Polri berencana menambah polda baru di Daerah Otonomi Baru di Papua. Penambahan ini diharapkan membuka kesempatan bagi orang Papua menduduki jabatan strategis di kepolisian.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan akan menambah satuan organisasi polisi tingkat Provinsi dan merekrut personel kepolisian lain untuk mengisi pos di empat provinsi baru di Bumi Papua. Penambahan satuan kepolisian dinilai berpotensi memperpanjang pendekatan keamanan di daerah tersebut.
Setelah memberikan pengarahan kepada prajurit gabungan TNI-Polri Satuan Tugas Operasi wilayah Sorong, Rabu (11/01/2023), Listyo menyebut, penambahan polda di Papua akan dilakukan dengan menyesuaikan pengembangan kota pemerintahan.
”Dengan adanya penambahan Daerah Otonomi Baru (DOB) tentunya Polri persiapkan untuk di wilayah pemekaran tersebut yang nantinya di ibu kota provinsi akan ada Polda Baru kita siapkan,” katanya.
Pembentukan Polda baru di lima wilayah DOB tersebut membuat kepolisian akan melakukan penambahan personel agar bisa memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakat setempat. Perekrutan akan dimulai dari pangkat Bintara, dengan jalur rekrutmen tambahan ataupun rekrutmen khusus.
Ini kesempatan bagi yang lain mengisi posisi-posisi di middle manager yang nanti kita siapkan. Semuanya nanti tentunya akan kita sesuaikan dengan proses dari pengembangan ibu kota provinsi itu sendiri
Penambahan personel kepolisian di Papua ini pun membuka peluang bagi orang asli papua (OAP) untuk menjadi anggota Polri, dan diharapkan bisa menduduki posisi strategis nantinya.
"Ini kesempatan bagi yang lain mengisi posisi-posisi di middle manager yang nanti kita siapkan. Semuanya nanti tentunya akan kita sesuaikan dengan proses dari pengembangan ibu kota provinsi itu sendiri," ucap Listyo.
Dalam kesempatan yang sama, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan, TNI siap membantu Polri untuk menjaga keamanan di Papua. Kerjasama antar keduanya pun diharapkan bisa membantu pemerintah daerah DOB Papua yang baru, menjalankan roda pemerintahannya.
Hal tersebut juga dilakukan agar program peningkatan kesejahteraan yang jadi prioritas utama di DOB tersebut bisa berjalan denga naman dan kondusif.
"Mengawal dan menjaga bersama sama dengan Pemda. Menjaga keamanan serta keselamatan masyarakat, sehingga semua yang sudah diputuskan di daerah otonomi baru tini terlaksana dengan baik," tutup Yudo.
Kepala Divisi Hukum Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andi Muhammad Rezaldi menjelaskan, penambahan satuan-satuan keamanan baik dari Polisi maupun TNI bisa memperburuk situasi di sana. Ia menilai, sejak awal, pembentukan DOB hanyalaha legitimasi agar pemerintah bisa mengerahkan aparat keamanan dengan skala besar ke Papua.
“Penggunaan pendekatan keamanan dapat berimplikasi terhadap eskalasi konflik yang terus meningkat melalui karena bisa terjadi kasus-kasus yang berujung kekerasan,” ujarnya.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Kontras pada Januari 2022 hingga Juli 2022 di Papua, terdapat setidaknya 27 tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Sebanyak 118 warga menjadi korban yang tersebar di wilayah Yahukimo, Mimika, Jayapura, Nabire, Timika, Wamena, Sorong, dan Paniai, bahkan tiga diantaranya meninggal dunia. Jenis tindakan kekerasan yang ditemukan Kontras seperti pembubaran paksa, penangkapan sewenang-wenang, penganiayaan hingga intimidasi.
Sedangkan untuk kekerasan yang dilakukan oleh TNI, sejak Januari hingga Agustus 2022 Kontras mencatat, terdapat delapan tindak kekerasan yang daerahnya tersebar di Papua mulai dari Jayapura, Mappi, Sinak, Intan Jaya, Maybrat, Manokwari dan Mimika. Delapan belas warga pun menjadi korban.
Kontras menilai, rentetan kejadian tersebut membuat pendekatan keamanan dinilai tidak tepat menyelesaikan masalah menahun di sana. Ia berharap agar pemerintah menempuh cara dami yaitu dengan pendekatan dialog kepada OAP, ketimbang menambah jumlah aparat keamanan di sana.