkantor.
Untuk itu, menurut Sekretaris Jenderal Gelora Mahfuz Sidik, konsolidasi terus dilakukan di berbagai daerah. Begitu pula penjaringan bakal caleg.
Menyangkut Pilpres 2024, Gelora pasti akan mendukung salah satu pasangan capres-cawapres. Dukungan akan diberikan pada pasangan yang mampu mendongkrak suara Gelora. Namun, untuk saat ini, Gelora lebih fokus mempersiapkan diri menghadapi Pileg 2024.
Baca juga: Tertarik Jadi Wakil Rakyat? Lewati Dulu Serangkaian Tes di Parpol

Bakal sulit
Hingga kini ada 18 parpol yang akan berkompetisi pada Pemilu 2024. Sebanyak sembilan di antaranya merupakan partai non-parlemen dan baru. Mereka harus berjuang untuk mengumpulkan sedikitnya empat persen suara nasional untuk mendudukkan kadernya di DPR.
Belajar dari Pemilu 2019, tidak ada satu pun partai baru yang lolos ke parlemen. Ini menjadi tantangan terbesar partai-partai kecil dalam kontestasi mendatang. Strategi baru menjadi krusial untuk mendongkrak suara.
Survei Litbang Kompas pada Januari 2023 menunjukkan, elektabilitas seluruh partai non-parlemen hanya sebesar 6,2 persen. Hasil ini bahkan menurun dari Oktober 2022 yang sebesar 7,8 persen. Sementara itu, partai yang menguasai parlemen memiliki elektabilitas 77 persen.
Baca juga: Survei "Kompas": Elektabilitas Golkar Lampaui Demokrat
Menurut peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati, ada tiga faktor utama yang memengaruhi tingkat keberhasilan partai baru dan non-parlemen dalam pemilu. Faktor itu di antaranya aspek parpol merupakan pecahan dari partai besar, modal finansial, dan figur. ”Ketiga elemen ini saling berhubungan. Harus diakui bahwa sistem perpolitikan nasional masih membutuhkan ketiga hal itu,” jelas Wasisto.

Roadshow Partai Gelora ke beberapa daerah di Indonesia.
Partai kecil yang merupakan fragmentasi (pecahan) partai besar berpeluang lebih besar untuk memenuhi ambang batas minimum parlemen. Dia mencontohkan Partai Gerindra dan Partai Nasdem yang berasal dari Partai Golkar. Dalam konteks ini, partai dapat memanfaatkan sumber daya, platform, hingga lumbung suara dari partai awalnya.
Partai-partai yang memenuhi ambang batas parlemen, mayoritas memiliki modal finansial yang besar. Modal ini, lanjut Wasisto, dapat dimanfaatkan dalam program kepartaian untuk menarik calon pemilih. Selain itu, mayoritas pemilih Indonesia masih memandang figur atau tokoh tertentu dalam memilih calon. Partai baru dan non-parlemen tanpa figur yang kuat akan cukup sulit untuk memenangkan kontestasi.
Baca juga: Lika-liku Parpol Raih Simpati Anak Muda demi Mendulang Suara
”Meskipun begitu, ketiga hal ini dapat diabaikan ketika partai baru dilahirkan dengan nilai-nilai yang baru pula. Dengan demikian, mereka dapat hadir sebagai partai yang berbeda,” ujar Wasisto. Di sisi lain, partai kecil juga dapat merapat pada kontestan pemenang pemilu sebelumnya. Mereka dapat memanfaatkan untuk menambah modal awal dan pengalaman politik.
Namun, metode apa pun yang digunakan, partai nonparlemen tidak bisa kemudian terlalu sibuk urusan capres dan koalisi, lantas mengabaikan persiapan untuk menghadapi pileg. Kontestasi di pileg justru lebih krusial jika mereka ingin lolos ambang batas parlemen, dan tidak sekadar menjadi peserta pemilu.