Kejagung Terima 3 SPDP Kasus Gagal Ginjal Akut, Belum Ada Tersangka
Dalam pertemuan Kepala BPOM Penny K Lukito dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin, dibahas pula kemungkinan menggugat perdata perusahaan yang diduga melanggar.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM meminta dukungan Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum terkait kasus gagal ginjal akut pada anak. Saat ini, Kejaksaan Agung telah menerima tiga Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau SPDP dugaan pelanggaran terhadap izin edar obat terkait kasus gagal ginjal akut pada anak tersebut.
Kepala BPOM Penny K Lukito seusai bertemu dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Rabu (16/11/2022). mengatakan, kedatangannya terkait dengan perkara pidana yang kini sedang dikembangkan dalam kasus gagal ginjal akut pada anak.
"Penyidikan yang sedang dikembangkan berkaitan dengan industri farmasi yang melanggar ketentuan, dikaitkan dengan standar pencemar EG (etilen glikol) dan DEG (dietilen glikol) dan kaitannya dengan kasus gagal ginjal pada anak,' kata Penny.
Selain membicarakan hal itu, lanjut Penny, pihaknya juga berdiskusi mengenai upaya untuk memperkuat kelembagaan BPOM selaku otoritas pengawas obat dan makanan. Untuk memperkuat BPOM, diperlukan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang kini masih berupa rancangan serta peraturan perundang-undangan yang lain.
Terkait dengan gugatan perdata terhadap BPOM oleh Komunitas Konsumen Indonesia terkait cemaran EG dan DEG, menurut Penny, pihaknya juga membicarakannya dengan Jaksa Agung. Kejagung disebut akan mendampingi BPOM melalui jaksa pengacara negara.
Menurut Penny, gugatan terhadap BPOM tersebut dinilainya sebagai ketidakpahaman pihak tersebut dalam hal sistem pengawasan obat dan makanan. Sebab, lanjut Penny, BPOM telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar dan ketentuan yang ada.
"Tapi ini ada masalah kelalaian di industri farmasi dan tentunya kelalaian ini menimbulkan suatu kondisi yang menyedihkan kita semua. Dan juga, ini adalah aspek kesehatan, nyawa dari manusia, jadi ini suatu kejahatan," tutur Penny.
Pada kesempatan itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, terkait kasus gagal ginjal akut pada anak, kejaksaan telah menerima 3 buah SPDP, yakni 2 SPDP dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BPOM dan satu SPDP dari kepolisian.
"Kasus ini akan berkembang juga ke depannya. Tadi saya mendengar juga, masih ada 2 atau 3 yang akan diserahkan SPDP-nya. Tapi, (3 SPDP yang sudah diserahkan ke kejaksaan) itu belum ada nama tersangkanya," kata Ketut.
Menurut Ketut, 3 SPDP tersebut terkait dengan adanya perusahaan yang disinyalir melakukan pelanggaran terhadap izin edar obat. Perusahaan tersebut berbeda-beda, tidak hanya satu. Pidana yang disidik terkait dengan Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan.
Menurut Ketut, dalam pertemuan antara Kepala BPOM dengan Jaksa Agung, dibicarakan pula kemungkinan untuk menggugat perdata terhadap perusahaan yang diduga melanggar. Dengan demikian, mereka tidak hanya diancam hukuman pidana, namun juga bisa dihukum dengan pemberian ganti rugi.
Penyidikan Polri
Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan mengatakan, terkait penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak, saat ini prosesnya sudah di tahap penyidikan. Penyidik kini tengah melakukan pendalaman terhadap para pemasok atau suplier penyedia bahan baku EG dan DEG ke PT AF.
"PT AF diduga tidak hanya mendapat bahan baku dari satu perusahaan, namun diduga berasal dari beberapa perusahaan. Hal inilah yang terus didalami penyidik," kata Ahmad.
Ahmad mengatakan, saat ini penyidik dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah memeriksa 41 orang yang terdiri 31 orang saksi dan 10 saksi ahli. Untuk penetapan tersangka, lanjutnya, akan dilakukan setelah proses gelar perkara yang akan dilaksanakan secepatnya.