Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Bekas Anak Buah Sambo
Jaksa penuntut umum tidak melihat adanya alasan pembenar atau pemaaf dari terdakwa Baiquni dan Chuck saat menghancurkan barang bukti rekaman CCTV pembunuhan Nofriansyah.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum menilai terdakwa Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto sebenarnya bisa menolak ketika diperintah Ferdy Sambo menghancurkan barang bukti rekaman kamera pemantau (CCTV) pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Jadi, jaksa meminta majelis hakim menolak seluruh nota keberatan atau eksepsi kedua anak buah bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo tersebut.
Hal itu disampaikan jaksa saat sidang dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi yang diajukan dua bekas anggota Polri tersebut dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan Nofriansyah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (3/11/2022). Sidang dipimpin hakim ketua Afrizal Hadi dengan hakim anggota Ari Muladi dan M Ramdes. Adapun tim jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dipimpin Syahnan Tanjung.
Jaksa mengatakan, dalih Baiquni dan Chuck yang tidak kuasa menolak perintah Sambo sebagai atasan adalah tidak berdasar. Sebab, perintah untuk mengamankan CCTV itu tidak dilengkapi dengan surat perintah atau surat penyitaan barang bukti sehingga seharusnya mereka bisa menolak.
”Di dalam berkas perkara terdakwa dan berdasarkan alat bukti yang ada, baik dari keterangan saksi, ahli, surat, maupun keterangan terdakwa sendiri, penuntut umum tidak melihat adanya alasan pembenar atau pemaaf yang dapat menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan terdakwa,” kata jaksa.
Penuntut umum tidak melihat adanya alasan pembenar atau pemaaf yang dapat menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan terdakwa.
Jaksa juga menyebut dakwaan yang mereka dakwakan kepada Baiquni dan Chuck sudah jelas dan rinci mengungkap peran keduanya. Peran Baiquni adalah menggandakan dan menghapus file rekaman CCTV dari tiga unit dekoder CCTV di sekitar rumah Sambo atas perintah atasannya, Chuck Putranto.
”Saat dakwaan dibaca oleh penuntut umum, terdakwa mengatakan mengerti isi surat dakwaan. Artinya, terdakwa telah mengerti uraian peran terdakwa dan tindak pidana yang ada penyertaan di dalamnya. Hal yang membuat kami menjadi tanda tanya, mengapa pada saat terdakwa menyatakan telah mengerti surat dakwaan justru penasihat hukum terdakwa tidak mengerti peran terdakwa,” katanya.
Oleh karena itu, jaksa meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi atau keberatan dari penasihat hukum terdakwa Baiquni dan Chuck. Jaksa juga meminta hakim mengeluarkan putusan sela dengan melanjutkan persidangan ke tahapan pemeriksaan saksi dan pembuktian serta tetap menahan Arif Rachman bersama terdakwa lain. Majelis hakim kemudian menjadwalkan sidang putusan sela untuk Baiquni dan Chuck pada 10 November 2022.
Ada tujuh terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan Nofriansyah ini. Mereka adalah Ferdy Sambo, bekas Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan, bekas Kepala Detasemen A Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Komisaris Besar Agus Nurpatria, bekas Kepala Subbagian Pemeriksaan Bagian Penegakan Etika Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divisi Propam Polri Baiquni Wibowo.
Kemudian, bekas Kepala Subbagian Audit Bagian Penegakan Etika Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divisi Propam Polri Chuck Putranto, bekas Wakil Kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Arif Rahman Arifin, dan bekas Kepala Subunit I Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Irfan Widyanto.
Mereka bertujuh didakwa Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar. Namun, selain pasal itu, Ferdy Sambo juga didakwa dalam kasus pembunuhan berencana.