Pemerintah Dorong Kolaborasi demi Penghapusan Kemiskinan Ekstrem
Indonesia menjadi negara kedua tercepat setelah China yang berhasil menurunkan banyak indikator kemiskinan multidimensi. Pemerintah Indonesia disarankan untuk mengembangkan Indeks Kemiskinan Multidimensi Nasional.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan atau TNP2K bersama Indonesia Bureau of Economic Research menggelar diskusi bersama akademisi membahas program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Upaya secara ”keroyokan” dari berbagai pihak, termasuk akademisi, dibutuhkan agar target untuk menghapus kemiskinan ekstrem yang pada saat ini masih berada di angka 2,04 persen bisa tercapai.
”Wapres selaku Ketua TNP2K selalu menyatakan di beberapa kesempatan bahwa penghapusan kemiskinan ekstrem ini harus dilakukan melalui upaya kolaborasi, sinergi, juga konvergensi yang melibatkan berbagai pihak yang kita kenal dengan nama kemitraan pentahelix,” ujar Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden (Wapres) Suprayoga Hadi dalam sambutannya, Kamis (15/12/2022).
Pentahelix merupakan model kerja sama yang melibatkan lima aktor, yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah, badan usaha, perguruan tinggi, masyarakat sipil, dan media. Suprayoga yang juga menjabat Sekretaris Eksekutif TNP2K menegaskan bahwa diskusi hari itu menjadi penting dan mendesak karena pemerintah hanya memiliki tenggat dua tahun untuk mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem pada 2024.
Wapres selaku Ketua TNP2K selalu menyatakan di beberapa kesempatan bahwa penghapusan kemiskinan ekstrem ini harus dilakukan melalui upaya kolaborasi, sinergi, juga konvergensi yang melibatkan berbagai pihak yang kita kenal dengan nama kemitraan pentahelix.
Diskusi bertajuk ”Menuju Nol Persen Kemiskinan Ekstrem di Indonesia: Tantangan, Kebijakan, dan Solusi untuk Pertumbuhan Inklusif di Indonesia” yang digelar secara daring dan luring di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat, ini melibatkan sejumlah akademisi dan peneliti dari dalam dan luar negeri. Untuk pembicara dari luar negeri, TNP2K mengundang antara lain Profesor Rema Hanna dari Harvard University dan Profesor Sabina Alkire dari Oxford University.
Dalam sambutannya, Suprayoga mengatakan, penghapusan kemiskinan ekstrem merupakan perintah langsung Presiden Joko Widodo seperti yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang terbit pada bulan Juni 2022. TNP2K sudah menjadi think-tank untuk penanggulangan kemiskinan selama 12 tahun terakhir.
”Semakin banyak kolaborasi dan konvergensi yang dilakukan oleh pemerintah dan pelaku nonpemerintah akan mempunyai imbas atau mendapatkan dampak positif pada pencapaian target kecepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia,” ucapnya.
Dalam sesi paparan dan diskusi yang dipandu moderator ekonom Chatib Basri, pakar ekonomi Harvard University Profesor Rema Hanna yakin bahwa Pemerintah Indonesia dapat mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem pada 2024. ”Instrumen dalam penelitian dapat digunakan terutama untuk memperoleh informasi yang nantinya digunakan para pembuat kebijakan dan program mengambil langkah tepat,” ujar Rema yang hadir secara daring.
Profesor Rema menyampaikan, selain akademisi, jajaran Pemerintah Indonesia juga dapat melakukan evaluasi program yang telah dilakukan sebagai upaya menghapus kemiskinan ekstrem. ”Mengevaluasi program-program dan kebijakan, terutama (program) memiliki dampak kepada masyarakat, jadi kita tahu program dan kebijakan yang kita punya telah berjalan dengan baik,” ucapnya.
Rema mencontohkan, Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah dijalankan memiliki cara unik dan menarik untuk membantu mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem di Indonesia. PKH yang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan sudah tepat dilakukan dengan cara bertahap dengan nilai berkisar 10-15 persen kebutuhan dasar keluarga.
Mengevaluasi program-program dan kebijakan, terutama (program) memiliki dampak kepada masyarakat, jadi kita tahu program dan kebijakan yang kita punya telah berjalan dengan baik.
”PKH adalah bentuk investasi, tetapi bertahap. Uniknya, pemerintah tidak memberikan langsung seluruh uang, tetapi diberikan berjenjang dengan nilai yang bertambah dari pemberian awal hingga akhir sehingga bagus dalam membuat perubahan dalam masyarakat,” tutur Rema.
Transparansi data
Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan proses pengambilan keputusan dengan mengacu pada penelitian para akademisi yang meningkatkan dampak positif nyata terhadap masyarakat. Profesor Rema juga mengingatkan transparansi data. Transparansi data adalah tantangan besar yang perlu dihadapi Pemerintah Indonesia agar dapat lebih baik memilih kebijakan tepat.
”Data yang terbuka dan transparan dapat diakses semua pihak agar situasi dapat dipahami melalui data yang akurat sehingga dampaknya terhadap masyarakat miskin dan kemiskinan dalam berbagai bentuknya sampai memecahkan masalah tersebut dapat diambil,” ungkapnya.
Data yang terbuka dan transparan dapat diakses semua pihak agar situasi dapat dipahami melalui data yang akurat sehingga dampaknya terhadap masyarakat miskin dan kemiskinan dalam berbagai bentuknya sampai memecahkan masalah tersebut dapat diambil.
Rema mengingatkan, hasil penelitian dari para akademisi penting untuk diperhatikan para pembuat kebijakan. ”Yang terpenting lagi menurut saya, debat para akademisi sebaiknya tidak terfokus pada satu langkah obyektif, tetapi juga tentang beberapa strategi untuk membawa isu kemiskinan ekstrem sehingga nantinya dapat memitigasi risiko agar Indonesia tidak lagi kembali meningkat kemiskinannya,” ujarnya.
Pakar ekonomi Universitas Oxford, Profesor Sabina Alkire, yang hadir secara daring, menyarankan agar Pemerintah Indonesia menggunakan Indeks Kemiskinan Multidimensi Global atau Global Multidimensional Poverty Index (MPI). Hal ini sebagai alat ukur untuk menilai keberhasilan penghapusan kemiskinan ekstrem secara komprehensif.
Penghapusan kemiskinan ekstrem merupakan isu global. Pada tahun 2030, telah ditetapkan PBB melalui SDGs bahwa kemiskinan ekstrem di setiap belahan dunia harus dihapuskan. Indonesia perlu memiliki andil global pada isu ini dengan mengambil pendekatan, strategi, dan cara pandang global dalam mengatasi tantangan domestik maupun global.
Ini membuat Indonesia menjadi negara kedua tercepat setelah China yang berhasil menurunkan banyak indikator kemiskinan multidimensi.
Global MPI menawarkan referensi global terkait penghapusan kemiskinan ekstrem, pemilahan data yang beragam, dan metodologi terbaru setiap tahunnya mengacu pada tren global. Profesor Sabina yang juga menjabat Director of the Oxford Poverty and Human Development Initiative (OPHI) mengungkapkan, mengacu pada Global MPI 2012-2017, Indonesia berhasil mengangkat 8 juta penduduk dari garis kemiskinan dalam rentang waktu yang cukup singkat, yakni 5 tahun.
Sejumlah indikator MPI di antaranya kebutuhan atas kecukupan nutrisi, pemenuhan pendidikan dasar, akses listrik hingga sanitasi menunjukkan penurunan yang signifikan. ”Ini membuat Indonesia menjadi negara kedua tercepat setelah China yang berhasil menurunkan banyak indikator kemiskinan multidimensi,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia disarankan untuk mengembangkan Indeks Kemiskinan Multidimensi Nasional. Menurut dia, hal pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah menggunakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang selalu diperbarui setiap tahun. Kedua, diperlukan komunikasi yang ekstensif dengan pemerintah saerah dalam mendesain dan mengomunikasikan kebijakan terkait penghapusan kemiskinan ekstrem.
”Terakhir, mengintegrasikan MPI dengan gugus data yang dimiliki oleh masing-masing kementerian/lembaga terkait serta melibatkan mereka dan aktor terkait lainnya dalam proses penyusunan indeks kemiskinan nasional agar penerapannya sebagai kebijakan dapat dimengerti dengan baik oleh semua pihak,” ucap Sabina.