Enam Tahun, Tim Saber Pungli Perlu Dievaluasi Kembali
Selama enam tahun sejak 2016, Satuan Tugas Saber Pungli menerima 38.079 pengaduan publik. Dalam kurun waktu itu, Saber Pungli juga amankan barang bukti senilai Rp 22,2 miliar. Karena itu, tim tersebut perlu dievaluasi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama enam tahun pada 2016-2022, Satuan Tugas Saber Pungli menerima 38.079 pengaduan dari masyarakat. Jumlah ini hanya meningkat 716 kasus dari jumlah laporan pada 2019 sebanyak 37.363 laporan. Dalam kurun waktu tersebut, Saber Pungli juga mengamankan barang bukti senilai Rp 22,2 miliar.
Kepala Satgas Saber Pungli Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto dalam acara Rapat Kerja Nasional 2022 Satgas Saber Pungli, di Jakarta, Selasa (13/12/2022), mengungkapkan, pada 26 Oktober 2016-30 November 2022, Satgas menerima 38.079 laporan atau aduan masyarakat. Dari laporan tersebut, 76.523 orang dijadikan tersangka dalam penindakan hukum atau operasi tangkap tangan (OTT). Adapun barang bukti yang disita senilai Rp 22,2 miliar.
Sementara dari data Kemenko Polhukam pada 2019, Satgas Pungli menerima 37.363 laporan atau aduan masyarakat. Mereka juga melakukan 25.123 OTT dengan jumlah tersangka sebanyak 38.064 orang.
Saber Pungli dibentuk sejak 2016. Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden tentang payung hukum Saber Pungli. Saber Pungli kemudian mengawal sejumlah program pemerintah mulai dari peningkatan jaminan kesehatan, subsidi, hingga penyesuaian harga BBM. Tim Saber Pungli mengawal program itu agar tepat sasaran serta meminimalkan segala bentuk rintangan, seperti pungli dan korupsi.
”Pungli telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, dan efisien untuk menimbulkan efek jera,” kata Komjen Agung yang juga menjabat sebagai Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri.
Pungli telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, dan efisien untuk menimbulkan efek jera.
Selain merusak sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, pungli juga membuat tingginya biaya pelayanan publik oleh masyarakat. Jika biaya pelayanan publik tinggi, menurut Agung, efeknya juga bisa menghambat pembangunan dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Karena berdampak terhadap segala aspek kehidupan dan perekonomian, upaya pemberantasannya harus diikuti komitmen kuat dari semua pihak. Dia juga menyebut bahwa dibutuhkan integrasi sistem supaya Saber Pungli tidak berfokus pada penindakan semata. Pengawasan harus diperbaiki. Inovasi juga dibutuhkan untuk meningkatkan program pencegahan pungli di berbagai instansi pemerintah.
”Kami membuat program kota tanpa pungli sebagai strategi preventif di tingkat kabupaten, kota, dan provinsi. Dari instansi lain juga ada zona integritas dan wilayah bebas korupsi yang diinisiasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,” ucapnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menambahkan, jika melihat pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK), skor Indonesia pada tahun ini sedikit membaik. Pada 2020, skor IPK sempat turun karena pada saat itu ada ribut-ribut soal perubahan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Skor Indonesia pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2021 tercatat di angka 38, naik dibandingkan dengan IPK 2020 yang mencapai 37. IPK 2021 dirilis pada awal 2022. Adapun skor pada 2020 turun dari IPK 2019 yang mencapai 40. Dari skala 0-100, makin tinggi skor satu negara, semakin dipersepsikan bebas korupsi negara itu. IPK merupakan komposit dari sejumlah indeks lain.
Kalau ada kekurangan akan diperbaiki. Makanya rakernas ini untuk akselerasi atau percepatan terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi. Sekarang, tugas Saber Pungli tidak lagi sederhana. Dulu, idenya memberantas pungutan uang kecil-kecil atau front office berbagai kantor pelayanan publik. Tim harus lebih canggih lagi dalam melacak.
”Kalau ada kekurangan akan diperbaiki. Makanya rakernas ini untuk akselerasi atau percepatan terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi. Sekarang, tugas Saber Pungli tidak lagi sederhana. Dulu, idenya memberantas pungutan uang kecil-kecil atau front office berbagai kantor pelayanan publik. Tim harus lebih canggih lagi dalam melacak,” katanya.
Seperti pemadam kebakaran
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan, selama ini kecenderungan kinerja tim Saber Pungli seperti tim pemadam kebakaran yang memadamkan percikan-percikan api kecil. Tim muncul pada saat ada kasus yang menyita perhatian publik.
Namun, setelah itu, keberadaan mereka nyaris tidak diketahui oleh masyarakat. Jika keberadaan mereka diketahui masyarakat umum, seharusnya baik dari kuantitas maupun kualitas pelaporan angkanya bisa meningkat.
Dia menyebut bahwa tujuan utama pembentukan tim Saber Pungli memang untuk menangani petty corruption atau korupsi kecil-kecilan yang biasanya terkait dengan pelayanan publik.
Korupsi kecil-kecilan di sektor pelayanan publik harus diberantas karena dapat memengaruhi skor pada IPK. Pungli berdampak pada biaya politik tinggi yang menciptakan persepsi buruk bagi perizinan dan pelayanan publik di Indonesia.
Selama ini, kinerja Saber Pungli relatif reaktif. Mereka kurang memiliki perencanaan jelas dengan prioritas, misalnya untuk membersihkan area pelayanan publik yang dianggap strategis. Kalau diilustrasikan mirip semacam pemadam api dengan percikan-percikan api kecil.
”Selama ini kinerja Saber Pungli relatif reaktif. Mereka kurang memiliki perencanaan jelas dengan prioritas, misalnya, untuk membersihkan area pelayanan publik yang dianggap strategis. Kalau diilustrasikan mirip semacam pemadam api dengan percikan-percikan api kecil,” ungkapnya.
Zaenur menyarankan agar Saber Pungli membuat program perencanaan prioritas yang jelas untuk membersihkan suatu area yang dianggap strategis. Program harus diikuti dengan program pencegahan untuk mengubah sistem. Dengan demikian, pungli bisa sepenuhnya hilang pasca-penindakan.
”Tim Saber Pungli juga harus memastikan agar kejadian itu tidak terulang di masa depan. Mereka harus juga memperbaiki sistem sehingga ada upaya pencegahan yang memastikan pungli tidak ada di kemudian hari,” ungkapnya.
Dia mengakui bahwa jika dilihat dari nominal yang berhasil disita selama enam tahun, total uang pungli masih relatif kecil. Ini juga bisa dipertanyakan dari sisi efektivitas penindakan pada korupsi kecil-kecilan itu. Karena sudah berumur cukup lama, kinerja Tim Saber Pungli harus dievaluasi.
Mereka harus memiliki perencanaan yang matang sehingga kinerja mereka setiap tahun bisa dibanggakan. Perencanaan itu bisa diambil dari Indeks Persepsi Anti Korupsi (IPAK) yang dirilis Badan Pusat Statistik setiap tahun. Dari data itu, bisa diprioritaskan area rawan yang bisa diintervensi dengan kehadiran tim. Masyarakat juga perlu diyakinkan bahwa aduan yang mereka sampaikan akan ditindaklanjuti dan keamanan mereka dijamin.
”Integrasikan Saber Pungli dengan perbaikan program pencegahan. Bisa dengan cara bekerja sama dengan Deputi Penindakan di KPK. Agar penindakan tidak berhenti pada proses hukum, tetapi juga ada perbaikan sistem,” lanjutnya. (DEA)