Pemerintah Fokus Kendalikan Harga dan Tingkatkan Kesejahteraan
Survei Litbang ”Kompas” menunjukkan kepuasaan publik terhadap kinerja pemerintah dalam pemberdayaan petani dan nelayan, pengendalian harga, penyediaan lapangan kerja, dan pengentasan rakyat miskin di bawah 50 persen.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati secara umum apresiasi masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin meningkat, hasil survei Litbang Kompas menunjukkan kepuasan terhadap empat indikator di bidang ekonomi masih di bawah 50 persen. Selain pemberdayaan petani dan nelayan, kinerja di bidang pengendalian harga barang dan jasa, penyediaan lapangan kerja, serta pengentasan rakyat miskin masih menjadi tantangan. Meski begitu, pemerintah menegaskan, pengendalian harga barang jasa atau inflasi, pengurangan pengangguran, serta upaya mengatasi kemiskinan sudah menjadi fokus sejak lama.
Hasil survei Litbang Kompas pada Januari 2023 menunjukkan, apresiasi masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin naik dari 62,1 persen pada Oktober 2022 menjadi 69,3 persen. Kepuasan publik di semua aspek yang disurvei, yakni politik dan keamanan, penegakan hukum, ekonomi, dan kesejahteraan sosial, pada Januari 2023 meningkat secara variatif dibandingkan Oktober 2022.
Namun, seperti dipublikasikan Kompas, Senin (20/2/2023), dari 20 indikator dalam empat aspek yang disurvei tersebut, ada tujuh yang masih di bawah 50 persen. Khusus di aspek ekonomi, indikator dimaksud meliputi upaya memberdayakan petani dan nelayan, menyediakan lapangan pekerjaan, mengendalikan harga barang dan jasa, serta mengatasi kemiskinan.
Menanggapi hasil survei Litbang Kompas tersebut, khususnya terkait tingkat kepuasan di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta menuturkan adanya keterkaitan erat antara pengendalian harga barang jasa atau inflasi, penyediaan lapangan kerja atau pengurangan pengangguran, serta upaya mengatasi kemiskinan. Ketiga aspek itu pun menjadi fokus dari pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
”Arahan Presiden Jokowi, (seperti) terakhir di pertemuan forkopimda (forum komunikasi pimpinan daerah) dan rapat-rapat di kabinet, menunjukkan concern (kepedulian) sangat tinggi untuk pengendalian harga, terutama harga pangan,” kata Arif Budimanta ditemui di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Selanjutnya, pengawasan pengendalian harga atau inflasi di daerah itu dilanjutkan dan menjadi salah satu dari tiga fokus Kementerian Dalam Negeri. Dua fokus lainnya adalah penanganan tengkes dan penghapusan kemiskinan ekstrem di daerah.
”Nah, itu dijadikan ukuran kinerja terutama terhadap kepala-kepala daerah, (dan) penjabat kepala daerah yang jumlahnya mungkin sekarang sekitar 114 dan akan bertambah menjadi 200-an. Dan, keberhasilan mengendalikan inflasi di daerah itu dievaluasi setiap triwulan,” ujar Arif.
Adapun secara teknis, Badan Pusat Statistik dan Kementerian Perdagangan setiap bulan mendukung Kemendagri dalam mengawasi dan mengevaluasi kinerja tersebut. Dukungan diwujudkan dengan memberikan data Indeks Perkembangan Harga yang mencakup 20 komoditas, termasuk beras.
”Nah, itu menunjukkan konsistensi dari Presiden, dari pemerintah, untuk fokus terhadap pengendalian harga-harga, terutama harga pangan. Dan, kalau kita lihat secara umum, kan, inflasi kita relatif tidak setinggi inflasi-inflasi yang ada di negara-negara maju, seperti AS dan Jerman, yang inflasinya di atas 7 persen,” ujar Arif.
Ketika inflasi dapat dikendalikan, Arif melanjutkan, otomatis beban pengeluaran bagi kelompok miskin juga relatif bisa dijaga karena adanya kestabilan harga. Hal itu kemudian dapat mengurangi beban orang miskin. ”Memang PR besar bagi pemerintah saat ini adalah job creation karena memang ada tantangan otomasi, tekanan efisiensi, dan belum pulihnya perekonomian global secara keseluruhan,” katanya.
Namun, di sisi lain, ada arahan jelas dari Presiden Jokowi untuk menjaga aspek ketenagakerjaan atau penciptaan lapangan kerja. Maka, kemudian ada dorongan agar proyek-proyek pemerintah atau badan usaha milik negara, terutama terkait belanja modal ataupun pemeliharaan, sedapat mungkin dikerjakan dengan mekanisme padat karya.
Arif mencontohkan program padat karya untuk pemeliharaan infrastruktur irigasi, jalan tingkat kabupaten, ataupun jalan lingkar desa yang rutin dilakukan setiap tahun. ”Selain juga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Cipta Kerja yang diharapkan mem-booster kecepatan realisasi investasi. Perppu (Cipta Kerja) itu, kan, salah satu tujuannya bagi dunia usaha agar kemudian dengan cepat dapat membuka lapangan kerja yang baru,” katanya.
Ketika tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah di segenap aspek—termasuk bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial—menunjukkan tren positif, hal itu berarti kerja-kerja pemerintah dipersepsikan hadir di masyarakat
Penerima manfaat Perppu Cipta Kerja, terutama aspek perbaikan sistem perizinan melalui OSS (online single submission), adalah kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data terakhir menunjukkan, lebih dari 90 persen penerima manfaat atau yang mendapatkan kemudahan mengakses nomor induk berusaha adalah kelompok UMKM.
”Nah, kita tahu bahwa UMKM memberikan kontribusi 60 persen terhadap produk domestik bruto nasional. Kemudian juga berkontribusi terhadap 97 persen serapan tenaga kerja, termasuk pekerja formal dan informal. Kalau kemudian ini terinternalisasi dalam sistem ekonomi yang solid, maka kualitas pekerjaannya juga akan meningkat,” katanya.
Menurut Arif, ketika tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah di segenap aspek—termasuk bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial—menunjukkan tren positif, hal itu berarti kerja-kerja pemerintah dipersepsikan hadir di masyarakat.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan, peningkatan kepuasan publik berdasarkan survei Litbang Kompas pada Januari 2023 karena guncangan ekonomi yang dirasakan masyarakat pada Oktober 2022 lebih besar. Guncangan saat itu terutama dari sisi inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa, seperti harga BBM yang baru saja dinaikkan pada September 2022.
”Kemudian, setelah itu juga ada gelombang PHK yang dirasakan oleh sebagian masyarakat, terutama yang bekerja di sektor industri tekstil dan juga alas kaki. Kondisi itu yang dirasakan, makanya ada penurunan (tingkat kepuasan) yang sangat signifikan pada bulan Oktober 2022 dibandingkan dengan sebelumnya, yaitu Januari 2022,” kata Faisal.
Menurut dia, peningkatan tingkat kepuasan pada Januari 2023—yang sebetulnya juga tidak terlalu jauh besarannya—tidak terlepas dari makin jauhnya ingatan masyarakat terhadap kenaikan harga barang dan jasa pada September 2022 dan Oktober 2022. ”Ini artinya mereka sudah agak lupa sebetulnya. Tapi, dalam keseharian yang mereka rasakan tetap sama tekanannya,” ujarnya.
Faisal berpendapat, hal yang perlu diberi catatan di sini adalah bahwa kondisi pada Januari 2023 masih lebih rendah dibandingkan Januari 2022 yang kala itu inflasi dengan besaran seperti sekarang belum terlalu dirasakan. Kondisi ekonomi yang dirasakan masyarakat pada saat itu juga lebih ringan dibandingkan kondisi sekarang.
Program-program yang lebih populis dinilai akan menjaga tingkat kepuasan masyarakat, apalagi saat ini ketika telah memasuki tahun politik menuju pemilu tahun 2024. ”Nah, (pada September 2022) kemarin itu juga kenapa dinaikkan harga BBM? (Itu) Kan, karena pemerintah merencanakan di 2023 tidak akan ada lagi kenaikan harga BBM. Jadi, kalau itu konsisten, semestinya itu akan mendukung peningkatan kepuasan,” kata Faisal.
Namun di sisi lain, ia menuturkan, ada rencana normalisasi kebijakan fiskal dan moneter yang juga cenderung masih akan ketat. Hal ini akan berpengaruh terhadap penciptaan lapangan kerja, kenaikan harga barang dan jasa, pemerataan pembangunan wilayah, masalah pangan, pemberdayaan petani serta nelayan, dan indikator lain.
”Menurut saya, ini yang menjadi kunci. Dan, kalau kita melihat anggaran pemerintah, memang sudah mulai jaga-jaga ada bantuan sosial yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah jangan sampai bansos ini dinaikkan hanya karena menjelang pemilu,” katanya.
Faisal menilai, bantuan sosial dan subsidi memang dibutuhkan di tahun ini untuk meredam dampak perlambatan ekonomi global supaya tidak besar transmisinya ke ekonomi domestik. Namun, bantuan kepada masyarakat tersebut mesti benar-benar menyejahterakan masyarakat secara berkelanjutan dan bukannya bantuan yang sarat kepentingan politik.