KY Prioritaskan Laporan Dugaan Pelanggaran Tiga Hakim PN Jakpus
KY dapat memprioritaskan penanganan laporan yang berimbas besar, menjadi atensi publik, dan menyangkut banyak orang, termasuk kasus majelis hakim PN Jakpus yang putusannya berimplikasi pada penundaan Pemilu 2024.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang putusannya berimplikasi pada penundaan Pemilu 2024, ke Komisi Yudisial atau KY. Atas laporan itu, KY berjanji akan menindaklanjutinya, bahkan memprioritaskan penanganannya.
Koalisi melaporkan majelis hakim yang dipimpin T Oyong serta hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban, ke KY, pada Senin (6/3/2023).
Pekan lalu, majelis hakim ini memutuskan menerima seluruh gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Partai tersebut mengajukan gugatan karena tidak lolos dalam proses verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan perbuatan melawan hukum dan diperintahkan membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta. Selain itu, KPU dihukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan diucapkan pada 2 Maret 2022 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. Putusan ini otomatis membuat Pemilu 2024 harus ditunda.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih Saleh Al Ghifari menilai, putusan hakim yang memutus penundaan pemilu melalui sengketa perdata telah melanggar kode etik dan perilaku hakim. Kode etik hakim tertuang dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009—02/SKB/P.KY/IV/2009.
”Koalisi menilai majelis hakim telah melanggar kode etik terkait profesionalitas dan melandaskan tindakan berdasarkan nilai-nilai hukum luhur yang ada di masyarakat,” ujarnya.
Profesionalitas hakim mengacu pada pelaksanaan tugas yang didasarkan pada pengetahuan yang luas. Saleh menilai, dalam perkara ini, majelis hakim mengabaikan Pasal 22E Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang mewajibkan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
”Dalam hal ini, hakim tidak mencerminkan kode etik yang melandaskan putusannya pada Undang-Undang (UU) yang berlaku, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. UU ini tidak menyebut adanya penundaan pemilu. Sengketa terkait administrasi pemilu seharusnya diselesaikan di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Keputusan PN Jakarta Pusat ini melenceng dari kewenangannya, wajib dicurigai ada dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku,” tambah Saleh.
Pasal 431, 432, dan 433 UU Pemilu hanya mengatur pemilu susulan dan lanjutan yang dapat dilakukan ketika terjadi situasi khusus, misalnya kerusuhan dan bencana alam. Dua jenis pemilu ini dapat dilakukan apabila 40 persen jumlah provinsi dan 50 persen jumlah pemilih terdaftar secara nasional tidak dapat menggunakan haknya.
Saleh juga berharap, KY dapat memeriksa kasus ini bersama dengan Mahkamah Agung (MA) melalui pemeriksaan bersama. Hal ini agar perdebatan mengenai teknis yudisial dapat terjawab.
Laporan dugaan pelanggaran kode etik ini diterima oleh Ketua KY Mukti Fajar, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito, serta Juru Bicara KY Miko Ginting. Mukti menjelaskan KY dapat memprioritaskan kasus yang berdampak besar, menjadi perhatian publik, dan menyangkut kepentingan banyak orang, termasuk kasus ini. Selain memeriksa proses persidangan, KY akan menganalisis putusan hakim.
”KY akan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik ini. Kami akan memanggil hakim PN Jakarta Pusat untuk menggali informasi lebih lanjut tentang apa yang terjadi pada putusan tersebut. KY juga akan mengawasi proses hukum terhadap keputusan ini yang dilakukan melalui banding dan kasasi,” katanya.
Namun, sebelum memanggil dan meminta klarifikasi dari ketiga hakim, KY akan menghimpun data terkait dari sejumlah lembaga, seperti KPK dan kejaksaan.
”Pada pemeriksaan resmi, hakim terlapor akan diperiksa terakhir. KY akan mengumpulkan bukti dan saksi yang kuat terlebih dahulu kemudian baru menyidang hakim terlapor. Setelah itu dilakukan pemeriksaan pleno, baru akan ditentukan hakim tersebut dapat disanksi berat, sedang, atau ringan,” kata Mukti.
Tahapan pemeriksaan resmi yang dimaksud dijelaskan oleh Joko mulai dari KY menerima laporan dari masyarakat sipil. Laporan ini diverifikasi dan diperiksa syarat-syaratnya, kemudian diregistrasi.
Setelah registrasi, KY akan memeriksa sejumlah perangkat persidangan seperti panitera persidangan, kemudian hakim lain yang mengetahui masalah ini, atau kepala pengadilan. Hasil pemeriksaan ini kemudian dianalisis pada panel yang menentukan kasus tersebut dapat ditindaklanjuti. Jika ditemukan dugaan pelanggaran kode etik, KY akan memeriksa hakim terlapor.
”Setelah hakim terlapor diperiksa akan diadakan sidang pleno untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran sekaligus penetapan sanksi berdasarkan pelanggarannya, yaitu ringan, sedang, dan berat. Proses ini berdasarkan Peraturan KY Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penanganan Laporan Masyarakat. Berdasarkan peraturan yang sama, penanganan laporan diselesaikan dalam waktu paling lama 60 hari sejak laporan teregistrasi,” kata Joko.
Setelah putusan penundaan pemilu itu mencuat ke publik dan menuai kritik dari berbagai pihak, PN Jakarta Pusat telah bersuara. Menurut Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo, putusan majelis hakim yang mengabulkan gugatan Partai Prima merupakan produk pengadilan yang sah secara hukum. Apabila tidak berkenan, KPU sebagai tergugat bisa mengajukan banding.
”Komentar dari pihak berwenang lain terhadap hasil putusan ini bukanlah suatu masalah. Pimpinan pengadilan akan memberi surat tugas kepada hakim terkait apabila akan diperiksa oleh Komisi Yudisial terkait dugaan pelanggaran kode etik. Namun, hingga saat ini, kami belum menerima surat panggilan resmi,” ujar Zulkifli.
Sementara Juru Bicara MA Suharto meminta semua pihak untuk menunggu proses banding yang mungkin akan diajukan dalam perkara tersebut. KPU sebelumnya telah menegaskan akan menempuh langkah banding atas putusan tersebut.