Bupati Bangkalan Abdul Latif Ditangkap KPK, Ikuti Jejak Sang Kakak
KPK menangkap Bupati Bangkalan Abdul Latif Imron dengan dugaan suap lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten Bangkalan. Sebelumnya sang kakak, Fuad Amin Imron, pernah ditangkap KPK dalam kasus suap dan pencucian uang.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati Bangkalan Abdul Latif Imron dan beberapa pejabat di Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Rabu (7/12/2022), terkait dengan kasus dugaan suap lelang jabatan. Dalam kasus ini KPK juga memeriksa Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan Muhammad Fahad sebagai saksi.
Adapun Bupati Bangkalan, Jawa Timur, sebelumnya—yang juga kakak dari Abdul Latif, yakni Fuad Amin—pernah juga ditangkap KPK karena kasus dugaan penerimaan suap terkait dengan jual beli gas alam pembangkit listing di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, pada akhir 2014.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, tim penyidik KPK sudah memeriksa enam tersangka dugaan korupsi lelang jabatan di Markas Polda Jawa Timur. Para tersangka akan segera dibawa ke Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut.
”Tim KPK menangkap para tersangka dan akan dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Perkembangan lain akan disampaikan,” ucap Ali.
Sebelumnya, KPK sudah menetapkan Abdul sebagai tersangka karena kasus jual-beli jabatan dan meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencekal Abdul pergi ke luar negeri. Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham Achmad Nur Saleh mengungkapkan, Abdul Latif Amin Imron masuk daftar pencegahan bepergian ke luar negeri atas usulan dari KPK. ”Masa berlaku pencegahan (Abdul Latif) 13 Oktober 2022 sampai dengan 13 April 2023,” katanya (Kompas.id, 30/11/2022).
Sebelum Abdul menjadi tersangka kasus suap lelang jabatan, sang kakak Fuad Amin juga pernah ditangkap KPK dalam kasus suap dan pencucian uang.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, kemungkinan Abdul Latif tidak hanya terjerat dugaan korupsi terkait dengan kasus lelang jabatan. KPK masih mendalami terkait kasus lainnya.
”Mungkin biasanya, kan, itu awalnya ada yang lapor terjadi jual-beli jabatan. Setelah didalami, mungkin ada kegiatan PBJ (pengadaan barang/jasa). Kan, bisa jadi. Ada terkait perizinan. Kan, umumnya seperti itu,” kata Marwata.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman Suparman menyatakan, maraknya kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan daerah ditengarai terjadi karena para gubernur, bupati, dan wali kota diberi kewenangan sebagai pejabat pembina kepegawaiaan. Kewenangan mendemosi, memutasi, dan mempromosikan seseorang sangat bergantung pada keputusan kepala daerah. ”Hal-hal ini membuat ruang jual-beli jabatan terbuka,” ucapnya (Kompas.id, 28/10/2022).