Rangkaian Muktamar Muhammadiyah ke-48 telah dimulai. Pelaksanaan secara daring dan luring menandai tonggak baru organisasi yang mengikuti perkembangan zaman.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Muhammadiyah-Aisyiyah memulai rangkaian Muktamar Ke-48 di Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (5/11/2022), dengan agenda Sidang Pleno I. Muktamar Muhammadiyah kali ini akan membahas sejumlah isu, di antaranya isu strategis keumatan, kemanusiaan universal, dan kebangsaan.
Pada periode ini, Muktamar Muhammadiyah mengombinasikan pertemuan daring dan luring. Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir menilai, organisasinya telah berpengalaman menyelenggarakan sidang sejenis.
”Hari ini kita melakukan persidangan secara hybrid, maka insya Allahkita sudah beradaptasi dengan ini, pembahasan dan persidangan akan berjalan lancar. Kalaupun ada kesulitan, kita akan mengatasinya dengan baik,” ujar Haedar dalam keterangan tertulis pada Sabtu (5/11).
Prosesi Muktamar ini sekaligus menandai tonggak baru persyarikatan. Ia juga mengingatkan agar Sidang Pleno I perlu dikawal, bermarwah utama, memberikan uswatun hasanah, serta bermanfaat bagi kehidupan.
Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai Muktamar hibrida ini dilakukan pertama kali dalam sejarah Muhammadiyah yang tersebar di ratusan lokasi. Hal ini menunjukkan paham Islam berkemajuan yang fleksibel dan dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Ketua PP Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman memimpin Sidang Pleno I. Agendanya adalah mendengarkan tanggapan dari peserta Muktamar berdasarkan materi yang telah disiapkan PP Muhammadiyah. Isi materi tersebut terdiri atas laporan PP Muhammadiyah 2015-2022, program Muhammadiyah 2022-2027, Risalah Islam Berkemajuan, serta Isu-isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal.
Terkait Muktamar Muhammadiyah ini, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai, Muhammadiyah selama ini mampu menjaga jarak dengan dunia politik dan kekuasaan. Dengan demikian, posisinya sebagai organisasi yang independen juga teruji karena pengalamannya dalam merawat kebinekaan bangsa Indonesia.
”Tentu kita punya ekspektasi besar pada Muhammadiyah terkait pemilihan presiden agar dapat menjaga independensi, menjaga jarak dengan kekuasaan-pemerintah. Agar nilai obyektivitas saat Muhammadiyah mengkritisi pemerintah didengar dan dirasakan masyarakat,” kata Ujang saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (5/11).
Banyak persoalan kebangsaan yang dapat dikritisi Muhammadiyah agar bangsa Indonesia tetap berjalan di jalurnya. Rakyat, kata dia, tentu berekspektasi agar organisasi yang berdiri sejak 1912 itu bisa jadi fasilitator terkait persoalan di tengah masyarakat, serta menjadi penengah ketika terjadi polarisasi.
Senada dengan Ujang, peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Firman Noor, berharap Muhammadiyah dapat menjadi salah satu elemen penting dalam mengedepankan kehidupan bangsa. Selama ini, organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan tersebut telah menempatkan diri sebagai elemen yang berkontribusi bagi umat Islam, bangsa, serta kemanusiaan secara universal.
Adapun tahun politik yang semakin dekat, Muhammadiyah perlu berperan menjaga jalannya pemilu berjalan sesuai koridor demokrasi. Tak ada lagi kampanye yang menyudutkan banyak pihak sehingga memperkeruh rasa kebangsaan hingga masyarakat saling bertikai.
Menghadapi kontestasi politik
Jelang tahun politik yang mulai menghangat, Muhammadiyah diharapkan mengedukasi masyarakat untuk memahami esensi pemilu. Firman berharap agar Muhammadiyah mendidik serta mencerdaskan masyarakat secara politik, menjabarkan pentingnya pemilu. Jangan sampai kemudian muncul orang-orang yang tidak bermutu jadi pemimpin bangsa Indonesia.
Ia juga mengingatkan, pentingnya menghindari bahaya politik uang yang terus menggerogoti demokrasi Indonesia. ”Akhirnya pemenang kontestasi politik bukan yang terbaik, melainkan yang terkaya. Bukan yang memang bersama rakyat, melainkan bersama elite-elite politik,” ujar Firman.
Peran Muhammadiyah dengan jaringannya dapat membangun kesadaran politik bersih, jauh dari korupsi dan oligarki. Penting pula membangun peradaban pemerintahan yang menjunjung nilai-nilai keadaban, demokrasi yang substansial, serta memajukan seluruh anak bangsa, bukan kepentingan elite tertentu.