Pendampingan dibutuhkan agar penjabat gubernur yang sudah dilantik, Jumat (11/11/2022), bisa langsung bekerja.
Oleh
IQBAL BASYARI, DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun tiga daerah otonom baru di Papua telah memiliki penjabat gubernur, Kementerian Dalam Negeri tetap melanjutkan pendampingan hingga terpilih gubernur definitif hasil Pemilihan Kepala Daerah 2024. Pendampingan diminta melalui pendekatan dialogis agar tidak menimbulkan kesan intervensi dari pemerintah pusat.
Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo yang dihubungi dari Jakarta, Minggu (13/11/2022), mengatakan, proses pembentukan tiga daerah otonom baru (DOB) di Papua dimulai dari nol. Oleh karena itu, diperlukan pendampingan untuk meletakkan fondasi-fondasi dasar yang kuat agar pembentukan Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan berhasil. ”Kemendagri terus memberikan pendampingan ke tiga DOB sampai terpilihnya gubernur definitif hasil pemilihan kepala daerah di akhir 2024,” katanya.
Jumat (11/11/2022), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melantik tiga penjabat gubernur di tiga DOB di Papua. Apolo Safanpo dilantik sebagai Penjabat Gubernur Papua Selatan, Ribka Haluk sebagai Penjabat Gubernur Papua Tengah, dan Nikolaus Kondomo sebagai Penjabat Gubernur Papua Pegunungan (Kompas, 12/11/2022).
Pendampingan itu, kata John Wempi, untuk beberapa aspek, di antaranya penyusunan peraturan gubernur, pembentukan organisasi perangkat daerah, pemilihan Majelis Rakyat Papua (MRP), dan kursi pengangkatan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Selain itu, pendampingan dilakukan pada penyusunan rencana induk tata kota serta penataan rencana tata ruang dan tata wilayah.
Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Kemendagri Valentinus Sudarjanto Sumito mengatakan, pendampingan pusat kepada tiga DOB Papua bukanlah bentuk intervensi. Menurut dia, tiga DOB Papua memang membutuhkan pendampingan yang kuat agar penjabat gubernur yang sudah dilantik bisa langsung bekerja.
Menurut dia, aturan dari pusat hampir sama semua dan dipakai di seluruh Indonesia. Sementara, realitasnya, Papua itu berbeda dengan daerah lain. Oleh karena itu, pendampingan untuk DOB Papua harus melekat dan serius. ”Kalau berharap penjabat gubernur yang dilantik kemarin membuat rancangan peraturan gubernur untuk organisasi perangkat daerah, bisa dibayangkan kapan itu akan selesai? Bisa-bisa tidak selesai,” katanya.
Valentinus menuturkan, mengacu pada aturan induk, Kemendagri bekerja sama dengan kementerian lain untuk pendampingan DOB Papua, Misalnya terkait dengan urusan organisasi perangkat daerah (OPD) untuk DOB Papua, Kemendagri bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hasilnya, diputuskan format yang tepat adalah tipe pola minimal yang berisi 22 OPD paling penting.
OPD tersebut, katanya, membutuhkan instrumen keputusan gubernur untuk pembentukannya. Kemendagri membantu menggambarkan keseluruhan struktur tipe pola minimal yang harus segera dibentuk. Penjabat gubernur diminta untuk melihat apakah struktur itu sudah sesuai dengan kebutuhan atau belum. Jika sudah, mereka diminta menandatangani rancangan peraturan gubernur itu. Selanjutnya, mereka bisa bekerja, mengisi orang di OPD terkait, agar pemerintahan daerah bisa berjalan.
“Misalnya, untuk dinas pertanian, mereka butuh kepala dinas, kantor sekretaris, dan lain-lain. Itu salah satu contoh pendampingan yang kami lakukan,” terangnya.
Selain itu, kata Valentinus, Kemendagri juga mendampingi pengisian pegawai di OPD terkait. Sumber daya manusia yang akan mengisi struktur organisasi kepegawaian di DOB Papua berasal dari provinsi induk, kabupaten yang ada di dalam provinsi induk, usulan kementerian/lembaga, hingga usulan pribadi penjabat gubernur. Agar pegawai yang dipilih tidak sembarangan, Kemendagri juga harus mendampingi.
Kemendagri mengawasi dan mengawal apakah mereka yang akan mengisi jabatan itu memenuhi kualifikasi atau tidak, misalnya memenuhi syarat dan pangkat jabatan. Meskipun didampingi oleh pemerintah pusat, keputusan akhir tetap ada di tangan penjabat gubernur. Menurut rencana, besok, tiga penjabat gubernur Provinsi Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan itu pun akan dipanggil oleh Kemendagri untuk menjelaskan program 100 hari pertama mereka.
Valentinus menegaskan, DOB Papua diminta segera bekerja karena mereka juga ditugaskan untuk mempersiapkan pemilu serta pilkada serentak pada 2024. Mereka diminta untuk segera bekerja, seperti membentuk KPU provinsi, dan kabupaten, kota serta menyiapkan tenaga lapangan untuk mengejar tahapan krusial pemilu tahun depan. Tanpa pendampingan, pembinaan, dan pengawasan dari pusat, dikhawatirkan mereka tidak bisa mengejar tahapan krusial itu.
”Jadi, dukungan pendampingan itu supaya pemerintahan di DOB bisa segera berjalan. Kalau kami lepaskan saja, kami tidak tahu kapan mereka akan siap. Padahal, akan ada pemilu dan pilkada serentak 2024,” katanya.
Peneliti Senior pada Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Vidhyandika Djati Perkasa, mengingatkan agar pendampingan tidak sebatas di tingkat elite, yakni penjabat gubernur, sebagai pelaksana, tetapi mesti dilakukan hingga ke masyarakat akar rumput, terutama mereka yang kontra dan pro terhadap pemekaran.
Pendampingan juga dimintanya melalui pendekatan dialogis. Pemerintah pusat tetap diminta menghormati otonomi yang dimiliki ketiga DOB dalam melaksanakan fungsi pemerintahan. Apalagi, orang asli Papua (OAP) kini semakin kritis dengan kebijakan pemerintah pusat sehingga perlu ada kesepahaman bersama dalam membangun provinsi baru di Papua.
”Proses dialogis harus berjalan agar tidak muncul rasa curiga dari OAP sehingga tidak ada kesan intervensi dalam pendampingan yang dilakukan pemerintah pusat,” ujar Vidhyandika.