Tiga Penjabat Gubernur Baru Diminta Kelola Dana Otsus dengan Baik
Para penjabat gubernur di tiga provinsi baru di Papua diminta betul-betul memanfaatkan dana otonomi khusus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian resmi melantik tiga penjabat gubernur provinsi baru Papua pada Jumat (11/11/2022) di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta. Selain diminta mengelola dana otonomi khusus dengan baik, ketiga penjabat kepala daerah baru itu juga diberi amanat untuk memastikan stabilitas politik serta keamanan di daerah otonom baru tersebut.
Tiga penjabat gubernur yang dilantik ialah Apolo Safanpo sebagai Penjabat Gubernur Papua Selatan; Nikolaus Kondomo sebagai Penjabat Gubernur Papua Pegunungan; dan Ribka Haluk sebagai Penjabat Gubernur Papua Tengah.
Dalam sambutannya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta para penjabat gubernur baru bisa mengelola dana otonomi khusus yang diberikan pemerintah pusat dengan baik. Sebab, pembentukan tiga provinsi baru ini haruslah mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat Papua.
”Dana otonomi khusus sudah dinaikkan dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari dana alokasi umum. Anggaran yang ada untuk setiap rupiahnya digunakan betul untuk kepentingan rakyat,” ucap Tito.
Selain mengelola anggaran, para penjabat juga diminta untuk memastikan keamanan dan stabilitas politik di daerah. Stabilitas menjadi faktor penting agar program pembangunan dan pemerataan di provinsi baru bisa diimplementasikan dengan lancar.
”Saya minta untuk para penjabat, rangkul semua pihak, harus ada stabilitas dan keamanan. Karena percuma ada sumber daya alam dan anggaran yang besar, tapi daerahnya tidak aman. Kondisi politik harus stabil. Saya betul-betul menitipkan ini kepada bapak-ibu,” tuturnya.
Pembentukan provinsi baru juga diyakini mampu memecah kebuntuan masyarakat yang kerap kesulitan mengakses pelayanan publik karena luasnya wilayah Papua. Pembentukan Provinsi Papua Barat yang merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Papua pada 2008, misalnya, telah membuat beberapa daerah yang terisolasi kini terbuka. Daerah-daerah itu di antaranya Maybrat, Teluk Wondama, dan Teluk Bintuni.
Setiap rupiah dana otsus Papua digunakan untuk kepentingan rakyat.
”Pelayanan publik jadi lebih tersebar. Dari Boven Digoel tidak usah jauh ke Jayapura, tapi bisa ke Merauke (Papua Selatan). Dari Yalimo tak perlu terbang ke Jayapura, tapi bisa ke Wamena (Papua Pegunungan). Dari Dogiai juga tidak perlu ke Jayapura karena bisa ke Nabire (Papua Tengah),” kata Tito.
Mengenai pembangunan institusi pemerintahan di daerah otonom baru, Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo mengungkapkan, jumlah aparatur sipil negara (ASN) sebenarnya belum mencukupi. Jabatan di organisasi perangkat daerah (OPD) juga belum semua terisi. Namun, pemerintahan daerah akan mulai dijalankan pekan depan. Pasalnya, pemerintahan baru harus mengejar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023.
”Dari perhitungan kami satu provinsi baru butuh sekitar 1.056 ASN. Itu tidak semua bisa terpenuhi dari Papua. Tapi, kita tidak menunggu sampai semua jabatan terisi. Kita jalan dulu dengan yang ada supaya penyusunan APBD 2023 bisa dilakukan. Minggu depan kita sudah running,” ujarnya.
John Wempi menyebut ASN dan pejabat di OPD yang ditugaskan di tiga provinsi baru itu berasal dari kabupaten/kota di provinsi induk serta bantuan personel dari pemerintah pusat.
Untuk diketahui, ketiga penjabat gubernur baru ini memiliki pengalaman bekerja ataupun berdinas di daerah Papua. Penjabat Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo sebelumnya menjabat Rektor Universitas Cendarawasih. Ribka Haluk terakhir menjabat Penjabat Bupati Yalimo, Provinsi Papua. Adapun Nikolaus Kondomo sebelumnya menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Papua.
Bangun kepercayaan
Dihubungi secara terpisah, peneliti Papua dan pengajar di Sekolah Tinggi Intelijen Negara Stepi Anriani mengingatkan, para penjabat gubernur baru harus bisa memastikan hubungan pemerintahan pusat dan daerah berjalan dengan baik. Hal ini agar terbangun kepercayaan yang mendalam antarkeduanya.
”Pj gubernur baru harus bangun kepercayaan agar pemerintah pusat percaya dengan kemampuan pemerintah daerah mengelola anggaran. Kan, selama ini ada prejudice atau prasangka dana alokasi tidak digunakan dengan tepat, indikasi adanya korupsi atau penyimpangan. Pj gubernur harus jadi facilitative leader yang bisa mengakomodasi kepentingan pusat di Papua. Komunikasi pusat-daerah harus erat,” ujar Stepi.
Ia juga menyarankan pemerintahan di provinsi baru untuk membentuk tim khusus yang bisa memantau dan memberi masukan dalam implementasi program pembangunan serta pemerataan kesejahteraan. Oleh karena itu, pemerintah harus memilih birokrat seperti sekretaris daerah ataupun kepala dinas yang mumpuni di bidangnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman menambahkan, pemerintah pusat harus membantu pemerintah daerah, baik dari segi pengawasan maupun implementasi program. Bantuan ini penting mengingat proses pembentukan provinsi baru di Papua berbeda dengan provinsi lainnya.
”Di dalam revisi Undang-Undang Otonomi Khusus tahun 2021, pembentukan daerah baru ini tidak melewati masa persiapan tiga tahun, seperti yang diamanatkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah 2014. Daerah otonomi baru ini tidak ada masa persiapan, langsung definitif,” ucapnya.
Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu membentuk peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri sebagai pedoman pendampingan dan pengawasan terhadap tiga provinsi baru tersebut.
Mengenai pengelolaan anggaran otonomi khusus, pemerintah daerah diharapkan merangkul elemen masyarakat sipil agar lebih transaparan dan akuntabel. Selain itu, pemerintah pusat perlu memberikan pelatihan, khususnya mengenai literasi anggaran, agar pengelolaan dana bisa dilakukan dengan baik.
”Selama ini masukan dan kritik masyarakat Papua soal anggaran tidak dihiraukan. Sekarang mereka ini harus dirangkul. Dibuat mekanismenya agar pengawasan dana otsus melibatkan mereka,” tuturnya.