Tiga Pejabat Kemendagri Dilantik sebagai Sekda untuk Tiga Provinsi Baru Papua
Penunjukan pejabat Kemendagri sebagai sekda untuk tiga provinsi baru di Papua dianggap masih dalam koridor yang memadai. Meskipun demikian, untuk pengisian jabatan lainnya tetap perlu utamakan orang asli Papua.
JAKARTA, KOMPAS — Pada Selasa (15/11/2022), tiga pejabat Kementerian Dalam Negeri dilantik menjadi Penjabat Sekretaris Daerah untuk tiga provinsi baru di Papua, yakni Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah. Pelantikan dilakukan oleh penjabat gubernur setiap provinsi di Gedung Sasana Praja, Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta.
Penunjukan pejabat Kemendagri ini dinilai sebagai sesuatu yang positif untuk memuluskan masa transisi menuju pemerintahan daerah yang mapan.
Ketiga pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dilantik tersebut adalah Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Sumule Tumbo, Direktur Penataan Daerah Otonomi Khusus dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Valentinus Sudarjanto Sumito, dan Direktur Toponimi dan Batas Daerah Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Sugiarto.
Dalam acara yang dimulai pukul 15.45 itu, Sumule Tumbo lebih dahulu dilantik sebagai Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Pegunungan oleh Penjabat Gubernur Nikolaus Kondomo. Selanjutnya, Valentinus Sudarjanto dilantik sebagai Sekda Papua Tengah oleh Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk. Terakhir, Sugiarto dilantik sebagai Sekda Papua Selatan oleh Penjabat Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo.
Dalam acara yang dimulai pukul 15.45 itu, Sumule Tumbo lebih dahulu dilantik sebagai Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Pegunungan oleh Penjabat Gubernur Nikolaus Kondomo.
Baca juga: Kemendagri Segera Lantik Sekda Tiga Provinsi Baru di Tanah Papua
Ribka Haluk, dalam sambutannya, mengatakan, pelantikan sekda merupakan salah satu bentuk kerja awalnya sebagai Penjabat Gubernur Papua Tengah. Menurut Ribka, pembentukan organisasi perangkat daerah dan manajemen aparatur sipil negara (ASN) menjadi hal pertama yang dia pikirkan setelah pelantikan dirinya sebagai penjabat gubernur oleh Mendagri Tito Karnavian, Jumat (11/11/2022). Untuk itu, dia berharap Valentinus Sudarjanto membantunya dalam melaksanakan agenda kerja, terutama program 100 hari pertama.
”Saya secara khusus menyampaikan kepada saudara Sekda bahwa selain melaksanakan tugas dalam membantu gubernur dalam persiapan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 mendatang, juga secara maksimal melaksanakan tugas dalam mendukung program-program pemerintahan dan pembangunan daerah,” kata Ribka.
Untuk program 100 hari pertama, para penjabat gubernur harus menjamin pelaksanaan tujuh program prioritas, yaitu pembentukan organisasi perangkat daerah dan manajemen ASN, alokasi dana hibah dan percepatan dana transfer, penyusunan peraturan gubernur Rancangan APBD Provinsi, dan melaksanakan program prioritas nasional.
Selain itu juga menyiapkan sarana dan prasarana berbasis kondisi geografis, pengalihan aset dan dokumen agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, memfasilitasi pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP), dan memfasilitasi penyelenggaraan Pemilu serta Pilkada 2024 yang diadakan serentak (Kompas.id, 14/11/2022).
Sugiarto yang dilantik sebagai Sekda Papua Selatan ini mengaku, pemberitahuan soal penunjukan dirinya sebagai sekda diperoleh secara mendadak. Dia baru diberi tahu pada Senin (14/11/2022) petang atau kurang dari 24 jam dari waktu pelantikan. Adapun penunjukan tersebut didasarkan pada usulan penjabat gubernur setiap provinsi yang kemudian disetujui oleh Mendagri.
Baca juga: Pusat Dampingi 3 DOB di Papua hingga 2024
Sugiarto merupakan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) II Pengawalan Daerah Otonom Baru (DOB) Papua Tengah. Ia pun mengaku lebih memahami dan terbiasa dengan permasalahan di daerah tersebut. Oleh karena itu, dia tidak mengira ketika justru ditunjuk menjadi sekda Papua Selatan. Kendati demikian, dia mengaku siap bekerja, terutama menyelesaikan target 100 hari pertama.
”Meskipun saya lebih familiar dengan Papua Tengah, tetapi kami sudah pada posisi instrumen yang sama. Semoga ke depan, Provinsi Papua Selatan ini bisa menyamai provinsi lain, karena kami semua harus bekerja dari nol. Banyak pekerjaan yang perlu dilakukan pada 100 hari pertama, terutama soal kelembagaan, ASN, dan APBD,” ujar Sugiarto usai pelantikan.
Masih dalam koridor
Dihubungi secara terpisah, peneliti Otonomi Daerah Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mardyanto Wahyu Tryatmoko mengatakan, penunjukan pejabat Kemendagri sebagai sekda masih berada dalam koridor memadai meskipun tidak ada representasi orang asli Papua (OAP). Menurut dia, lantaran posisi sekda strategis, hal paling utama adalah mencari sosok yang memahami birokrasi.
”Tugasnya juga, kan, tidak lama. Setidaknya selama masa transisi saja. Paling tidak, kalau dari Kemendagri sudah dipastikan dia paham birokrasi. Terlebih, tidak ada ketentuan bahwa sekda harus OAP,” kata Mardyanto.
Ketentuan soal OAP memang hanya berlaku bagi pemilihan gubernur dan wakil gubernur Papua. Menurut Pasal 12 Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua), yang dapat dipilih menjadi gubernur dan wakil gubnernur adalah warga negara Republik Indonesia dengan syarat, antara lain, OAP. Adapun untuk DOB, terdapat ketentuan bahwa komposisi formasi ASN terdiri dari 80 persen OAP dan 20 persen non-OAP.
Penunjukan pejabat Kemendagri sebagai sekda masih berada dalam koridor memadai meskipun tidak ada representasi orang asli Papua (OAP).
Baca juga: Hak Orang Asli Papua Dinilai Diabaikan dalam Pemekaran Daerah
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan berpendapat, penunjukan pejabat Kemendagri didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, pertimbangan untuk memudahkan pendampingan provinsi baru. Sebab, provinsi baru masih memerlukan dukungan dari pusat. Selain itu, untuk memudahkan koordinasi dengan provinsi induk, yaitu Provinsi Papua.
Kedua, ada pertimbangan kemampuan dalam mengendalikan administrasi, manajemen sumber daya manusia, maupun manajemen keuangan. Pejabat Kemendagri, menurut Djohermansyah, memiliki kemampuan tersebut.
”Penunjukan ini merupakan hal positif karena kerja awal merupakan kerja paling berat, seperti membuka ladang. Maka dari itu, sekda harus orang yang bisa bekerja keras, yang mau dan bisa melobi sana-sini untuk memuluskan masa transisi. Kalau orang dari Kemendagri, kan, sudah kenal dengan Kementerian Keuangan dan kementerian/lembaga lain,” ucap Djohermansyah.
Walakin, Djohermansyah menekankan, sekda dari Kemendagri tersebut tidak boleh membawa orang-orang dari Jakarta untuk mengisi jabatan di daerah tempatnya bertugas. Sekda justru harus melakukan kaderisasi dari orang-orang dinas di sana. Tujuannya agar ketika dia dan penjabat gubernur selesai masa tugasnya, penggantinya dapat menjalankan tugas dengan baik.
”Pusat harus eman-eman, cukup sekda saja yang dibawa dari pusat. Susunan organisasi berikutnya, seperti kepala dinas atau kepala badan tetap harus ikut aturan 80 persen OAP. Jangan sampai sekda bawa anak buahnya ke sana. Ini yang perlu diwanti-wanti. Sekda harus pandai menyesuaikan dan bisa mendayagunakan orang-orang asli daerah sana,” tutur mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri tersebut.