Ketua PP Muhammadiyah: Pemilu 2024 Jadi Komitmen Bersama Akhiri Pembelahan Politik
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, setelah peristiwa Sumpah Pemuda 94 tahun lalu, kini masyarakat perlu merenungkan kembali pesan persatuan yang dideklarasikan para pemuda dari berbagai golongan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Para pemuda, elite politik, dan seluruh warga bangsa perlu merenungkan kembali pesan luhur Sumpah Pemuda yang mampu mengeliminasi virus perpecahan di tubuh bangsa Indonesia. Sebab, kemungkinan semangat persatuan tersebut telah terkoyak oleh berbagai benih keretakan, kebencian, intoleransi, dan egoisme kelompok. Momentum Pemilu 2024 harus dijadikan komitmen bersama untuk menyatukan bangsa sekaligus mengakhiri pembelahan di masyarakat.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, setelah peristiwa Sumpah Pemuda 94 tahun yang lalu, 28 Oktober 1928, masyarakat perlu merenungkan kembali pesan persatuan yang dideklarasikan para pemuda dari berbagai golongan. Sebab, kemungkinan jiwa persatuan yang mampu mengeliminasi segala virus perpecahan tersebut telah terkoyak oleh berbagai benih keretakan, kebencian, intoleransi, egoisme kelompok, dan penyakit kronis lainnya.
Menurut Haedar, Indonesia saat ini membutuhkan daya rekat yang kuat untuk merajut kembali persatuan bangsa yang telah tertular virus pembelahan. Virus tersebut bahkan mengarah pada perpecahan karena perbedaan pilihan politik yang kontradiktif. ”Tiada yang salah dengan perbedaan pilihan politik, sebaliknya keragaman pilihan politik pertanda hidupnya demokrasi dan kebinekaan dalam berbangsa dan bernegara,” ujar Haedar saat orasi kebangsaan Sumpah Pemuda bertajuk ”Merajut Persatuan, Menuju Indonesia Berkemajuan”, Jumat (28/10/2022).
Tiada yang salah dengan perbedaan pilihan politik, sebaliknya keragaman pilihan politik pertanda hidupnya demokrasi dan kebhinekaan dalam berbangsa dan bernegara.
Haedar menuturkan, perbedaan politik akan menjadi masalah jika disertai sikap pemutlakan menang-kalah dalam berpolitik. Hal tersebut akhirnya melahirkan sikap politik yang keras dan ekstrem. Sebab, setiap kemenangan dari lawan politik dianggap sebagai ancaman, sedangkan pihak yang kalah menyimpan dendam. ”Pada titik inilah, politik menjadi virus perpecahan dan bukan pemersatu bangsa,” katanya.
Menurut Haedar, politik identitas sejatinya bukan menjadi masalah karena setiap orang atau kelompok terikat dengan identitas mengikuti hukum homo sapiens. Masalah akan terjadi jika politik identitas berdasarkan agama, suku, ras, dan identitas ideologi disalahgunakan dengan cara dan paham yang radikal ekstrem. Apalagi, politik identitas disertai sikap fanatik ekslusif, saling menegasikan antaridentitas yang menebar politik bermusuhan, kebencian, dan ancaman.
Oleh sebab itu, diperlukan sikap moderat dan moderasi dalam bernegara oleh seluruh warga dan golongan jika ingin persatuan Indonesia tetap terajut baik di tengah segala dinamika kebangsaan. Pada akhirnya, politik harus dijadikan pilar persatuan dan bukan faktor pemecah belah. ”Politik penting diletakkan di atas jiwa kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sebagaimana nilai sila keempat Pancasila,” ujarnya.
Politik penting diletakkan di atas jiwa kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sebagaimana nilai sila keempat Pancasila.
Merujuk pidato 1 Juni 1945 oleh Presiden Soekarno, Haedar mengingatkan bahwa Indonesia bukan satu negara untuk satu orang maupun golongan saja, tetapi untuk semua golongan. Sebab, bangunan dasar Indonesia yang terdiri atas Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika mesti dikonstruksi dengan jiwa dan pandangan yang moderat.
Oleh sebab itu, masyarakat harus menjauhi pandangan radikal-ekstrem yang menempatkan segala idiom keindonesiaan dalam nalar antagonistik yang memecah. Seluruh elemen bangsa mesti menghindari segala bentuk ujaran dan tindakan yang menebar virus perpecahan. Terlebih memasuki tahun politik Pemilu 2024, Haedar berpesan agar momentum tersebut menjadi komitmen bersama untuk menyatukan bangsa dan mengakhiri pembelahan politik kebangsaan.
”Hindari segala bentuk ujaran dan tindakan yang menebar virus perpecahan. Pemilu 2024 harus menjadi komitmen bersama menyatukan bangsa dan mengakhiri pembelahan politik kebangsaan,” tuturnya.
Haedar mengingatkan, tidak ada bangsa yang maju jika rakyat dan elitenya terpecah belah, saling membenci, dan bertengkar atas nama apa pun. Apalagi, jika masyarakat sudah terjerumus pada konflik ras tak berkesudahan. Maka, persatuan harus menjadi gerakan dan budaya kolektif seluruh komponen bangsa. Elite politik harus memberikan keteladanan dan kenegarawanan untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Ruang publik mesti dipenuhi suara suara emas yang menggelorakan persatuan. Jangan biarkan para pembikin kegaduhan dan perpecahan menguasai jagat Nusantara agar Indonesia tetap utuh dan maju. Kemajuan yang diperoleh akan sirna akrena Indonesia terpecah belah.
”Ruang publik mesti dipenuhi suara suara emas yang menggelorakan persatuan. Jangan biarkan para pembikin kegaduhan dan perpecahan menguasai jagat Nusantara agar Indonesia tetap utuh dan maju. Kemajuan yang diperoleh akan sirna akrena Indonesia terpecah belah,” katanya.
Mengalahkan segala hal
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Fauzan mengatakan, persatuan bisa mengalahkan segala hal, termasuk pembelahan di masyarakat yang disebabkan politik identitas. Oleh karena itu, ia mengajak warga Muhammadiyah untuk menjaga diri dan institusi agar tetap bersatu. Persatuan bisa dimulai dari hal kecil, yakni cara berbicara dengan menghentikan pembicaraan yang dapat menimbulkan perpecahan.
”Marilah kita memproduksi ujaran-ujaran yang produktif, ujaran ujaran yang bermasa depan dan ujaran ujaran yang berkemajuan, bukan malah memproduksi ujaran ujaran yang destruktif yang mengajak mundur, apalagi ketertinggalan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani mengajak seluruh masyarakat Indonesia mengingat kembali perjuangan pemuda-pemudi Indonesia terdahulu. Tonggak sejarah perjuangan pemuda Indonesia dalam meraih kemerdekaan harus selalu menjadi spirit bagi masyarakat dalam memajukan Indonesia. Apalagi, pemuda pemudi dari seluruh daerah berkumpul dan melahirkan komitmen untuk bisa bersatu atas nama Indonesia dengan mengesampingkan semua perbedaan.
Peringatan Sumpah Pemuda bukan hanya diperingati oleh generasi muda saat ini saja. Karena semua warga Indonesia, pernah menjadi pemuda yang memiliki perjuangan yang sama demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
”Peringatan Sumpah Pemuda bukan hanya diperingati oleh generasi muda saat ini saja. Karena semua warga Indonesia, pernah menjadi pemuda yang memiliki perjuangan yang sama demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama,” tuturnya.
Puan berharap, generasi muda saat ini bisa lebih memaknai semangat perjuangan sumpah pemuda lantaran mereka merupakan penentu masa depan bangsa. Agar bisa menjadi sumber daya manusia yang unggul, generasi muda harus dapat berdiri di kaki sendiri. Sikap manja harus disingkirkan, sedangkan semangat kemandirian perlu ditumbuhkan sehingga mampu berjuang demi kemajuan bangsa.