Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyebutkan, setidaknya ada lima tantangan menanti NU menjelang usia yang ke-100. PKB mengajak NU menghadapinya bersama-sama.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nahdlatul Ulama menghadapi berbagai tantangan menjelang usianya yang akan memasuki satu abad. Untuk itu, Partai Kebangkitan Bangsa mengajak organisasi masyarakat Islam terbesar di Tanah Air itu untuk menghadapinya bersama-sama.
Nahdlatul Ulama (NU) didirikan pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur. Organisasi kemasyarakatan dan keagamaan Islam ini akan memasuki usia satu abad pada 16 Rajab 1444 H atau 7 Februari 2023. Menjelang peringatan satu abad NU, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menggelar Sarasehan Nasional yang menghadirkan kiai, ulama, dan akademisi untuk memberikan rekomendasi politik soal perjuangan PKB dan NU.
Beberapa tokoh yang hadir dalam acara yang digelar, di Jakarta, Senin (30/1/2023), itu antara lain, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj. Hadir pula Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2010-2015 As’ad Said Ali, pengamat sosial politik Fachry Ali, intelektual NU Ahmad Baso, dan budayawan Sujiwo Tejo.
Muhaimin mengatakan, terdapat lima tantangan menanti NU menjelang usia 100 tahun. Tantangan pertama adalah mengatasi masalah elementer kebangsaan, yaitu kemiskinan dan kebodohan. Lalu, tantangan mengatasi dehumanisasi akibat perkembangan teknologi. Tantangan lainnya, menyejajarkan perkembangan manusia di dunia maya dan dunia nyata, menyelamatkan bumi dari kehancuran, dan menyejajarkan demokrasi dengan kesejahteraan serta keadilan.
Menurut Muhaimin, tantangan-tantangan itu perlu dihadapi bersama oleh PKB dan NU. Perkembangan teknologi, misalnya, telah mengakibatkan manusia menjadi terasing dan tumbuh dengan cara baru yang tak terarah. Ia mengatakan, perkembangan teknologi yang begitu pesat telah menyebabkan dehumanisasi atau penghilangan harkat manusia.
Untuk itu, tugas PKB dan NU adalah mengintegrasikan perkembangan teknologi dan kemanusiaan. Caranya dengan kembali pada cara pandang yang telah diajarkan para ulama, yaitu memanusiakan manusia.
”Kita perlu bersama-sama memanusiakan manusia di tengah ancaman dehumanisasi yang cepat dan dahsyat akibat revolusi teknologi. Sebab, para ulama telah mengajarkan kultur kemanusiaan yang begitu dahsyat, yang sayangnya saat ini telah berubah total akibat teknologi,” kata Muhaimin yang menjadi pembicara kunci dalam acara sarasehan tersebut.
Selain tantangan-tantangan tersebut, Muhaimin juga menyoroti persoalan politik yang mendesak untuk diatasi. Persoalan itu merupakan titik lemah dari reformasi, yaitu munculnya politik pragmatis yang menjadikan uang sebagai hal yang menentukan dalam pemilu. Lantaran uang menentukan segalanya, lanjut Muhaimin, masa depan kader NU pun menjadi suram. ”Para kader yang mau mendaftarkan diri sebagai calon legislatif ini pun stres duluan karena modal cekak, popularitasnya pun rendah,” ujar pria yang kerap disapa Cak Imin ini.
Kendati terdapat beragam tantangan, Muhaimin menilai reformasi juga menghasilkan peluang, termasuk kans mengajukan diri sebagai presiden. Dalam prosesnya, Muhaimin pun berkomitmen untuk terus selaras dengan NU. Bahkan, lanjut Muhaimin, PKB akan mengusung kader NU untuk menjadi presiden pada masa mendatang. Apabila tidak bisa terwujud pada 2024, maka pada 2029.
Wakil Ketua DPR ini menambahkan, PKB akan terus menjadi garda terdepan memperjuangkan aspirasi politik warga NU. Sebab, dari awal, PKB memang lahir dan dibesarkan melalui perjuangan NU. Di sisi lain, NU juga mengalami perkembangan pesat, antara lain, karena PKB.
”PKB dianggap salah satu faktor yang membuat NU maju. Hampir dua ribu anggota DPRD di pelosok negeri merupakan kader PKB. Mereka memiliki peran yang sangat luar biasa, totalitas pengabdiannya di berbagai kehidupan ke NU-an. Paling penting, PKB telah mampu mendorong mobilitas vertikal kader-kader NU di pusat ataupun daerah. Alhamdulillah,” ujar Muhaimin.
Hubungan saling menguntungkan antara PKB dan NU juga ditekankan oleh As’ad Said Ali. Menurut mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara ini, relasi antara PKB dan NU sudah sangat jelas, yaitu saling simbiosis mutualisme. Tidak hanya saling menguntungkan, tetapi juga saling membantu. ”Tidak ada dusta di antara kita. Itu jelas. Saya tetap dukung PKB, saya tetap dukung NU,” ujar As’ad.
Adapun Said Aqil Siroj mengatakan, NU dan PKB merupakan dua entitas yang tidak mungkin dijauhkan. Pasalnya, keduanya memiliki jalinan sejarah yang panjang dan saling melengkapi. Ia mencontohkan, PKB dibentuk oleh PBNU pada 1998 melalui Tim Lima yang ditugasi menampung aspirasi warga NU.
Tim Lima, yang beranggotakan Ma'ruf Amin, Dawam Anwar, Said Aqil Siroj, Rozy Munir, dan Ahmad Bagdja, ini dibekali surat keputusan resmi (SK) dari PBNU untuk mendirikan PKB. Tanpa ada Tim Lima, lanjut Said, tidak mungkin ada PKB. Maka, tidak mungkin PKB dan NU melupakan sejarah. Ditambah lagi, dasar politik PKB dan NU juga sama, yaitu Islam ahlussunnah wal jamaah.
”Dengan demikian, harus selalu kita suarakan bahwa PKB adalah NU dan NU adalah PKB. Tidak boleh surut dan tidak boleh kendur. Partai yang senapas, seiring, sejalan dengan NU hanya PKB,” tutur Said.
Said menambahkan, NU juga akan mendukung PKB untuk mendapatkan kemenangan di Pemilu 2024. Saat ini, sudah ada Ma'ruf Amin sebagai perwakilan NU dan PKB yang menjabat sebagai wakil presiden. Ia berharap ke depannya orang NU dan PKB menduduki puncak kepemimpinan, yaitu sebagai presiden. Begitu pula dengan jabatan menteri di pemerintahan. ”Ini cita-cita, lho. Sekarang ada tiga menteri, nanti harus mayoritas,” kata Said.