Digelar Maraton, Sidang Kasus Paniai Lanjutkan Kesaksian Aparat Keamanan
Sidang kasus dugaan pelanggaran HAM Paniai kini digelar maraton dua kali sepekan. Hingga sidang keempat yang mendengarkan keterangan saksi, Kamis (6/10/2022), yang dihadirkan masih lebih banyak aparat keamanan.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Sidang kasus dugaan pelanggaran HAM berat Paniai di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, kini digelar maraton dua kali sepekan. Hingga sidang keempat yang mendengarkan keterangan saksi, Kamis (6/10/2022), yang dihadirkan masih lebih banyak aparat keamanan. Baru dua saksi dari warga sipil, yakni seorang kepala distrik dan seorang anggota DPR Papua.
Sidang secara maraton sudah dimulai sejak awal pekan ini. Jika sidang pertama dan kedua digelar sekali sepekan pada setiap Rabu, pekan ini sidang berlangsung setiap Senin dan Kamis. Sebelumnya, pada sidang pertama, jaksa penuntut umum meminta sidang digelar maraton dengan pertimbangan sisa waktu yang hanya 83 hari dari 180 hari.
Adapun terdakwa dalam kasus ini adalah Mayor (Purn) Isak Sattu, mantan perwira penghubung Kodim 1705 Paniai. Jaksa mendakwa Isak bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi pada 8 Desember 2014 di Kabupaten Paniai, Papua, saat unjuk rasa warga berujung penembakan oleh aparat TNI yang menyebabkan 4 orang meninggal dan 10 orang luka-luka.
Sementara itu, memasuki sidang keempat, Kamis (6/10/2022), keterangan yang didengar masih dari aparat kepolisian serta seorang mantan kepala distrik dan seorang anggota DPR Papua. Salah satunya adalah Hanafi, yang saat kejadian menjabat Wakil Kepala Polres Paniai. Selain itu, ada pula Daniel yang saat itu menjabat Kepala Polres Paniai. Keduanya saat ini sudah purnabakti.
Sebelumnya, pada sidang ketiga, Senin (3/10/2022), mantan Kepala Bagian Operasi Polres Paniai, mantan Kepala Satuan Reskrim Polres Paniai, dan mantan Kapolsek Paniai Timur juga dihadirkan sebagai saksi.
Dalam sidang keempat ini, baik mantan Kapolres maupun Wakapolres lebih banyak menjawab lupa, tidak tahu, dan mungkin atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan hakim, jaksa, dan penasihat hukum terdakwa. Bahkan, pertanyaan teknis, seperti jenis senjata dan amunisi, sering dijawab tidak tahu.
Jaksa dan penasihat hukum bahkan sering kali harus membacakan ulang berita acara pemeriksaan untuk mengingatkan saksi pada keterangannya, yang beberapa di antaranya berbeda dengan keterangan dalam sidang.
Mantan Kapolres, misalnya, mengaku tidak segera mendapat laporan terkait situasi di Paniai. Dia juga mengaku hanya mengumpulkan barang bukti proyektil usai kejadian, tetapi tidak melakukan olah tempat kejadian perkara.
Saat ditanya oleh penasihat hukum terdakwa soal jenis peluru dan kecocokan dengan jenis senjata apa, Daniel awalnya mengatakan tidak tahu. Hal ini membuat penasihat hukum mengingatkan saksi untuk berbicara sesuai dengan berita acara pemeriksaan.
”Masa sebagai polisi, bapak tidak tahu jenis senjata apa yang digunakan oleh polisi atau tentara. Kami bertanya soal peluru kaliber 5,56 itu bisa cocok pada senjata jenis apa saja? Lalu, siapa saja yang menggunakan senjata itu?” kata Syahrir Cakkari, penasihat hukum terdakwa.
Sementara itu, saksi sipil, yakni Kepala Distrik Paniai Timur Pius Gobay, juga mengaku tak berada di lokasi saat kejadian. Sebagian peristiwa tidak disaksikannya langsung, tetapi hanya keterangan dari warga setempat.