BNPT Fokus Selidiki Pihak yang Membantu Pelaku Bom Astanaanyar
BNPT menyebut pelaku teror bom di Polsek Astaanyar sebagai ”lonewolf” atau bergerak sendiri. Kini, BNPT dan Polri fokus menyelidiki pihak yang diduga membantu pelaku bom Bandung, beserta jaringannya.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede, REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jendral Boy Rafli Amar, Rabu (7/12/2022), mengatakan, BNPT bersama Kepolisian Daerah Jawa Barat dan Detasemen Khusus Antiteror Polri tengah menyelidiki ledakan bom yang terjadi di Kantor Polisi Sektor Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, yang baru saja terjadi. Penyelidikan fokus mencari siapa yang membantu terduga pelaku peledakan. Dugaan sementara, pelaku adalah lonewolf atau individu yang beraksi dan bergerak atas kemauan sendiri melakukan teror tersebut.
Oleh karena itu, BNPT masih belum bisa memastikan apakah pelaku berafilisisi dengan Jamaah Islamiyah (JI) atau Jamaah Ansharut Daulah (JAD). ”Ini karakter misi-misi JI atau JAD, memang biasa modus operandi seperti ini,” ucap Boy di Jakarta.
Boy menyampaikan, proses penyelidikan membutuhkan waktu karena ada serangkaian investigasi yang perlu dilakukan, mulai dari identifikasi tersangka dan pemeriksaan saksi-saksi yaitu teman-teman para pelaku. Meski tubuh pelaku sudah hancur, Boy menyebutkan bahwa tim forensik tetap bisa mengidenfikasi identitasnya.
Menanggapi adanya poster tolak KUHP yang tertempel di motor yang diduga milik pelaku, pihaknya masih akan mendalami apakah ada korelasi antar-aksi ini dengan pengesahan aturan hukum pidana tersebut. Ia menduga, peristiwa ini juga merupakan respons dari tewasnya pimpinan NIIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) pada bulan lalu.
Untuk antisipasi ancaman aksi teror serupa, pengetatan penjagaan di kepolisian pun dilakukan agar hal-hal yang demikian bisa diantisipasi di kemudian hari. ”Polisi jadi target utama karena menjadi pihak yang selalu menggagalkan aksi terorisme,” ujarnya.
Ia sekaligus membantah apabila disebut BNPT telah kecolongan karena aksi terorisme selalu dilakukan dengan mencari celah dari penjagaan yang dilakukan. Kata kecolongan dinilai tidak tepat karena kepolisian dan BNPT selalu siaga berjaga, tetapi para pelaku selalu dapat mengambil celah dari penjagaan tersebut sehingga bisa melakukan aksinya.
Penyelidikan diarahkan untuk mencari siapa yang membantu pelaku.
Dari hasil pemetaan BNPT terkait dengan potensi ancaman, kelompok teroris di daerah Bandung ada yang berasal dari JAD, ada pula dari Negara Islam Indonesia (NII) yang kini bermetamorfosis menjadi JI. Dalam beroperasi, mereka kerap membungkus kegiatan dengan aksi kemanusiaan berupa donasi.
Dihubungi terpisah, Direktur International Association for Counter-terrorism and Security Professionals (IACSP) Indonesia Rakyan Adibrata menjelaskan, berkaca pada metode teror dan simbol yang dibawa, pelaku diduga kuat memiliki afiliasi atau dipengaruhi oleh ideologi NIIS. Namun, kepolisian perlu mendalami apakah ia benar tergabung di organisasi berideologi NIIS di Indonesia, seperti Jamaah Ansharut Daulah.
Pelaku pun tidak bisa dikategorikan sebagai lonewolf atau pelaku serangan tunggal karena berkaca pada evolusi gerakan terorisme di Indonesia yang mayoritas pelaku bergabung atau terpengaruh ajakan dan bujuk rayu suatu organisasi terorisme.
”Melihat perkembangan sejak tahun 2000, tidak ada pelaku yang self-radicalized, belum pernah ada. Dia pasti melakukan karena pengaruh atau dia ini simpatisan NIIS (Negara Islam di Irak dan Suriah),” ucap Rakyan.
Faktor grievances atau kekecewaan menjadi salah satu motif dasar seseorang mau melakukan aksi teror atau bergabung dengan organisasi terorisme. Faktor lainnya adalah faktor agent of change.
Di faktor ini, para pelaku berkeinginan menjadi agen perubahan yang berkeinginan mengubah suatu tatanan sesuai dengan ideologi yang diusung. Namun, aksi tersebut kerap dilakukan dengan kekerasan. Ia menyebut, faktor lain, seperti kemiskinan, pendidikan, dan stasus sosial, kurang dapat dijadikan alasan utama.
Ia menyebut, aksi teror sempat melandai selama dua tahun ke belakang akibat pembatasan yang dilakukan karena pandemi.
”Mereka kecewa pimpinan mereka ditangkap atau dibunuh oleh polisi, lalu mereka merasa kecewa melihat pemerintah seakan-akan sangat anti dengan Islam. Orang-orang yang kecewa ini mudah di radikalisasi,” ucapnya.
Ia menyebut, penyebaran paham kekerasan ala NIIS di Indonesia dilakukan dengan diseminasi informasi mengenai ideologi kekerasan lewat video. Dari hasil penelitian Rakyan pada 2017-2018, sebanyak 70 video berisi ajakan dan penyebaran ideologi NIIS diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan disebarluaskan.
Untuk itu, pemerintah diminta memiliki program kontra narasi yang masif agar paham yang dibawa kelompok ini bisa ditangkal. Rakyan juga berharap masyarakat untuk mulai awas dengan keadaan di sekitarnya karena ideologi ini mengintai semua orang.
Sementara itu, pengamat terorisme Nasir Abbas menerangkan, polisi kerap menjadi target karena dianggap sebagai pihak yang selalu menghalangi aksi mereka. Pernyataan lonewolf pun dinilai tidak tepat karena terlihat adanya bendera NIIS di motor yang diduga milik pelaku.
”Ia ingin menunjukkan bahwa NIIS itu masih eksis,” ucapnya.