MA Belum Punya Hakim ”Ad Hoc” untuk Tangani Perkara Kasasi Paniai
Hingga kini, calon hakim ”ad hoc” HAM untuk Mahkamah Agung masih diseleksi oleh Komisi Yudisial. Padahal, Kejagung berencana mengajukan kasasi atas putusan bebas terdakwa pelanggaran HAM berat Paniai.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana Kejaksaan Agung mengajukan kasasi atas putusan bebas terhadap Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu, terdakwa tunggal kasus pelanggaran hak asasi berat yang terjadi di Paniai, Papua, agaknya bakal mengalami kendala. Salah satu di antaranya, Mahkamah Agung hingga saat ini belum memiliki hakim ad hoc HAM untuk tingkat kasasi ataupun peninjauan kembali.
Hingga kini, calon hakim ad hoc HAM untuk Mahkamah Agung masih diseleksi oleh Komisi Yudisial. ”(Seleksi) masuk tahap ketiga, yaitu seleksi kesehatan dan kepribadian, plus penelusuran rekam jejak,” kata Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting, Jumat (9/12/2022).
Sebelumnya, KY menggelar seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM pada MA sejak Oktober 2022. Pada awal November, KY mengumumkan ada enam peserta seleksi calon hakim ad hoc HAM yang lolos seleksi kualitas tahap kedua. Mereka adalah advokat Erni Rahmawati, anggota Kepolisian Negara RI Harnoto, dan advokat Heppy Wajongkere. Selain itu, ada tiga mantan hakim ad hoc tindak pidana korupsi, yakni Lafat Akbar, M Fathan Riyadhi, dan Ukar Priyambodo.
Pada pekan ketiga dan keempat November lalu, para calon mengikuti tes kesehatan dan kepribadian. Setelah itu, KY menjaring masukan masyarakat terkait rekam jejak para calon hingga 16 Desember mendatang. Dalam proses seleksi calon hakim agung yang digelar pada masa-masa sebelumnya, setelah ada masukan dari masyarakat, KY akan melakukan klarifikasi ke lingkungan kerja ataupun tempat tinggal terkait laporan/pengaduan yang diterima selama satu bulan.
Para calon yang lolos pada seleksi tahap ketiga ini akan mengikuti seleksi tahap keempat, yaitu wawancara tahap akhir. Menurut rencana, wawancara akan digelar pada Februari atau Maret 2023. Setelah itu, KY akan mengirimkan nama-nama calon tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Saat ditanya akan kebutuhan hakim ad hoc pada MA yang kian mendesak, Miko mengungkapkan, hal itu sedang dibicarakan secara internal oleh pimpinan KY untuk stategi mengantisipasi permasalahan ini. KY akan memperhatikan situasi ini.
Pada Kamis (8/12)/2022 lalu, majelis hakim Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar menjatuhkan vonis bebas kepada Isak Sattu. Majelis hakim yang diketuai oleh Sutisna Sawati menyatakan, Isak Sattu tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM dalam kekerasan yang terjadi di Paniai. Sebelumnya, jaksa menuntut Isak dengan pidana penjara selama 10 tahun karena dinilai terbukti melanggar Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Pasal 33 UU Pengadilan HAM mengatur, MA memeriksa dan memutus perkara kasasi kasus HAM dalam waktu 90 hari sejak perkara dilimpahkan ke MA. Pemeriksaan kasasi perkara HAM dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri dari dua hakim agung dan tiga hakim ad hoc HAM. Hakim ad hoc tersebut diangkat oleh presiden selaku kepala negara atas usulan DPR.
Seleksi hakim ad hoc HAM dilakukan atas permintaan MA beberapa waktu sebelumnya. MA dalam suratnya kepada KY menyatakan agar sebelum seleksi digelar meminta pengisian tiga hakim ad hoc HAM. Tiga hakim ad hoc yang terpilih akan menangani perkara kasasi. Sementara seleksi hakim ad hoc untuk menangani perkara peninjauan kembali (PK) jika di kemudian hari ada pengajuan PK belum dilakukan. Seperti diketahui, hakim yang sudah menangani perkara kasasi tidak dapat menangani perkara PK.