Syarat Baru Eks Napi Maju Caleg Diusulkan Masuk Perppu Pemilu
Momentum penyusunan rancangan Perppu Pemilu dinilai perlu dimanfaatkan untuk memasukkan putusan MK terbaru terkait syarat mantan napi yang ingin menjadi caleg agar lebih memberikan jaminan kepastian hukum.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta memasukkan syarat jeda lima tahun bagi mantan narapidana untuk menjadi calon anggota DPR dan DPRD seperti diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, dalam rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang pemilu. Tak hanya itu, syarat baru tersebut diusulkan agar diberlakukan pula bagi mantan narapidana yang ingin menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Peneliti kepemiluan, Ihsan Maulana, saat dihubungi, Kamis (1/12/2022), berpandangan, pemerintah seharusnya bisa menjadikan momentum penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu untuk memasukkan substansi putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Putusan MK tentang masa jeda lima tahun bagi mantan narapidana yang ingin menjadi calon anggota DPR dan DPRD itu bisa dimasukkan dalam Pasal 240 Ayat (1) huruf g UU Pemilu agar tidak menimbulkan polemik dan perdebatan di kemudian hari.
Dia merujuk pada peristiwa di tahun 2018, ketika pada saat tahapan Pemilu 2019 ada uji materi peraturan KPU yang mengatur soal syarat mantan terpidana menjadi calon anggota legislatif (caleg) di Mahkamah Agung (MA). MA kemudian membatalkan ketentuan itu dengan dasar bertentangan dengan UU Pemilu.
”Agar lebih memberikan jaminan kepastian hukum dan keadilan, putusan MK itu perlu dituangkan di dalam Perppu Pemilu,” katanya.
Meskipun demikian, jika memang tidak bisa, KPU tetap wajib menindaklanjuti putusan MK tersebut di dalam perubahan Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD. Ini sesuai dengan sifat putusan MK yang mengikat kepada semua warga negara, serta kedudukannya setara dengan undang-undang.
”Pengaturan tentang syarat jeda lima tahun calon anggota legislatif itu sudah pernah dilakukan oleh KPU di PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang dibatalkan MA. Artinya, tidak sulit bagi KPU untuk menindak lanjuti Putusan MK melalui PKPU,” lanjutnya.
Ihsan juga berpandangan bahwa idealnya aturan masa jeda lima tahun itu tidak hanya diterapkan untuk calon anggota DPR dan DPRD. Seharusnya, syarat itu juga diterapkan untuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Pasal 258 Ayat (2) huruf C Undang-Undang Pemilu sudah mengatur syarat menjadi calon anggota DPD, yakni yang bersangkutan tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana.
Sebelumnya, MK melalui Putusan Nomor 87/PUU-XX/2022 menyatakan Pasal 240 Ayat (1) huruf g UU Pemilu inkonstitusional bersyarat. Dalam putusan itu, MK menambahkan syarat bagi mantan terpidana, yakni telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani penjara berdasarkan putusan pengadilan yang inkrah. Mereka juga secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana. Selain itu, caleg juga bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan menyebutkan, masa tunggu lima tahun setelah menjalani masa tunggu merupakan waktu yang dipandang cukup untuk berintrospeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya bagi calon kepala daerah, termasuk caleg.
MK juga mempertimbangkan fakta empiris bahwa seorang kepala daerah yang pernah menjalani masa pidana dan tidak diberi waktu cukup untuk beradaptasi dan membuktikan diri secara faktual telah melebur dalam masyarakat ternyata kembali terjebak perilaku tak terpuji. Kepala daerah itu mengulang kembali tindakan sebelumnya, yaitu korupsi (Kompas, 1 Desember 2022).
Mengenai usulan agar putusan MK terbaru itu masuk dalam rancangan Perppu Pemilu, Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Kastorius Sinaga menepisnya. Usulan kemungkinan tak dimasukkan dalam rancangan perppu karena draf rancangan perppu sudah dibaca dan diperiksa di tahap akhir oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Draf itu kemudian akan dikirimkan dari Menteri Dalam Negeri ke Presiden Joko Widodo untuk disetujui dan disahkan menjadi Perppu Pemilu.
”Soal substansi perppu di dalam surat itu, kami belum bisa berkomentar. Ditunggu saja nanti. Semuanya masih on the track dan on time (tepat waktu),” kata Kastorius.