Tuntutan Hukuman Ferdy Sambo Terberat Dibandingkan Eks Petinggi Polri Lain
Tuntutan hukuman seumur hidup terhadap Ferdy Sambo jadi tuntutan terberat yang pernah diajukan jaksa terhadap petinggi Polri yang terjerat kasus hukum. Tindakan bekas Kadiv Propam ini pun dinilai mencoreng Polri.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ferdy Sambo, terdakwa perkara pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dan juga perkara perintangan penyidikan tewasnya Nofriansyah, dituntut pidana penjara seumur hidup. Dibandingkan bekas petinggi Polri lain yang tersangkut masalah hukum, tuntutan yang diajukan jaksa terhadap Sambo ini merupakan yang terberat.
Di dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023), jaksa Rudy Irmawan menuntut Majelis Hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso agar menyatakan Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan Nofriansyah. Jaksa juga menuntut majelis hakim menyatakan Sambo terbukti bersalah dalam hal perintangan penyidikan tewasnya Nofriansyah, yaitu melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik sehingga menjadi tidak bekerja.
”Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana seumur hidup,” kata jaksa.
Jika dibandingkan dengan tuntutan terhadap bekas petinggi Polri yang juga terjerat pidana, tuntutan terhadap bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri ini merupakan yang terberat. Sebelumnya, bekas Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji yang terjerat kasus korupsi penanganan perkara PT Salmah Arwana Lestari dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008 dituntut 7 tahun penjara. Meski kemudian, pengadilan tingkat pertama menjatuhkan pidana 3,5 tahun penjara yang kemudian dikuatkan pengadilan banding.
Kasus lainnya, bekas Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo dituntut 18 tahun penjara dalam kasus suap proyek pengadaan simulator kemudi motor dan mobil tahun 2011. Pengadilan tingkat pertama menjatuhkan vonis 10 tahun penjara yang kemudian ditambah menjadi 18 tahun penjara di pengadilan tinggi dan diperkuat di Mahkamah Agung. Masih dalam kasus suap yang sama, bekas Wakil Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo divonis 5 tahun penjara.
Perbuatan Sambo juga telah menyebabkan banyak anggota Polri menjadi turut terlibat di dalamnya.
Hal memberatkan
Menurut jaksa, beberapa hal yang memberatkan adalah perbuatan Sambo telah mengakibatkan hilangnya nyawa Nofriansyah dan menyebabkan duka yang mendalam bagi keluarganya. Perbuatan Sambo juga telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat.
Selain itu, lanjut jaksa, Sambo dinilai berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam persidangan. Perbuatan Sambo juga dinilai tidak pantas dilakukan oleh seorang aparatur penegak hukum yang juga merupakan seorang petinggi Polri.
Tidak hanya itu, jaksa menilai bahwa perbuatan Sambo telah mencoreng institusi Polri, baik di mata masyarakat Indonesia maupun dunia internasional. Selain itu, perbuatan Sambo juga telah menyebabkan banyak anggota Polri turut terlibat di dalamnya.
”Hal-hal yang meringankan, tidak ada,” kata jaksa.
Berdasarkan uraian dan fakta hukum yang dijelaskan dalam surat tuntutan, jaksa menilai bahwa perbuatan Sambo telah memenuhi semua unsur dakwaan kesatu primer, yakni melanggar Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan demikian, jaksa tidak membuktikan dakwaan subsider, yakni Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, surat dakwaan terhadap Sambo disusun secara kombinasi karena ia juga didakwa melakukan tindak pidana yang berbeda dan saling berhubungan. Dakwaan tersebut adalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
Jaksa berkesimpulan bahwa Sambo telah melakukan pembunuhan secara bersama-sama. Jaksa juga berkesimpulan bahwa Sambo telah melawan hukum karena melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik menjadi tidak sebagaimana mestinya, yakni memerintahkan bawahannya untuk memusnahkan rekaman kamera pengawas di Kompleks Polri Duren Tiga.
Seusai tuntutan disampaikan jaksa, majelis hakim mempersilakan Sambo untuk berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, Arman Hanis. Menanggapi hal itu, Arman menyatakan meminta waktu untuk menyiapkan pleidoi atau nota pembelaan yang akan diajukan secara pribadi oleh terdakwa maupun penasihat hukum.
Majelis hakim kemudian memutuskan, sidang dengan agenda penyampaianan pembelaan Sambo dan penasihat hukumnya digelar pada Selasa (24/1/2023) depan. ”Baik, kita mulai Selasa pekan depan, pada pukul 09.00 tepat,” kata hakim.