Putri Candrawathi, Antara Auktor Intelektualis dan Korban Kekerasan Seksual
Dugaan terjadinya pelecehan seksual pada Putri Candrawathi terus disuarakan di ruang sidang meski tak ada bukti pendukung. Muncul penilaian bahwa hal itu terus disuarakan sebagai upaya meringankan hukuman.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
Dugaan terjadinya pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, di Magelang, Jawa Tengah, terus disuarakan di ruang sidang. Peristiwa yang disebut terjadi pada 7 Juli 2022, atau sehari sebelum Nofriansyah dibunuh, seolah menjadi alasan penembakan Nofriansyah, sedangkan Putri yang merupakan istri dari Ferdy Sambo hanyalah korban.
Dalam persidangan, Senin (19/12/2022), ahli kriminologi dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Mustofa, mengatakan, dugaan pelecehan seksual tersebut tidak cukup bukti. Sementara Putri menyatakan, saksi ahli itu tak memahami perasaannya sebagai seorang perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual.
Kenyataannya, dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah, Putri tak didudukkan sebagai korban, tetapi sebagai terdakwa bersama empat terdakwa lainnya. Bahkan, dalam kesaksian terdakwa penembak Nofriansyah, Richard Eliezer, Putri ada di ruangan saat Sambo memerintahkannya menembak Nofriansyah.
Meski demikian, penasihat hukum Sambo dan Putri, Rasamala Aritonang, mengatakan, dari persidangan terdapat petunjuk terjadinya pelecehan seksual di Magelang sebagaimana diungkapkan saksi Susi (asisten rumah tangga keluarga Sambo) dan Kuat Ma’ruf (sopir keluarga Sambo). Rasamala pun menampik bahwa Putri berperan dalam pembunuhan Nofriansyah, terlebih jika disebut sebagai dalang.
”Dari bukti dan fakta di persidangan, sebenarnya tidak tampak kontribusi Bu Putri dalam peristiwa tersebut. Hari ini ada keterangan dari ahli psikologi forensik bahwa keterangan yang disampaikan Bu Putri terkait peristiwa tanggal 7 Juli itu kredibel,” kata Rasamala dalam acara Satu Meja ”The Forum” bertajuk ”Siapa Otak di Balik Pembunuhan Yosua?”, yang disiarkan Kompas TV, Rabu (21/12/2022) malam.
Dalam diskusi yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu, hadir pula sebagai narasumber adalah pakar hukum pidana Jamin Ginting; Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo; serta kriminolog UI, Iqrak Sulhin.
Rasamala mengklaim, dari fakta persidangan terungkap bahwa peran Putri adalah melaporkan adanya peristiwa pada 7 Juli kepada Sambo melalui sambungan telepon, kemudian membeberkan peristiwa tersebut secara lebih detail kepada sang suami pada keesokan harinya atau sesampainya dia di rumah Sambo, di Saguling, Jakarta. Kemudian, Putri pergi ke rumah dinas Sambo sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, di Duren Tiga, Jakarta, hingga terjadi peristiwa penembakan terhadap Nofriansyah.
Iqrak sependapat bahwa Putri mengalami pelecehan seksual. Hal itu yang dinilainya menjadi motif bagi Sambo untuk menghabisi Nofriansyah. Terkait tidak adanya bukti pelecehan seksual atau visum et repertum, menurut Iqrak, hal itu sudah kerap terjadi pada kasus-kasus kekerasan seksual.
Menurut Hasto, Putri sempat minta perlindungan kepada LPSK karena menjadi korban kekerasan seksual. Namun, meski surat permohonan Putri sudah dilayangkan, pihak LPSK tak bisa melakukan investigasi atau asesmen secara layak terhadap peristiwa yang dilaporkan Putri.
Setelah kasus pembunuhan Nofriansyah bergulir di persidangan, Hasto masih kesulitan menangkap kebenaran terkait kekerasan seksual pada Putri. Sebab, semua barang bukti terkait, seperti kamera pemantau, tidak ada. Selain itu, lokasi tempat terjadinya dugaan kekerasan seksual berubah-ubah. Semula sempat disebut terjadi di Duren Tiga sebelum kemudian diubah di Magelang.
Karena itu, Hasto tak sependapat bahwa Putri merupakan korban pelecehan seksual. Ia pun menyayangkan persidangan menggali dugaan kekerasan seksual itu. Sebab, bukan tidak mungkin terdapat motif atau peristiwa lain selain dugaan kekerasan seksual. ”Soalnya, kekerasan seksual ini, kan, yang paling gampang ditepis karena bukti-bukti itu tidak ada. Dan, kemudian, kalau itu menjadi keyakinan hakim barangkali bisa meringankan (hukuman),” ujarnya.
Jamin menengarai hal yang sama. Pelecehan seksual dimunculkan sebagai motif oleh penasihat hukum sehingga Putri hendak ditempatkan sebagai korban. Tujuannya meringankan hukumannya, bukan untuk menghapus perbuatan pidananya. Dugaan tersebut muncul karena jika memang terjadi kekerasan seksual pada Putri, seharusnya dibuktikan dengan visum et repertum.
Hakim pun dilihatnya tidak yakin dengan adanya kekerasan seksual pada Putri. Majelis hakim justru terlihat meyakini keterlibatan Putri dalam kasus pembunuhan Nofriansyah.
Selain itu, kalau kekerasan seksual dijadikan motif, niat jahat justru bisa muncul dari Putri yang menginginkan agar Nofriansyah dihukum. Namun, karena Putri tidak memiliki kuasa terhadap Nofriansyah, Putri meminta bantuan suaminya.
”Niat jahat itu muncul pada saat di Saguling yang disampaikan Ferdy Sambo berdasarkan keterangan masing-masing (saksi di sidang),” kata Jamin.
Pembunuhan Nofriansyah tidak bisa diingkari. Namun, sejauh mana hal itu direncanakan dan siapa yang menjadi dalangnya masih menjadi tanda tanya.