Perppu Cipta Kerja, Di Antara Antisipasi Krisis dan Persoalan Hukum
Pemerintah menyatakan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja didasari kebutuhan mendesak antisipasi krisis global.Meski sejumlah kalangan menyoal, harapannya perppu diterima DPR dan diuji di MK jika masih ada yang tak puas.

Pekerja melewati terowongan di Jalan Kendal, Jakarta, 4 Januari 2023. Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menuai kritik baik dari pekerja maupun pengusaha.
Polemik mengemuka ketika terbit Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ada yang mempersoalkan prosedur, ada pula yang menyoal substansi regulasi yang diterbitkan pemerintah pada 30 Desember 2022 tersebut.
Saat memberikan keterangan di Kantor Presiden, Jakarta, akhir Desember 2022 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan sejumlah alasan mendesak yang mendasari penerbitan Perppu Cipta Kerja. Alasan dimaksud, semisal, terkait antisipasi kondisi ekonomi global.
“Pertama, kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi; kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, (dan) kemudian ancaman stagflasi. Dan, juga, beberapa negara berkembang yang sudah masuk ke IMF itu lebih dari 30 (negara), dan yang sudah antre juga 30 (negara). Jadi, kondisi krisis ini untuk emerging and developing countries menjadi sangat riil,” kata Airlangga.
Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi; kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, (dan) kemudian ancaman stagflasi.
Baca juga: Mahfud: Silakan Persoalkan Isi Perppu Cipta Kerja, Prosedur Sudah Sesuai
Pemerintah saat memutuskan menerbitkan Perppu Cipta Kerja juga mempertimbangkan kondisi geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina serta konflik lainnya yang belum usai. Demikian pula kondisi sejumlah negara yang sekarang masih menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.
Bahkan, menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, Perppu Cipta Kerja diterbitkan setelah semua keputusan MK dipenuhi oleh pemerintah, mulai dari sosialisasi kepada publik dan meminta masukan serta partisipasi saat pembahasan perbaikan, hingga penyusunan UU Pembentukan Perundang-undangan dengan memasukkan metoda omnibus law. MK sebelumnya pada 25 November 2021 mengabulkan sebagian uji review pemohon di antaranya dengan menyatakan UU Cipta Kerja inskontitusional bersyarat dan cacat formal. Selama dua tahun, UU Cipta Kerja harus diperbaiki dan jika tidak diperbaiki menjadi cacat permanen.

Pekerja sektor formal dan informal melintasi jalur pedestrian di Jalan Blora, Jakarta setelah keluar dari Stasiun Sudirman, 4 Januari 2022. Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menuai kritik baik dari pekerja maupun pengusaha.
Menurut Airlangga, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang (UU) Cipta Kerja sangat memengaruhi perilaku dunia usaha, baik dalam maupun luar negeri. “Mereka hampir seluruhnya masih menunggu keberlanjutan UU Cipta Kerja,”katanya.
Pemerintah mengatur defisit anggaran tahun depan kurang dari 3 persen dengan mengandalkan investasi. Investasi tahun depan ditargetkan Rp 1.200 triliun. “Oleh karena itu, penting untuk mengadakan kepastian hukum. Dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 diharapkan kepastian hukum bisa terisi,” kata Airlangga.
Baca juga: Perppu dan Kegentingan
Hal senada disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Dia menuturkan, aspek hukum dan peraturan perundang-undangan terkait keluarnya Perppu 2/2022 adalah karena alasan mendesak atau kebutuhan mendesak.
Sesuai dengan putusan MK 138/2009, alasan dikeluarkannya perppu karena ada kebutuhan mendesak, (atau) kegentingan memaksa, untuk dapat menyelesaikan masalah hukum secara cepat dengan undang-undang, tetapi undang-undang yang dibutuhkan untuk itu belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum.
“Atau (UU) yang ada itu tidak memberi kepastian. Lalu, yang ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak bisa dibahas melalui prosedur normal karena lama. (Jadi) harus melalui tahap satu sekian lama lagi, lalu tahap dua, dan seterusnya. Oleh sebab itu, pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perppu 2/2022 ini didasarkan pada alasan mendesak,” kata Mahfud.

Pekerja bergelantungan saat membersihkan gedung pusat perbelanjaan di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, 3 Januari 2023.
Langkah strategis
Penerbitan Perppu Cipta Kerja menjadi langkah strategis pemerintah untuk secepatnya menghadapi ancaman global ke depan. “Untuk mengambil langkah strategis ini, kalau masih menunggu sampai berakhirnya tenggat yang ditentukan oleh Putusan MK Nomor 91 Tahun 2020, maka pemerintah akan ketinggalan untuk mengantisipasi dan menyelamatkan situasi,” ujar Mahfud.
Belakangan, sejumlah elemen masyarakat sipil bersiap-siap menyoal Perppu Cipta Kerja ke MK, baik melalui permohonan uji formil maupun uji materiil. Langkah tersebut ditempuh karena MK dinilai berwenang menguji perppu, baik keabsahan pembentukannya maupun substansi yang diatur di dalamnya.(Kompas.id, (2/1/2023)).
Ketua Yayasan Mega Bintang 1997 Surakarta Boyamin Saiman menuturkan, secara formil pihaknya akan mempersoalkan penerbitan perppu. Adapun secara materiil pihaknya akan mempersoalkan pasal-pasal di dalam perppu, terutama terkait aturan pemberian pesangon kepada buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) maksimal sembilan gaji yang bersangkutan.
Baca juga: Masyarakat Sipil Siap Menguji Perppu Cipta Kerja ke MK
Selain itu, sejumlah aktivis buruh, dosen, dan mahasiswa juga tengah menyiapkan permohonan uji formil Perppu 2/2022. Salah satu advokat yang biasa beracara di MK, Viktor Santoso Tandiasa, mengungkapkan, sudah menerima kuasa untuk melakukan pengujian tersebut.
Selain mempertanyakan syarat kegentingan memaksa perppu yang tak terpenuhi, pihaknya akan mempersoalkan tidak adanya partisipasi publik dalam perbaikan UU Cipta Kerja seperti diamanatkan MK dalam putusan 91/2020.

Sampan yang terbut dari serat gelas atau fiberglass dirapikan pekerja di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Desember 2022. Menurut BKPM, terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja untuk setiap Rp 1 triliun investasi.
Secara terpisah, saat dimintai pandangan, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menuturkan, ada unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk mengeluarkan perppu. Pertama, ada keadaan memaksa atau kondisi tertentu yang mendesak untuk dikeluarkannya perppu. Kedua, ada kekosongan hukum atau ada hukum tapi tidak menyelesaikan masalah sehingga diperlukan perppu.
Dan, ketiga, ada prosedural yang perlu cepat untuk pembentukan perppu. “Kalau kemudian ada prosedur yang ringkas, yang perlu dilakukan agar sebuah peraturan berlaku, ya, harus ditempuh, tanpa perlu ada perppu,” kata Feri saat dimintai pandangan, Selasa (3/1/2023).
Feri menuturkan, prosedur yang diharapkan dalam putusan MK Nomor 91/2020 – yakni putusan yang menguji UU Cipta Kerja – adalah prosedur perbaikan, bukan prosedur terbitnya perppu. “Ini kealpaan yang menurut saya janggal,” ujarnya.
Baca juga: Masyarakat Sipil Anggap Penerbitan Perppu Cipta Kerja Banyak Kontradiksi
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menuturkan, substansi UU Cipta Kerja adalah menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya. “Namanya saja UU Cipta Kerja, tentu semangatnya adalah memberi kesempatan kerja yang lebih luas bagi masyarakat,” katanya.

Serapan tenaga kerja
Merujuk laporan tahunan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), terlihat ada penurunan penyerapan tenaga kerja per Rp 1 triliun investasi. Investasi yang masuk ke Indonesia tahun 2013 senilai Rp 398,3 triliun dengan membuka lapangan kerja bagi 1.829.950 orang. Artinya, penyerapan tenaga kerja per Rp 1 triliun investasi sebanyak 4.594 orang.
Sebagai perbandingan, di tahun 2021, nilai investasi sebanyak Rp 901,02 triliun dan membuka lapangan kerja bagi 1.207.893 orang. Dengan kata lain, penyerapan tenaga kerja per Rp 1 triliun investasi hanya 1.340 orang. “Investasi naik 2,3 kali lipat dalam delapan tahun, tetapi penyerapan tenaga kerjanya turun 70 persen,” kata Hariyadi.
UU Cipta Kerja pun kemudian dibuat untuk mendorong penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Seperti diketahui, pada 25 November 2021 MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dengan waktu perbaikan 2 tahun sejak putusan tersebut dibacakan.
Baca juga: Beragam, Tafsir Ahli Hukum atas Putusan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat
Kalangan pengusaha dan investor saat itu mengharapkan proses perbaikan terhadap UU Cipta Kerja hanya pada aspek formil tanpa mengubah substansi sehingga memberikan kepastian hukum. Namun, dalam pandangan Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo), Perppu 2/2022 yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022 mengubah beberapa substansi krusial.
Substansi krusial dimaksud, antara lain, dalam kluster ketenagakerjaan, yakni mengenai pengupahan dan alih daya. Tanpa mengabaikan kluster lainnya, Apindo saat ini secara khusus mencermati substansi Perppu Cipta Kerja untuk kluster ketenagakerjaan tersebut.

Formula penghitungan upah minimum yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu dinilai memberatkan dunia usaha. Hal ini mengingat UU Cipta Kerja hanya mencakup satu variabel, yakni pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
Bagi dunia usaha, terbitnya Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja di luar dugaan. Walakin, dunia usaha dapat memahaminya untuk menjamin kepastian berusaha. Namun, pelibatan secara bermakna, sebagaimana diperintahkan UU Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, pun sangat diharapkan Apindo dalam penyusunan sejumlah peraturan pemerintah yang diamanatkan perppu.
Sehubungan substansi, Mahfud MD saat menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, menuturkan, UU Cipta Kerja secara materiil tidak pernah dibatalkan oleh MK. Namun, pemerintah diberi waktu untuk memperbaiki UU Cipta Kerja tersebut.
“Kita perbaiki dengan perppu. (Hal ini) karena perbaikan dengan perppu sama derajatnya dengan perbaikan melalui undang-undang. Jadi, (terkait) undang-undang itu (penulisannya) undang-undang/perppu, kan, gitu kalau di dalam tata hukum kita,” ujar Mahfud.
Kita perbaiki dengan perppu. (Hal ini) karena perbaikan dengan perppu sama derajatnya dengan perbaikan melalui undang-undang.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saat menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/1/2022).
Pemerintah mempersilakan kalau isi Perppu Cipta Kerja yang mau dipersoalkan. “Tetapi kalau prosedur, sudah selesai. Ada istilah hak subjektif presiden. Di dalam tata hukum kita, alasan kegentingan itu adalah hak subjektif presiden. Tidak ada yang membantah (dari) satu pun ahli hukum tata negara bahwa itu iya (demikian), membuat perppu itu alasan kegentingannya itu berdasar penilaian presiden saja,” kata Mahfud.
Political review-nya di DPR masa sidang berikutnya. Judicial review-nya kalau ada yang mempersoalkan ke MK.
Mahfud menambahkan, tinggal selanjutnya nanti akan ada pengujian secara politik. “Political review-nya di DPR masa sidang berikutnya. Judicial review-nya kalau ada yang mempersoalkan ke MK, kan, gituaja. Jadi, Saudara-saudara, Undang-Undang Ciptaker itu kami percepat karena itu sebenarnya tidak ada unsur-unsur koruptifnya. (UU) itu semuanya ingin melayani kecepatan investasi,” tuturnya.
Kini, harapannya naskah Perppu Cipta Kerja yang akan diserahkan ke DPR pada Senin (10/1/2023) mendatang dapat segera dibahas dan diterima oleh DPR untuk bisa menjadi landasan mengantisipasi krisis ekonomi di depan mata agar krisis tak kembali terjadi di negeri ini. Bahwa kalau masih ada pihak-pihak yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar, tentu hak uji formal dan meterial perppu yang akan menjadi UU ini, dapat dilakukan di MK.