Pesan Kebangsaan dari Wapres Amin untuk Para Penerus Bangsa
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kesepakatan yang dibuat para pendiri Indonesia. Harapannya, Indonesia yang sangat beragam bisa terakomodasi dalam bingkai NKRI.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
Persoalan agama dan urusan negara semestinya tak lagi dipertentangkan di Indonesia. Seorang Muslim yang taat tidak akan meninggalkan kesepakatan. Sebaliknya, seorang yang memegang kesepakatan tidak menegasikan sebagai seorang Muslim taat.
Hal ini ditekankan Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat bertemu dengan warga negara Indonesia dan mahasiswa Indonesia di Mesir, di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kairo, Mesir, Sabtu (5/11/2022) petang. Kesepakatan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut dibangun para pendiri bangsa. ”Karena itu, kita bisa menyelesaikan persoalan keagamaan dan kenegaraan,” kata Wapres.
Hal ini juga bisa terjadi karena para ulama dan santri mengembangkan prinsip cinta tanah air sebagai bagian dari iman (hubbul wathan minal iman). Ini disebut Wapres sebagai bagian dari komitmen para santri.
Satu kuncinya adalah isu persaudaraan diletakkan dalam tiga kerangka: persaudaraan sesama Muslim ( ukhuwah islamiyah), persaudaraan sebangsa setanah air ( ukhuwah wathaniyah), dan persaudaraan sesama manusia ( ukhuwah insaniyah). Hal tersebut menjadi bagian kerangka pikir bangsa Indonesia dalam membangun perdamaian.
Kendati bukan negara agama, nilai-nilai agama semestinya tak terpisahkan dari apa yang dilakukan pengelola negara. Hal ini, menurut Wapres Amin, dibicarakannya pula dengan Menteri Wakaf Mesir Mohamed Mokhtar Gomaa yang menyambut Wapres di Bandara Internasional Kairo, Jumat malam. ”Kami bahas menjaga negara. Contohnya Indonesia, seperti apa ketika para ulama merumuskan bagaimana kehidupan berbangsa bertanah air,” lanjutnya.
Pengalaman yang ada di Indonesia menjadi model. Negara-negara lain pun mencoba mempelajarinya untuk membangun perdamaian.
Satu kuncinya, menurut Wapres, adalah isu persaudaraan diletakkan dalam tiga kerangka: persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah islamiyah), persaudaraan sebangsa setanah air (ukhuwah wathaniyah), dan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyah). Hal tersebut menjadi bagian kerangka pikir bangsa Indonesia dalam membangun perdamaian. Lebih tegas lagi, hal ini ada dalam konstitusi untuk menjaga perdamaian dan ketertiban dunia.
Salah satu mahasiswa, Huna Ayu Rosyidah, pun menanyakan bentuk keseimbangan sebagai kiai dan politikus dalam diri Wapres Ma’ruf Amin sebagai wujud Islam mengedepankan ajaran wasatiyyah atau moderat.
Wapres Amin pun menjawab bahwa Islam wasatiyyah adalah Islam yang moderat. Oleh karena itu, prinsipnya adalah tidak berlebihan atau tidak ekstrem serta tidak abai terhadap masalah agama. Sebagai bentuk konkret, tidak boleh ada sesuatu yang berlebihan, apalagi memaksa orang lain.
Dialog ini sekaligus dilakukan bersama penyerahan beasiswa dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) kepada 300 mahasiswa di Timur Tengah, termasuk Mesir. Kepala Baznas Noor Ahmad mengatakan, sementara diberikan beasiswa untuk 300 mahasiswa dan Mesir menjadi prioritas pertama.
Baznas juga berjanji akan memantau perkembangan penerima beasiswa dan senantiasa mengevaluasi program ini. Jika para penerima beasiswa belajar dengan baik dan cepat lulus, jumlah penerima akan ditambah setiap tahun.
Menurut Duta Besar RI untuk Mesir Lutfi Rauf, mahasiswa Indonesia di Mesir tidak hanya ada sejak hubungan diplomatik Indonesia terbentuk secara resmi 75 tahun lalu, tetapi sudah ada sejak abad ke-14 dan ke-18. Universitas Al Azhar sampai memiliki ruang bernama Ruang Jawi di dalamnya.
Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia pun tak lepas dari peran para mahasiswa di Kairo. Saat ini ada 12.000 mahasiswa di Mesir dan sebagian besar di Kairo.
Karena umumnya mahasiswa di Mesir mengambil kajian Islam, Wapres Amin pun berpesan supaya mahasiswa mengkaji lebih mengenai Islam wasatiyyah dan hubbul wathan minal iman. Harapannya, Islam wasatiyyah semakin berkembang di Indonesia dan pemikiran wasatiyyah semakin kuat.
Dalam pertemuan tersebut, Wakil Presiden Perhimpunan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir Muhammad R Amin mengusulkan perlunya asrama bagi mahasiswa Indonesia. Sebab, saat ini ada sekitar 12.000 mahasiswa di Mesir. Adapun kompleks asrama Indonesia yang dimiliki dan diresmikan tahun 2014-2015 sudah tak memadai. Saat itu, jumlah mahasiswa Indonesia di Mesir masih 1.200 orang.
Kebutuhan asrama dinilai penting. Sebab, kriminalitas di Mesir semakin tinggi, salah satunya penipuan dan kekerasan fisik. ”Seharusnya Pemerintah Indonesia hadir sama-sama menanggulangi masalah ini,” ujarnya.
Wapres menyambut baik usulan tersebut. Dia meminta Dubes Lutfi Rauf mematangkan alasan rasional kebutuhan ini sehingga bisa segera disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
”Saya akan sampaikan kepada Pak Jokowi. Tapi andaikata nanti dibangun, ini bukan Asrama Mahasiswa Indonesia Ma’ruf Amin, tetapi Asrama Mahasiswa Joko Widodo. Saya ini hanya Wapres,” tutur Wapres sekaligus menolak usulan nama asrama yang disampaikan mahasiswa.
Tak hanya itu, Wapres pun berpesan supaya semua mahasiswa belajar sungguh-sungguh dan menyelesaikan studi tepat waktu. ”Akhlak baik, belajar baik. Mengembangkan Islam wasatiyyah bukan hanya tugas penerima beasiswa, tapi juga yang belum menerima beasiswa. Coba buat tulisan mengenai Islam wasatyiyah dengan referensi dan cara Indonesia menerapkannya,” kata Wapres.