Pesan Terakhir Brigadir J Sebelum Dibunuh Diungkap di Persidangan
Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat sempat menunjukkan gelagat aneh kepada kekasihnya sebelum dibunuh. Sang adik pun dilarang untuk mengurus jenazah kakaknya.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat sempat menyampaikan pesan terakhir kepada orang terdekat sebelum meninggal dunia dalam pembunuhan berencana yang dilakukan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo. Proses autopsi Nofriansyah juga ditutupi oleh kepolisian meski pihak keluarga ingin memandikan jenazahnya.
Hal ini terungkap dalam sidang pemeriksaan saksi yakni adik Nofriansyah, Mahareza Rizky dan pacar Nofriansyah, Vera Mareta Simanjuntak untuk terdakwa Bhayangkara Dua Richard Eliezer atau Bharada E di Ruang Sidang Utama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/10/2022). Mareza dan Vera adalah salah dua di antara 12 saksi untuk Bharada E yang menjalani sidang hari ini. Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santosa dengan didampingi Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono sebagai hakim anggota.
Adapun ke-12 saksi itu adalah Kamaruddin Simanjuntak, Samuel Hutabarat, Rosti Simanjuntak, Mahareza Rizky, Yuni Artika Hutabarat, Devianita Hutabarat, Novitasari Nadea, Rohani Simanjuntak, Sangga Parulian, Roslin Emika Simanjuntak, Indrawanto Pasaribu, dan Vera Mareta Simanjuntak.
Vera bersaksi mulai merasakan gelagat aneh Nofriansyah sejak 19 Juni 2022 saat mereka sedang berbincang di aplikasi pesan. Nofriansyah mengaku bahwa ia sedang dalam masalah yang tidak bisa dijelaskan. Kemudian pada 21 Juni, Nofriansyah yang sedang berada di kamar ajudan di Rumah Sambo di Jalan Saguling, Jakarta melakukan panggilan video dengan Vera yang berada di Jambi. Dalam percakapan itu, Nofriansyah tiba-tiba menangis dan memintamaaf tanpa sebab kepada Vera dan memintanya mulai membuka hati untuk laki-laki lain.
"Abang ada masalah dek. Biarlah abang yang nanggung ini semua. Adek carilah laki-laki lain," kata Vera menirukan perkataan Nofriansyah sambil bergetar dan menangis mengingat kejadian itu.
Sambil mengusap air mata dengan tisu, Vera melanjutkan, kabar itu membuat dirinya tidak tenang karena selama delapan tahun berpacaran, Nofriansyah tidak pernah mengeluh tentang pekerjaannya sebagai ajudan Ferdy Sambo. Nofriansyah diketahui dimutasi ke Mabes Polri untuk menjadi ajudan Sambo sejak 2019. Ia mau pindah demi mendapatkan penghasilan lebih untuk modal melamar Vera.
Sejak hari itu, komunikasi antara Nofriansyah dan Vera tidak seintens biasanya. Vera pun menghubungi adik Nofriansyah yang juga seorang polisi di Mabes Polri, Mahareza Rizky. Vera meminta Mahareza untuk menengok kakaknya di rumah Saguling.
Lalu, pada 7 Juli 2022, Vera ditelepon oleh Nofriansyah. Saat itu Nofriansyah hanya berbicara "kurang ajar orang disini, skuad disini, mereka menuduhku bikin ibu (istri Sambo, Putri Candrawathi) sakit. Berani kau naik ke atas kubunuh kau," ungkap Vera menirukan Nofriansyah. Peristiwa ini berbarengan dengan dakwaan yang menyebut Nofriansyah melakukan pelecehan seksual terhadap Putri di rumah Magelang.
Esok harinya, 8 Juli pukul 16.10, Vera menerima empat kali telpon tak terjawab dari Nofriansyah. Lalu, pukul 16.31 Nofriansyah kembali menelpon Vera, dengan singkat ia mengatakan "nanti abang kabarin lagi." Itulah kalimat terakhir Nofriansyah yang didengar Vera.
Sementara itu, Mahareza bersaksi, saat ia ditelepon oleh ajudan Sambo lainnya, Brigadir Daden Al Haq yang memintanya untuk datang ke rumah Saguling pada 8 Juli pukul 19.00, ia diperintah tidak boleh membawa senjata api. Setibanya di sana, badan dan motornya digeledah oleh Daden untuk memastikan tidak ada senjata api.
Setelah itu, Daden menyuruh Mahareza untuk pergi ke Mabes Polri. Di Mabes, ia diperintah untuk ke ruang pemeriksaan di Divisi Propam. Di ruang inilah, Mahareza diberitahu oleh Kepala Biro Provos Divisi Propam Polri, Brigadir Jenderal (Pol) Benny Ali bahwa kakaknya sudah meninggal dunia.
Mahareza menyebut, Benny menceritakan bahwa Nofriansyah meninggal karena baku tembak dengan Eliezer setelah kakaknya ketahuan melakukan pelecehan seksual terhadap Putri. Benny menyebut, Nofriansyah menembak duluan, tetapi Eliezer berhasil menghindar dan membalas tembakan yang membunuh Nofriansyah. "Pikiran saya tidak karuan lagi, tetapi saya tidak membantah. Saya hanya menjawab siap jenderal," kata Mahareza.
Dari Mabes Polri, tanggal 9 Juli sekitar pukul 04.00, Mahareza langsung pergi ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur untuk melihat jenazah Nofriansyah. Sesampainya di sana, ia bertemu dengan dokter untuk masuk ke ruang autopsi, namun tiba-tiba seorang polisi berpangkat komisaris besar memotong pembicaraan dan melarangnya masuk ke ruang autopsi dan memandikan jenazah kakaknya. "Izin komandan, ini abang saya. Saya ingin menggendong abang saya untuk terakhir kali komandan," tutur Mahareza sambil menangis di ruang sidang.
Setelah itu dia diizinkan masuk melihat jenazah Nofriansyah yang sudah dimasukkan ke dalam peti. Mahareza kemudian mendoakan jenazah kakaknya. Di tengah suasana duka, seorang polisi kembali mendesak Mahareza untuk cepat. "Sudah belum sih!" ucap polisi itu kepadanya.
Mendengar kesaksian adik dan pacar Nofriansyah, Eliezer yang duduk di samping kuasa hukum hanya tertunduk lesu. Sebelum sidang dimulai Eliezer sempat berlutut kepada kedua orang tua Nofriansyah untuk meminta maaf.
Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum mendakwa Eliezer dengan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana. Dia juga bertindak sebagai justice collaborator untuk mengungkap kasus pembunuhan berencana Nofriansyah. Selain Eliezer, terdakwa lain dalam kasus ini adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, ajudan Sambo, Brigadir Kepala Ricky Rizal, dan asisten rumah tangga Sambo, Kuat Maruf.