Bacakan Pleidoi, Kuat Ma'ruf Kenang Kebaikan Brigadir J
”Almarhum Yosua baik kepada saya. Bahkan, saat saya dua tahun tidak bekerja dengan Bapak Ferdy Sambo, almarhum Yosua pernah membantu dengan rezekinya, karena saat itu anak saya belum bayar sekolah,” kata Kuat Ma'ruf.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembantu rumah tangga keluarga Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, mengenang Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat sebagai sosok teman yang baik. Nofriansyah pernah memberikan bantuan saat Kuat kesulitan membayar biaya sekolah anak-anaknya.
Kisah kebaikan Nofriansyah itu diungkapkan Kuat, yang kini menjadi terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah, dalam sidang dengan agenda pembacaan pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023). Dalam pleidoinya, Kuat menceritakan pernah mengalami kesulitan membayar biaya sekolah anak-anaknya saat tidak dipekerjakan Sambo selama dua tahun. Saat itulah, Nofriansyah membantu membayar uang sekolah anak Kuat.
”Almarhum Yosua baik kepada saya. Bahkan, saat saya dua tahun tidak bekerja dengan Bapak Ferdy Sambo, almarhum Yosua pernah membantu saya dengan rezekinya, karena saat itu anak saya belum bayar sekolah,” tutur Kuat di hadapan sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santosa.
Sidang pembacaan pleidoi Kuat Ma'ruf mundur sekitar setengah jam dari jadwal semula pukul 09.30. Kursi pengunjung penuh terisi ketika Kuat memasuki ruang sidang utama Prof Oemar Seno Adji PN Jakarta Selatan sekitar pukul 09.48. Beberapa pengunjung yang datang merupakan penggemar terdakwa lain, yakni Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Almarhum Yosua baik kepada saya. Bahkan, saat saya dua tahun tidak bekerja dengan Bapak Ferdy Sambo, almarhum Yosua pernah membantu saya dengan rezekinya, karena saat itu anak saya belum bayar sekolah.
Kuat juga menyampaikan bahwa ia bingung dan tidak percaya atas kejadian yang menimpanya. Sebab, bagaimanapun, kasus hukum yang menjeratnya juga berdampak pada istri dan anak-anaknya.
Tak hanya itu, Kuat juga mengatakan bahwa ia tidak tahu kesalahan yang dituduhkan kepadanya. ”Demi Allah, saya bukan orang sadis, tega, dan tidak punya hati untuk ikut membunuh orang, apalagi orang yang saya kenal baik dan pernah menolong saya,” ucapnya.
Kuat menegaskan, dia tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi kepada Nofriansyah pada 8 Juli 2022. Terkait pisau yang dianggap telah disiapkannya dari Magelang dan dibawa ke rumah Duren Tiga, Kuat membantahnya. Menurut Kuat, sudah jelas terbukti di persidangan bahwa dia tidak pernah membawa tas atau pisau.
Selain itu, Kuat juga menekankan bahwa tidak ada saksi ataupun video rekaman atau bukti lain yang menyatakan bahwa dirinya bertemu dengan Ferdy Sambo di Saguling. Dengan demikian, menurut Kuat, tuduhan bahwa dia bersekongkol dengan Sambo terbantahkan.
”Tuduhan berikutnya adalah saya dianggap ikut merencanakan pembunuhan kepada almarhum Nofriansyah karena tindakan saya menutup pintu dan menyalakan lampu yang padahal sudah menjadi rutinitas saya sebagai asisten rumah tangga,” kata Kuat.
Imajinasi jaksa
Selain Kuat, penasihat hukum Kuat juga diberi kesempatan untuk membacakan nota keberatan. Penasihat hukum Kuat Ma'ruf yang dipimpin Irwan Irawan menyoroti pernyataan penuntut umum bahwa tidak ada pelecehan seksual di Magelang, Jawa Tengah, melainkan perselingkuhan Putri dan Nofriansyah. Tim penasihat hukum Kuat menyebut perselingkuhan Putri dan Nofriansyah hanya imajinasi jaksa penuntut umum. Penasihat hukum juga mengatakan, pernyataan Kuat soal ”duri dalam rumah tangga” tidak menegaskan adanya perselingkuhan karena didasarkan pernyataan Putri bahwa Nofriansyah berlaku sadis.
”Tuduhan perselingkuhan antara Putri Candrawathi dan Nofriansyah hanyalah imajinasi picisan penuntut umum,” kata penasihan hukum Kuat.
Penasihat hukum Kuat kemudian menjelaskan perihal pernyataan, ”Ibu (Putri) harus lapor Bapak (Ferdy Sambo)! Jangan sampai ini menjadi duri dalam rumah tangga”, yang disampaikan Kuat dalam sidang 9 Januari 2023 lalu. Menurut dia, pernyataan itu disampaikan Kuat setelah melihat tingkah laku Nofriansyah yang menurut Kuat mencurigakan. Selain itu, Kuat bersama Susi juga mendapati Putri tergeletak, lemas, dan badannya dingin.
”Kemudian, Putri sempat menyatakan Nofriansyah sadis. Maka, Kuat meyakini telah terjadi kekerasan terhadap Putri yang dilakukan Nofriansyah sehingga hal tersebut harus dilaporkan kepada Ferdy Sambo,” tutur penasihat hukum Kuat.
Dengan demikian, kata penasihat hukum Kuat, asumsi penuntut umum tersebut tanpa dasar dan menyesatkan. Ini karena tidak didasarkan keterangan saksi dan alat bukti yang terungkap di persidangan.
Melalui pleidoinya, penasihat hukum meminta majelis hakim mempertimbangkan peran pasif Kuat dalam perkara pembunuhan Nofriansyah. Dari bukti dan keterangan yang diperoleh dalam persidangan, penasihat hukum menekankan bahwa unsur-unsur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-satu yang didakwakan kepada Kuat tidak terpenuhi.
Unsur dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu, misalnya, tidak terpenuhi karena tidak ditemukan satu pun fakta bahwa Kuat menghendaki matinya Nofriansyah dengan cara ditembak. Adapun alasan Kuat membawa pisau dapur dari Magelang disebut untuk mengamankan diri karena dia merasa ketakutan membayangkan reaksi Nofriansyah tidak menerima peristiwa pengejaran. Kuat juga ketakutan karena Nofriansyah memiliki senjata api.
Penasihat hukum juga menyebut unsur penyertaan tidak terpenuhi. Sebab, tidak ditemukan adanya keterangan bukti ataupun saksi yang mengindikasikan adanya maksud atau kesengajaan Kuat untuk turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Nofriansyah.
Hal itu terbukti dengan fakta, antara lain, Kuat tidak pernah mengetahui adanya rencana pembunuhan dari terdakwa lain. Selain itu, Kuat juga memanggil Ricky Rizal Wibowo dan Nofriansyah hanya karena ada perintah dari Ferdy Sambo.
Kuat juga disebut baru mengetahui skenario tembak-menembak ketika adanya briefing dari Ferdy Sambo di kantor Provos Mabes Polri.
”Oleh karena itu, Kuat harus dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan penuntut umum, karena sama sekali tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan dan tuntutan penuntut umum tersebut,” kata penasihat hukum.
Penasihat hukum pun meminta majelis hakim memutuskan setidaknya lima poin, yaitu menyatakan Kuat tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana atau tindak pidana pembunuhan secara bersama-sama sebagaimana Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP atau Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP.
Selain itu, membebaskan Kuat dari segala dakwaan atau setidaknya dinyatakan lepas dari segala tuntutan. Lalu, memerintahkan penuntut umum untuk mengeluarkan Kuat dari Rumah Tahanan Bareskrim Polri. Penasihat hukum juga meminta majelis hakim memulihkan nama baik dan hak Kuat dalam kemampuan, kedudukan harkat dan martabanya seperti semula. Terakhir, membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada negara.
”Atau, apabila Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, maka kami tetap memohon kiranya putusan terhadap diri terdakwa yang seadil-adilnya (ex aequo et bono),” kata penasihat hukum.
Setelah pembacaan pleidoi rampung, jaksa penunut umum Sugeng Hariadi mengatakan, timnya akan mempelajari lebih dahulu pleidoi tersebut. Tim jaksa penuntut umum juga meminta waktu untuk membuat replik atau jawaban atas pleidoi Kuat.
Majelis hakim memutuskan sidang akan dilanjutkan pada Jumat (27/1/2023) dengan agenda penyerahan/pembacaan replik dari jaksa penuntut umum serta Selasa (31/1/2023) dengan agenda penyerahan/pembacaan duplik dari penasihat hukum.