Seragam Lapangan TNI Desain Jenderal Andika
Pasukan Garuda yang diberangkatkan ke Lebanon untuk misi perdamaian, 1 Desember lalu, mengenakan seragam baru. Dukungan perlengkapan akan membuat semangat prajurit meningkat.
Ada yang berbeda saat Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf TNI AL Laksamana Yudo Margono melepas Satuan Tugas Maritime Task Force TNI Konga XXVIII-N/UNIFIL (United Nation Interim Force in Lebanon) 2022, Kamis (1/12/2022). Seragam seluruh anggota satuan tugas terlihat keren, mulai dari kacamata hitam, sepatu, sampai seragam.
Konga atau Kontingen Garuda adalah bagian dari diplomasi militer RI di luar negeri. Prosesnya timbal balik, tidak saja Indonesia hadir untuk mewujudkan perdamaian dunia di berbagai wilayah konflik, tetapi, para prajurit TNI yang terpilih untuk ikut juga mendapat pengalaman internasional. Tidak lupa tentunya oleh-oleh honor berstandar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dibawa pulang untuk keluarga.
Indonesia pertama kali menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB, tahun 1957. Pada 2010, untuk pertama kalinya Indonesia bergabung dalam UNIFIL Maritime Task Force (MTF) di Lebanon. Gugus tugas UNIFIL MTF ini bertugas membantu Angkatan Laut Lebanon mengawasi laut teritorial, menjaga garis pantai dan terutama mencegah penyelundupan senjata. Untuk itu, Kontingen Garuda ini bisa memanggil kapal yang lewat dan melakukan inspeksi. Total telah ada 15 negara yang berpartisipasi dalam satgas ini.
KRI Frans Kaisiepo-368 kembali bertugas yang sebelumnya telah ikut UNIFIL MTF pada 2010 dan 2014. Tahun 2022 ini adalah kali ke-14 TNI ikut dalam MTF. ”Tadinya kita mau mundur karena biaya operasi tidak sebanding dengan dukungan PBB yang standarnya kapal kecil. Padahal, KRI kita kan light frigate. Kami jelaskan ke PBB. Semua negara MTF lain juga meminta Indonesia tetap ikut. Akhirnya kita dapat dukungan PBB yang lebih besar,” kata Andika.
Baca Juga: Emban Misi Perdamaian Dunia, Satgas Maritim Task Force TNI AL Bertolak ke Timur Tengah
Satgas yang dipimpin oleh Letkol Laut (P) John David Nalasakti Sondakh ini akan melaksanakan misi perdamaian dunia selama satu tahun.
Selain melaksanakan tugas diplomasi militer, di wilayah misi nantinya, Satgas MTF TNI Konga XXVIII-N akan melaksanakan kegiatan lain, seperti Maritime Interdiction Operation (MIO) dengan melaksanakan pengawasan maritim di Area of Maritime Operation (AMO), melaksanakan pelatihan guna meningkatkan kemampuan Lebanese Armed Force Navy (LAF-Navy) sehingga mampu menjaga wilayah laut teritorial secara mandiri, melaksanakan hailing seluruh kapal yang akan masuk/keluar perairan teritorial, melaksanakan boarding dan inspection bila ada kapal asing yang dicurigai, serta bertugas melaporkan kontak udara dari luar/dalam wilayah AMO.
Jangan tanggung-tanggung
Tampil di ajang internasional, Indonesia tentunya tidak boleh tanggung-tanggung. Yudo menjelaskan, KRI Frans Kaisiepo-368 dalam kondisi siap tempur. Sementara, Andika memaparkan, KRI FKO-368 dilengkapi dengan dua peluncur rudal Exocet, Torpedo MK44, sedangkan untuk pertahanan udara ada senjata kaliber 30 mm dan Meriam 76 mm. Kontingen juga punya satu helikopter Panther untuk berbagai misi, mulai dari pengintaian hingga transpor.
Tidak saja persenjataan, seluruh anggota Satgas terlihat keren dengan seragam yang baru. Andika mengatakan, tujuan dari seragam pakaian dinas lapangan (PDL) yang baru itu agar saat beroperasi, prajurit yang tergabung dalam satgas menyatu dengan lingkungannya. Seragam PDL untuk Kontingen Garuda itu tidak saja untuk misi di Lebanon, tetapi juga di wilayah lain, seperti Kongo. ”Tidak semua daerah operasinya berupa padang pasir, kayak di film Scorpion atau The Mummy justru banyak kotanya apalagi di Afrika, banyak pohonnya,” katanya.
Andika terlihat bangga dengan seragam Kontingen Garuda itu. Rupanya, ia sendiri yang memantau ketat pembuatan seragam ini. Mulai dari ide, perencanaan, hingga memastikan eksekusinya tepat. ”Setiap ketemu selalu deg-degan. Bukan takut karena tentara, tapi takut kalau kita tidak memenuhi standarnya,” kata Alexander, Kepala Marketing PT Aggiomultimex Internasional.
Alexander sepuluh kali bolak-balik bertemu Andika untuk memastikan desain dan pembuatan sepatunya benar-benar sudah diterima. Ketika ia mengatakan, sepatu itu tahan gesekan dengan batu, Andika benar-benar mengambil batu yang besar dan kasar untuk digesek-gesek ke permukaan sepatu itu.
Kurnia, Kepala Marketing PT Panca Prima Maju Bersama yang membuat seragam PDL, juga punya cerita yang mirip. Lebih dari sepuluh kali ia bertemu Andika yang memeriksa warna, saku, hingga jahitan. ”Pukul tujuh pagi saya ke rumah Pak Andika untuk presentasi. Pernah juga ada PM di rumahnya yang disuruh berdiri di bawah pohon untuk memastikan beneran gak kamuflasenya bagus,” cerita Kurnia.
Kurnia mengatakan, pada dasarnya desain mengikuti permintaan Andika. Beberapa kali warna coklatnya dianggap terlalu tua. Kali lain, Andika meminta ada modifikasi dari saku yang miring, seperti seragam tentara AS. Itu pun sempat ada perbaikan karena sudut kemiringan saku dianggap kurang.
Baca Juga: ”Ayo Mas Yudo, Temani Saya”
Kurnia mengatakan, seragam yang seluruhnya dibuat di dalam negeri itu menjadi tantangan untuk perusahaannya. Salah satu inovasi adalah materi kain yang digunakan. Biasanya seragam lapangan TNI menggunakan bahan katun poliester. Kini ada spandex yang dicampur sehingga bahan seragam jadi lebih fleksibel karena bisa direnggangkan. Seragam juga jadi lebih sejuk, walau dipakai di cuaca panas.
Dari sisi harga, karena dibuat di dalam negeri, jadi lebih murah. Kurnia mencontohkan, kaus under-armor yang biasanya dipakai sebelum seragam lapangan. Untuk spesifikasi yang sama, harga kaus impor antara Rp 900.000 dan Rp 1.000.000 bisa ditekan hingga harganya hanya Rp 100.000. ”Selama ini kami copy-paste desain dan bahan yang ada sebelumnya. Tapi, kami diminta untuk berinovasi. Beberapa bahan baku, seperti benang, memang masih impor, tapi desain sampai pabriknya ada di Semarang,” kata Kurnia
Untuk sepatu, Alexander bercerita kalau di awal pihaknya membawa berbagai warna atau model. Mereka lalu membuat berbagai modifikasi untuk outsole (bagian sol terbawah), midsole, upper, elastic rubber, dan yang sering diceritakan prajurit TNI adalah bagian quick release dan karet elastis yang membuat sepatu antislip. Berbagai lapisan membran di sepatu itu membuat sepatu itu waterproof yang kualifikasinya lebih tinggi dari water resistant dan water repellent.
”Tinggi sepatu 8 inci, jadi kalau lumpur 15 sentimeter, ya tidak tembus. Ini teknologi yang kami adopsi dari sepatu ski yang pernah kami impor ke Norwegia,” kata Alexander.
”Waktu ketemu Pak Andika, beliau minta sepatu yang punya teknologi terakhir yang bisa diaplikasikan dan sesuai dengan iklim di kita dan daerah operasi,” kata Alexander. Untuk itu, ada beberapa perbaikan yang dilakukan dari sepatu yang telah ada sebelumnya. Misalnya, outsole dibuat lebih radial dan ada hak, serta dibagian jempol ada lekukan yang permukannya kasar untuk kebutuhan fast ropping, atau meluncur dengan tali agar mendarat dengan aman dan lebih nyaman.
Para prajurit yang tergabung dalam Satgas menyatakan, seragam yang menurut mereka keren ini juga membuat mereka selama bertugas lebih percaya diri. Kapten (Lek) Bayu Sigit Wijayanto mengatakan, ia sudah pernah bertugas dalam MTF tahun 2021. Menurut dia, seragam yang ada sekarang lebih nyaman dan ringan, walau bahannya terasa tebal. Ia juga senang karena motif dan bahannya mirip dengan yang digunakan AL AS. Dalam tugasnya ini, Sigit membawa tiga pasang PDL gurun yang baru, tiga pasang PDL TNI yang hijau dan dua pasang baju tempur.
”Bahan PDL nya lebih enak buat gerak dan sepatu rasanya lebih menggigit, pas gitu,” katanya.
Kapten Tek Topo Agus Wibowo lebih panjang bercerita tentang sepatunya. Ia mengatakan, solnya terasa sangat berbeda, dan tidak perlu lagi mengikat tali sepatu karena, menurut dia, ada ”senarnya”, yang rupanya adalah quick release. Sepatu itu membuatnya tidak saja merasa aman, tetapi juga gagah. Seragam lapangan PDL juga, menurut dia lebih modern, celana sudah ada karetnya, padahal biasanya dia harus pasang karet sendiri.
Sederhana tapi penting
Rincian urusan seragam TNI yang ikut misi PBB ini terasa sederhana. Akan tetapi, ada beberapa hal penting yang menjadi akibat dari kesederhanaan itu. Alex mengapresiasi proses yang terjadi. Kualitas menjadi hal yang utama sehingga ia pun merasa berkontribusi positif untuk tugas prajurit TNI di luar negeri. Ini, menurut dia, menjadi salah satu perubahan kultur di rekanan.
”Buat saya, tidak apa-apa kami ditekan untuk kualitas. Daripada kalau kami diminta harus ada uang ini itu sehingga kualitas untuk prajurit jadi kami pakaikan barang yang kualitas nomor dua atau tiga,” kata Alexander.
Dari sisi prajurit TNI, walaupun tentunya mereka taat pada garis komando dan penugasan, dukungan perlengkapan akan membuat semangat meningkat. Hal ini tidak saja berakibat langsung pada profesionalisme, tetapi juga pada keberhasilan misi diplomasi militer TNI dalam misi PBB.
Para prajurit yang bertugas dengan segala risikonya, selain harus meninggalkan keluarga selama satu tahun, langsung merasakan kenaikan anggaran dari PBB. Asisten Logistik TNI Mayjen Haryono mengatakan, seluruh perlengkapan prajurit TNI yang berangkat, termasuk seragam, sepatu dan semua perlengkapan di dalam ransel meningkat dari Rp 109 miliar ke Rp 226 miliar.
”Penting untuk meningkatkan peralatan prajurit yang bertugas,” katanya.
Semoga kultur untuk memperlengkapi prajurit TNI yang semaksimal mungkin ini terus bergulir. Tidak saja dalam misi-misi PBB, tetapi juga di berbagai misi di dalam negeri, seperti Papua, hingga berbagai operasi seperti penanggulangan bencana alam.