Memasuki Tahun Politik, Jaksa Agung Peringatkan Jajarannya untuk Netral
”Untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional dan imparsial, maka mutlak bagi jaksa untuk tetap menjaga netralitasnya dalam konstelasi pemilihan umum,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta jajaran kejaksaan agar menjaga netralitas dalam konstelasi Pemilihan Umum 2024. Jika menemukan ada indikasi penyelewengan, Jaksa Agung memastikan akan mengevaluasi yang bersangkutan.
Peringatan tersebut disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Rapat Kerja Nasional Kejaksaan tahun 2023, Rabu (4/1/2023). Rakernas yang diselenggarakan pada 4-6 Januari 2023 tersebut diikuti para pejabat Kejaksaan Agung serta diikuti pula para kepala kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri se-Indonesia secara daring.
Dalam amanatnya, Burhanuddin menyinggung bahwa tahun 2023 merupakan tahun politik. Oleh karena itu, eskalasi politik disebutnya sudah mulai terasa sejak saat ini. ”Untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional dan imparsial, maka mutlak bagi jaksa untuk tetap menjaga netralitasnya dalam konstelasi pemilihan umum,” kata Burhanuddin.
Untuk itu, kata Burhanuddin, ia memerintahkan para pimpinan satuan kerja agar melakukan pengawasan melekat untuk memastikan netaralitas jaksa yang dapat memengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya. Burhanuddin juga memastikan jika ditemukan indikasi perbuatan yang memengaruhi netralitas jaksa, ia akan mengevaluasi yang bersangkutan.
Terkait dengan pemilihan umum, kata Burhanuddin, kejaksaan akan mengambil bagian dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilihan Umum. ”Kejaksaan merupakan lembaga yang mampu diberikan suatu kepercayaan terhadap pelaksanaan tugas, fungsi, maupun kewenangannya secara konsisten dan terukur,” ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menambahkan, terkait dengan pemilu, Jaksa Agung telah memerintahkan para kepala kejaksaan tinggi dan kepala kejaksaan negeri untuk membangun posko pemilu. Saat ini, sebanyak 543 posko pemilu telah dibentuk di tingkat pusat, provinsi, serta kota dan kabupaten.
Secara terpisah, anggota Komisi Kejaksaan, Bhatara Ibnu Reza, berpandangan, netralitas yang dikatakan Jaksa Agung mesti diletakkan dalam konteks kejaksaan menjadi bagian dalam Sentra Gakkumdu Pemilu. Di situ, seorang jaksa akan menjadi penuntut jika terjadi pelanggaran pemilu.
”Sebagaimana aparat penegak hukum lainnya, jaksa harus tidak turut serta dalam dukung mendukung partai tertentu. Jika terjadi pelanggaran pemilu sementara seorang jaksa menjadi simpatisan, ini akan menjadi masalah karena dia tidak akan bisa menjalankan tugas secara profesional,” kata Bhatara.
Namun, menurut Bhatara, menjadi netral saja tidak cukup. Ia berharap agar dalam pemilu mendatang, jajaran kejaksaan dapat bersikap independen dan imparsial. Meskipun seorang jaksa memiliki hak untuk memilih, dia harus mampu memisahkan antara hak tersebut dan tanggung jawabnya sebagai jaksa. Dengan demikian, ketika terjadi pelanggaran pemilu, ia memilih untuk menjalankan tugasnya secara profesional.
Penegakan hukum humanis
Dalam rakernas tersebut, Burhanuddin juga mengingatkan jajarannya untuk melakukan penegakan hukum yang humanis. Untuk itu, ia meminta agar penegakan hukum dilakukan dengan memperhatikan keadan sekitarnya, serta memahami hal yang dibutuhkan masyarakat secara proporsional.
Terkait dengan hal itu, Burhanuddin menyampaikan bahwa penegakan hukum berperan penting dalam perekonomian. Sebab, jika penegakan hukum dilaksanakan secara efektif, menurut dia, pembangunan ekonomi juga akan mudah dilaksanakan.
”Namun, jika hukum tidak memiliki efektivitas dalam penerapannya, dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi,” kata Burhanuddin.
Dalam Rakernas Kejaksaan tersebut, akan dibahas antisipasi kejaksaan setelah pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, finalisasi Rancangan Peraturan Presiden tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja, serta persiapan kepindahan ke Ibu Kota Negara Baru (IKN). Hal tersebut akan dibahas pada setiap kelompok kerja yang sudah dibentuk.