Demokrat Ingin Bakal Cawapres Anies Punya Elektabilitas Tinggi
Jika sosok bakal cawapres tidak memiliki peranan dan kontribusi dalam membentuk koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS, Anies Baswedan tidak akan bisa maju sebagai capres di Pemilihan Presiden 2024.
> Demokrat menilai, figur cawapres akan menjadi faktor krusial dalam pemenangan di Pilpres 2024.
> Nasdem tak ingin bakal cawapres dari Anies Baswedan berasal dari partainya ataupun Demokrat dan PKS.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
> Kriteria untuk cawapres harus disepakati dulu agar bangunan koalisi lebih solid.
JAKARTA, KOMPAS — Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera membutuhkan sosok bakal calon wakil presiden yang dapat membantu pembentukan koalisi ketiga partai politik tersebut. Figur yang dimaksud juga mesti memiliki elektabilitas yang tinggi sehingga bisa mengisi celah ceruk suara pemilih yang tidak bisa dipenuhi Anies Baswedan.
Anies di sela-sela acara peluncuran program ”Nasdem Memanggil”, Senin (17/10/2022) malam, di Jakarta, menyebut, setidaknya ada tiga kriteria terkait sosok yang layak mendampinginya. Ketiga hal tersebut ialah memberikan kontribusi dalam proses pemenangan, memperkuat koalisi, dan membantu pemerintahan yang efektif.
”Tiga pertimbangan itu yang menjadi faktor dan memang belum ada (siapa calon cawapresnya),” ujar Anies.
Anies telah dideklarasikan oleh Nasdem sebagai bakal capres yang akan diusungnya untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, pada 3 Oktober lalu. Adapun Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), meski belum memutuskan bakal capres yang akan diusung, kedua partai memiliki ketertarikan pada Anies. Demokrat, PKS, serta Nasdem juga kerap disebut elite ketiga partai intens berkomunikasi untuk membangun koalisi.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (18/10/2022), mengatakan, pernyataan Anies yang mematok tiga kriteria dalam menentukan bakal cawapresnya, serta ingin menentukan secara saksama, sudah tepat. Jika sosok bakal cawapres tidak memiliki peranan dan kontribusi dalam membentuk koalisi, misalnya, Anies tidak akan bisa maju sebagai capres di Pilpres 2024.
”Kan, butuh minimal 20 persen kursi di parlemen. Sementara, saat ini, Anies baru diusung salah satu parpol dengan bekal 10 persenan kursi. Tentu cawapresnya harus bisa membantu pembentukan koalisi dan mewujudkan stabilitas dalam koalisi. Kalau tidak punya power dalam pembentukan dan stabilitas koalisi, beratlah,” ujar Herzaky.
Lagi pula, di Pilpres 2024, tidak ada petahana, tidak ada pula sosok bakal capres yang dominan dalam berbagai survei. Untuk itu, sosok bakal cawapres memiliki peranan penting, bahkan menjadi faktor krusial dalam pemenangan di Pilpres 2024.
Menurut Herzaky, hal yang wajar apabila Anies berharap bakal cawapres yang mendampinginya nanti minimal memiliki elektabilitas tinggi atau menjadi vote getter. Anies membutuhkan sosok bakal cawapres yang bisa menjadi magnet bagi segmen pemilih yang belum terjangkau Anies.
Baca juga: Surya Paloh, Anies, dan Sembilan Jam yang Menentukan
Misalnya, ceruk suara anak muda di bawah usia 40 tahun yang bakal mencapai hampir 60 persen di 2024 juga harus bisa digaet. Apalagi jika ternyata sosok vote getter ini nanti juga mempunyai tim dan pasukan yang solid, serta mampu memimpin organisasi besar yang bisa membantu merekrut suara, hal tersebut akan membantu pemenangan.
”Kita fokus pada kriteria, bukan nama, bukan sosok, lalu dibedah bersama-sama secara saksama. Tidak perlu terburu-buru, apalagi memaksakan sosok-sosok yang sudah jelas elektabilitasnya rendah, dan tidak bakal punya kontribusi dalam membangun koalisi,” ucap Herzaky.
Menjaga stabilitas koalisi
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali mengatakan, pembicaraan di antara ketiga partai belum mencapai kesepakatan tentang bakal cawapres. Namun, ia setuju dengan kriteria yang disampaikan Anies, yakni cawapres yang nantinya dipilih harus bisa membantu pemenangan Pilpres 2024.
Cawapres juga harus menstabilkan koalisi. Artinya, figur yang dimaksud bisa menciptakan kondisi antarpartai yang tidak saling tarik-menarik kepentingan.
Baca juga: Prospek Setelah Sinyal Anies-AHY Muncul
”Artinya, dia bukan siapa-siapa, gitu, kan. Kalau dia salah satu kader (dari tiga partai), itu sudah tidak menstabilkan koalisi,” kata Ahmad.
Selain itu, cawapres juga semestinya sudah berpengalaman. Sosok tersebut juga harus memiliki jejaring yang mumpuni agar bisa menguatkan pemerintahan.
Ahmad menekankan, kriteria itu harus lebih dulu dibicarakan dan disepakati sebelum membentuk koalisi. Penyatuan cara pandang itu penting agar koalisi yang dibentuk nantinya solid dan tidak mudah retak di di tengah jalan.
Namun, hingga saat ini, masih dibutuhkan waktu untuk menyatukan cara pandang tentang hal tersebut, baik dari Nasdem, Demokrat, maupun PKS. Sebab, tidak bisa dimungkiri, setiap partai memiliki visi dan mekanisme yang harus dihargai satu sama lain.