Upaya Pemulihan Kerugian di Kasus Tabungan Perumahan TNI AD Dimaksimalkan
Sejauh ini, aset yang diduga terkait kasus korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat yang telah disita mencapai Rp 53 miliar. Upaya pemulihan kerugian negara juga dimaksimalkan lewat tuntutan pidana.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan jumlah kerugian keuangan negara sebesar Rp 133,7 miliar dalam kasus korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat atau TWP AD tahun 2013-2020, pemulihan kerugian negara menjadi fokus utama oditur dalam kasus tersebut. Selain telah menyita berbagai aset senilai Rp 53 miliar, dua terdakwa dalam kasus tersebut juga dituntut pidana untuk membayar uang pengganti.
Dalam kasus korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat tahun 2013-2020, terdapat dua terdakwa yang diajukan ke peradilan militer, yakni Brigadir Jenderal Yus Adi Kamrullah dan Ni Putu Purnamasari. Terakhir, dalam persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, keduanya telah mendapatkan tuntutan dari oditur militer tinggi II. Keduanya dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 atau Pasal 8 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Untuk itu, keduanya dituntut pidana 20 tahun penjara. Selain itu, Yus juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 25,3 miliar, sedangkan Ni Putu dituntut membayar uang pengganti Rp 101,6 miliar. Dalam tuntutannya, Yus dinilai telah terbukti memperkaya diri sebesar Rp 60,9 miliar, sementara Ni Putu sebesar Rp 37,3 miliar.
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Kejaksaan Agung Anwar Saadi, dalam keterangan tertulis, Senin (23/1/2023), mengatakan, sejauh ini tim penuntut koneksitas telah melakukan proses pembuktian unsur pidana dalam persidangan secara maksimal. Oleh karena itu, ia berharap agar vonis yang nantinya dijatuhkan terhadap kedua terdakwa tidak berbeda dengan tuntutan pidana yang diajukan.
Terkait dengan hal itu, tim koneksitas telah berupaya untuk mendapatkan aset-aset yang diduga terkait dengan kasus korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat. Hingga saat ini, nilai berbagai barang bukti yang telah disita oleh tim koneksitas dari kedua terdakwa mencapai Rp 53 miliar.
”Tim koneksitas juga mengupayakan pengembalian lebih maksimal lewat tuntutan pidana tambahan,” ucap Anwar.
Selain itu, Anwar berharap dukungan dari Panglima TNI dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat selaku atasan yang berhak menghukum dan dari perwira penyerah perkara di satuan TNI AD. Dengan demikian, proses hukum yang kini berjalan dapat maksimal dalam pengembalian kerugian kepada prajurit.
Secara terpisah, pengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, pemulihan kerugian negara yang diakibatkan tindakan seseorang dalam sebuah kasus korupsi memang bisa dilakukan melalui proses pidana, salah satunya dengan tuntutan pidana untuk membayar uang pengganti. Namun, hal itu bukan satu-satunya. Sebab, pemulihan kerugian negara juga dimungkinkan melalui gugatan perdata. Namun, untuk bisa dituntut secara perdata, seseorang harus diputus terlebih dahulu secara pidana.
”Ketika seseorang sudah dijatuhi putusan pidana, maka kerugian yang timbul itu bisa digugat secara perdata. Hanya saja ini jarang dilakukan karena proses pidana itu sendiri lama, bisa sampai kasasi, bahkan peninjauan kembali (PK),” tutur Fickar.
Menurut Fickar, gugatan perdata tersebut sebenarnya memiliki keuntungan, khususnya dalam upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Sebab, jika terpidana kemudian meninggal, utang yang telah diputus secara perdata sebelumnya dapat dialihkan tanggung jawabnya kepada ahli warisnya.
Sementara itu, dalam putusan pidana melalui pembayaran uang pengganti, jika harta yang disita tidak mencukupi, hal itu hanya akan diganti dengan pidana penjara. Sebab, dalam putusan pidana, pembayaran uang pengganti selalu akan digandengkan dengan penjara sehingga hal itu tidak menjadi kewajiban secara perdata. ”Maka, memang seharusnya selain penuntutan melalui pidana, perlu dilakukan juga penuntutan secara perdata agar pemulihan kerugian negara bisa maksimal,” kata Fickar.
Terkait dengan sidang kasus korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat tersebut, kedua terdakwa akan segera menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis. Menurut rencana, vonis akan dibacakan majelis hakim di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada 31 Januari mendatang.