Pemohon Minta MK Tunda Keberlakuan Perppu Cipta Kerja
Pemohon uji konstitusionalitas Perppu Cipta Kerja memohon Mahkamah Konstitusi untuk menunda berlakunya Perppu itu.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi didesak untuk menjatuhkan putusan sela berupa penundaan keberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Hal ini dinilai pemohon penting agar perkara pengujian konstitusionalitas Perppu Cipta Kerja tersebut dapat disidangkan secara tuntas, tanpa harus takut obyek perkaranya hilang karena DPR sudah menyetujui atau tidak menyetujui perppu tersebut menjadi undang-undang.
”Mengingat pertengahan Februari perppu akan dibahas oleh DPR, kalau dibahas, permohonan ini kami anggap sia-sia,” kata Viktor Santoso Tandiasa saat membacakan perbaikan permohonan dalam sidang kedua pengujian formil Perppu Cipta Kerja di gedung MK, Kamis (2/2/2023).
Pada Kamis, MK menyidangkan dua perkara pengujian Perppu 2/2022 yang diajukan oleh sejumlah dosen dan mahasiswa serta pekerja migran (perkara 6/PUU-XX/2023) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) (perkara 6/PUU-XX/2023). Mereka menguji konstitusionalitas pembentukan perppu yang dinilai bertentangan dengan konstitusi, UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan putusan MK. Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dengan hakim anggota Saldi Isra dan Daniel Yusmic P Foekh.
Kuasa hukum KSBSI, Haris Manalu, mengungkapkan, Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi syarat kegentingan memaksa. Sebab, kondisi ekonomi RI saat ini baik-baik saja. Hubungan industrial sedang baik-baik saja. Selain itu, peraturan perundang-undangan khususnya terkait ketenagakerjaan juga masih lengkap. “Apalagi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih berlaku. Baru tidak berlaku kalau tidak ada perbaikan hingga bulan ke-11,” ujar Haris.
Perppu Cipta Kerja juga dinilai tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang UU Cipta Kerja. Dalam putusan tersebut, MK memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak November 2021.
“Yang dikehendaki putusan MK adalah DPR dan Presiden untuk memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja, bukan hanya Presiden dengan menetapkan perppu,” kata dia.
Manahan Sitompul selaku pimpinan sidang mengungkapkan, pihaknya akan melaporkan hasil sidang pemeriksaan pendahuluan ke rapat permusyawaratan hakim (RPH). ”Akan kami sampaikan ke RPH bagaimana nanti selanjutnya permohonan ini. Akan diberitahukan kepada kuasa pemohon. Akan segera kami laporkan ke RPH,” ujar Manahan.