”Sesuatu yang sangat saya sesali, yang seharusnya saya sampaikan (peristiwa yang sebenarnya) dari awal dilakukan pemeriksaan oleh penyidik kepada saya,” kata Ricky Rizal, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ricky Rizal, mengaku tidak mengetahui rencana, apalagi sampai turut serta dalam pembunuhan Nofriansyah. Mantan ajudan Ferdy Sambo itu mengaku menyesal karena tidak jujur sedari awal.
Hal itu dikatakan Ricky dalam sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023). Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso tersebut, Ricky membacakan sendiri nota pembelaannya yang kemudian dilanjutkan pembacaan pleidoi oleh penasihat hukum.
Dalam nota pembelannya, Ricky menyatakan, ia tidak pernah sedikit pun menginginkan, menghendaki, merencanakan, dan mempunyai niat menghilangkan nyawa almarhum Nofriansyah. Ia juga sama sekali tidak mengetahui rencana, apalagi sampai turut serta menghilangkan nyawa Nofriansyah.
”Saya sangat berharap kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar menggunakan kedudukannya sebagai wakil Tuhan di muka Bumi ini untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bukan saja untuk saya, melainkan untuk istri dan putra putri saya serta keluarga saya,” tuturnya.
Terkait dengan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah, Ricky mengaku tidak menyangka bahwa kejadian pada 7 Juli malam di rumah Magelang akan membuatnya menjadi terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah. Saat itu, yang ia ketahui adalah adanya keributan antara Nofriansyah dan Kuat Ma’ruf.
Oleh karena itu, tindakannya untuk mengamankan senjata api milik Nofriansyah serta pisau yang dipegang Kuat tidak lebih dari upaya seorang anggota Polri yang paling senior untuk mencegah terjadinya keributan kembali di antara mereka. Hal itu dibuktikan dengan hasil uji poligraf yang menunjukkan kejujuran saat ia menjawab bahwa tidak ada perintah untuk mengamankan senjata Nofriansyah.
Ricky juga menyatakan, ia tidak mengetahui permasalahan antara Putri Candrawathi dan Nofriansyah, termasuk ancaman Nofriansyah terhadap Putri. Ricky juga menampik surat tuntutan yang menyatakan adanya komunikasi antara Ferdy Sambo dengan dirinya pada 7-8 Juli 2022.
”Berdasarkan keterangan saksi yang sudah hadir dalam persidangan ini termasuk saksi dari operator seluler menyatakan bahwa tidak ada komunikasi elektronik antara saya dan Bapak Ferdy Sambo. Hal ini juga dapat dikuatkan dengan melakukan pengecekan terhadap handphone milik Bapak Ferdy Sambo yang sudah dijadikan barang bukti,” tuturnya.
Sebaliknya, Ricky mempertanyakan tuntutan jaksa yang menyatakan bahwa sejak dari Magelang hingga Jakarta, Ricky ditugaskan mengawasi dan mengawal Nofriansyah. Sebab, dalam surat tuntutan, Ricky menyebut tidak ada perintah, pihak yang memerintah, maupun waktu perintah diberikan.
Ricky juga menyatakan, tidak pernah mengatur posisi tempat duduk yang ditumpangi rombongan Putri Candrawathi dari Magelang ke rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling, Jakarta. Ricky juga mengaku tidak pernah memperhatikan gerak-gerik Nofriansyah ketika mereka berada di rumah dinas Duren Tiga.
Sesuatu yang sangat saya sesali, yang seharusnya saya sampaikan (peristiwa yang sebenarnya) dari awal dilakukan pemeriksaan oleh penyidik kepada saya.
Ketika dipanggil Sambo di rumah pribadi di Jalan Saguling, Ricky mengaku kaget ketika atasannya itu mengatakan bahwa Nofriansyah telah melakukan pelecehan kepada Putri. Ricky mengaku bertanya-tanya terkait detail peristiwa pelecehan tersebut. Ketika Sambo memintanya untuk mem-back-up, mengamankan, serta menembak jika Nofriansyah melawan, Ricky menolak permintaan itu.
”Tidak ada dan tidak pernah disampaikan ataupun diisyaratkan pula bahwa beliau mempunyai niat atau kehendak untuk membunuh almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat,” katanya.
Maka, lanjut Ricky, ia mengaku kaget ketika ia mendengar ucapan ”jongkok” yang kemudian diikuti tembakan Richard Eliezer Pudihang Lumiu kepada Nofriansyah. Ricky mengaku takut, kaget, dan panik.
Tertekan
Ketika diperiksa oleh penyidik dan menceritakan skenario tembak-menembak, Ricky mengaku merasa gelisah, tertekan dan tidak tenang karena tidak menyampaikan peristiwa yang sebenarnya. Demikian pula ketika pemeriksaan, Sambo selalu menyampaikan kepadanya agar bertahan dengan skenario tembak-menembak tersebut.
”Sesuatu yang sangat saya sesali, yang seharusnya saya sampaikan (peristiwa yang sebenarnya) dari awal dilakukan pemeriksaan oleh penyidik kepada saya,” kata Ricky sembari terisak.
Dalam kesempatan itu, Ricky menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga almarhum Nofriansyah. Permintaan maaf juga disampaikan kepada istri dan anak-anak Ricky.
Tak lupa, Ricky juga menyampaikan permintaan maaf kepada ibundanya. ”Maafkan anakmu ini, Ibu, sudah membuat Ibu mengalami semua ini...,” ujarnya sambil terisak.
Sementara, penasihat hukum Ricky, Erman Umar, dalam nota pembelaan menyatakan, pernyataan bahwa Ricky mengikuti perintah Putri ke Jakarta di mana Nofriansyah dan Putri menumpang mobil yang berbeda hanyalah ilusi jaksa. Penasihat hukum juga menampik penilaian jaksa dalam surat tuntutan bahwa Ricky sengaja mengajak Nofriansyah ke rumah dinas Duren Tiga agar Nofriansyah bisa diesekusi. Demikian pula pernyataan jaksa bahwa Ricky telah menggiring Nofriansyah ke dalam rumah dinas Duren Tiga, menurut penasihat hukum, pada kenyataannya Nofriansyah tetap bisa bergerak bebas. Penasihat hukum menilai pernyataan jaksa sebagai asumsi dan ilusi semata.
Penasihat hukum juga menolak penilaian jaksa terhadap Ricky yang disebut berbohong karena menyatakan tidak melihat Sambo ketika menembak Nofriansyah. Menurut penasihat hukum, hasil uji poligraf menyatakan bahwa Ricky terindikasi jujur. Selain itu, penasihat hukum menilai bahwa yang dilakukan Ricky merupakan tugas dari atasan sehingga tidak bisa dikenakan pertanggungjawaban.
Sementara itu, sidang kasus perintangan penyidikan terkait tewasnya Nofriansyah yang mengagendakan pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Irfan Widyanto ditunda oleh majelis hakim. Sebab, jaksa penuntut umum belum selesai menyusun surat tuntutan.