Farhat Abbas Cabut Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Ketua KPU RI
DKPP telah menerima surat dari Farhat Abbas, kuasa hukum Hasnaeni, yang intinya mencabut laporan dugaan pelanggaran etik oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari terkait dugaan pelecehan seksual.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Farhat Abbas, kuasa hukum Hasnaeni atau ”Wanita Emas”, Ketua Umum Partai Republik Satu, mencabut laporan dugaan pelanggaran etik berupa pelecehan seksual yang dilakukan Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari terhadap kliennya. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu juga mengonfirmasi telah menerima surat pencabutan laporan tersebut.
Surat pencabutan laporan dugaan pelanggaran etik itu dikirim Farhat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tertanggal 4 Januari 2023. Surat kemudian beredar luas di kalangan wartawan pada Jumat (6/1/2023).
Alasan pencabutan, menurut Farhat, adalah kliennya sudah membuat video permintaan maaf terhadap Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Dalam video itu, Hasnaeni mencabut keterangannya di video sebelumnya yang menyatakan pernah terjadi kekerasan seksual yang dilakukan Hasyim terhadapnya. Dia mengklarifikasi hubungannya dengan Hasyim Asy’ari bersifat profesional dan tak lebih dari itu.
”Video yang beredar menyatakan bahwa saya telah mengalami pelecehan seksual dan pemerkosaan yang dilakukan oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari, maka saya nyatakan bahwa hal itu tidak benar. Perkataan itu saya katakan karena kekesalan dan kekhilafan saya akibat saat ini saya mengalami sakit depresi,” ujar Hasnaeni di video yang viral di media sosial, akhir Desember lalu.
Melihat perkembangan terbaru itu, Farhat, yang sebelumnya telah melapor ke DKPP dengan laporan Nomor: 1/I-P/L-DKPP/2022, tidak akan melanjutkan laporannya. Farhat juga mengundurkan diri secara resmi sebagai kuasa hukum Hasnaeni. Dalam surat pengunduran diri, dijelaskan bahwa Farhat kesulitan bertemu dengan kliennya di tahanan Kejaksaan Agung. Komunikasi selama ini dilakukan melalui perantara suami siri Hasnaeni. Selain itu, beredar video yang bertolak belakang dengan apa yang sebelumnya disampaikan kliennya kepadanya.
”Karena saudari pernah mencabut kuasa dalam pendampingan hukum di Kejagung, ada kekhawatiran kuasa dicabut kembali dalam laporan ke DKPP. Untuk menghindari hal-hal yang merugikan saudari dan kami, kami menyatakan mengundurkan diri sejak tanggal 5 Januari 2023,” tulis Farhat di surat pengunduran dirinya.
Terkait dengan surat pencabutan laporan itu, anggota DKPP M Tio Aliansyah mengatakan, DKPP telah menerima surat tersebut melalui bagian pengaduan pada Jumat (6/1/2023). Selanjutnya, DKPP akan melakukan verifikasi ulang dan menuangkan keputusannya dalam berita acara. Karena aduan telah dicabut, DKPP tidak bisa menyidangkan perkara tersebut.
”Sudah kami terima melalui bagian pengaduan,” katanya.
Kuasa hukum koalisi masyarakat sipil kawal pemilu bersih mempertanyakan lambatnya proses pengaduan dugaan pelanggaran etik verifikasi faktual dari yang sebelumnya tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS).
Pada 21 Desember 2022, Ibnu Syamsu Hidayat dari Themis Indonesia Law Firm dan Airlangga Julio dari AMAR Law Firm and Public Interest Law Office telah mengadukan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu dan telah diterima dengan Nomor 07/21/SET-02/XII/2022.
Komisioner KPU RI, komisioner KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota disebut telah diduga melakukan, menyuruh melakukan, dan atau turut serta melakukan perubahan berita acara hasil verifikasi faktual partai yang sebelumnya tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS).
Sampai dengan 11 hari laporan diadukan ke DKPP, kuasa hukum belum mendapatkan informasi atau pemberitahuan mengenai perkembangan laporan itu. Airlangga Julio menilai, DKPP lambat dalam memeriksa laporan tersebut. Hal itu bertentangan dengan Pasal 2 Ayat (1) Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang menyatakan bahwa persidangan kode etik diselenggarakan dengan prinsip cepat, terbuka, dan sederhana.
Selain itu, juga dianggap bertentangan dengan Pasal 13 Ayat (8) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu tentang pemberitahuan hasil verifikasi administrasi disampaikan secara tertulis oleh DKPP kepada pengadu dan atau pelapor paling lama lima hari setelah pengaduan dan atau laporan dilakukan verifikasi administrasi.
”Artinya, dalam waktu lima hari setelah pengaduan itu, DKPP sudah selesai melakukan verifikasi administrasi. Seharusnya, tidak ada alasan bahwa pengaduan masih dalam tahap antrean verifikasi administrasi,” kata Airlangga.
Anggota DKPP, M Tio Aliansyah, mengonfirmasi, semua aduan ditangani sesuai prosedur. Namun, karena banyaknya pengaduan yang masuk, laporan harus diproses bergilir sesuai tanggal pengaduan masuk. Semua laporan melalui tahapan verifikasi administrasi dan verifikasi materiil. Jika sudah memenuhi syarat dan unsurnya, baru akan diberi nomor register perkara untuk dijadwalkan dalam sidang pemeriksaan.