Indonesia Promosikan Multilateralisme untuk Selesaikan Permasalahan Global
Dunia saat ini menghadapi permasalahan global yang sangat kompleks yang tidak bisa diselesaikan oleh satu negara. Maka itu, dibutuhkan kerja sama antarnegara.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Multilateralisme dinilai masih relevan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan global yang baru pertama kali dihadapi negara-negara di dunia. Namun, ketidakpercayaan dan ketidakpastian global membuat konsep kerja sama antarnegara itu cenderung melemah dalam beberapa waktu terakhir. Parlemen memiliki posisi strategis untuk mendorong kembali penguatan multilateralisme.
Ketua DPR Puan Maharani saat menyampaikan pidato pra-pembukaan pertemuan Parlemen Negara-negara G20 kedelapan atau The 8th G20 Parliamentary Speakers’ Summit (P20) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/10/2022), mengatakan, dunia saat ini menghadapi permasalahan global yang sangat kompleks, di antaranya perang dagang, konflik geopolitik, serta krisis pangan dan energi. Sejumlah permasalahan itu tak bisa diselesaikan oleh satu negara sendiri, tetapi membutuhkan kerja sama antarnegara.
Agenda pra-pembukaan P20 itu juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon. Menurut rencana, P20 akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (6/10).
”Indonesia mengajak parlemen P20 untuk mengedepankan multilateralisme untuk mencari solusi dan konsensus dalam mengantisipasi resesi ekonomi, mengatasi scary effect gejolak ekonomi global, mempercepat transformasi ekonomi untuk mempercepat kesejahteraan rakyat yang lebih luas, serta memperkuat orkestrasi G20 dalam menggerakkan agenda pembangunan berkelanjutan,” kata Puan.
Ia menambahkan, kerja sama antarnegara itu membutuhkan komitmen yang dapat dilaksanakan dengan tetap menghormati kedaulatan dan integritas setiap negara. Rasa saling percaya juga dibutuhkan untuk mencapai hubungan yang setara dalam upaya mencapai win win solution sekaligus mengubah paradigma yang hanya menguntungkan satu pihak pemenang atau winner takes all dan zero sum.
Selain itu, tambah Puan, kerja sama antarnegara juga harus dilaksanakan dengan memosisikan dialog dan diplomasi sebagai protokol utama penyelesaian masalah. Sebab, budaya damai dan toleran saat ini semakin diperlukan dalam memperkuat interaksi antarbangsa dan negara.
Dalam forum parlemen bertajuk “Peran P20 dalam Konteks Kerjasama Interparlemen untuk Memperkuat Multilateralisme di Abad ke-21”, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Irine Yusiana Roba Putri, mengatakan, sejarah pasca-Perang Dunia II memperlihatkan bahwa multilateralisme berperan penting untuk mencegah terjadinya konflik serupa. Setelah itu, multilateralisme juga berperan menjaga perdamaian global, menciptakan keamanan, serta mendukung globalisasi. Begitu juga dalam keberhasilan G20 di masa lalu mengatasi krisis keuangan dan mempromosikan stabilitas keuangan global.
Menurut Irine, multilateralisme juga merupakan kunci untuk menyelesaikan permasalahan global yang baru pertama kali dihadapi negara-negara di dunia. Misalnya, pandemi Covid-19, perubahan iklim, dan keamanan siber.
“Dalam konteks dinamika tantangan global saat ini, multilateralisme diharapkan sekali lagi bisa menjadi kerangka kerja utama bagi negara-negara dalam menghadapi tantangan lintas batas yang sangat kompleks,” ujarnya.
Namun, dalam beberapa waktu terakhir multilateralisme justru terasa melemah karena ada gejala penguatan geopolitik, peningkatan ketidakpercayaan antarnegara, timbulnya konflik, serta adanya berbagai kebijakan yang bernuansa unilateral. Berbagai gejala itu terjadi sebagai respons atas meningkatnya rasa tidak aman dan ketidakpastian global.
Di tengah tantangan tersebut, menurut Irine, kerja sama antarparlemen bisa menjadi langkah penyelesaian untuk kembali memperkuat multilateralisme. Sebab, parlemen memiliki kapasitas memulihkan kepercayaan, memelihara demokrasi, dan menjaga lembaga-lembaga multilateral tetap berjalan. Hal itu dilakukan melalui diplomasi parlemen, dialog, dan pertukaran praktik-praktik terbaik dari pelaksanaan fungsi parlemen di negara masing-masing.
“Dengan karakter yang lebih fleksibel, diplomasi parlemen dapat menjadi instrumen politik luar negeri yang efektif dalam memerangi berbagai tantangan global,” kata Irine.
Selain itu, kerja sama antarparlemen juga dapat membantu membangun pemahaman yang lebih baik tidak hanya dalam konteks antarnegara, tetapi juga antarmasyarakat dalam mencegah konflik. Kesepahaman yang dimaksud dalam meningkatkan rasa saling percaya dan membuka peluang menyelesaikan berbagai permasalahan global dengan cara damai. Melalui wadah P20, parlemen juga bisa memberikan masukan sekaligus mendorong realisasi komitmen pemerintah untuk mengembalikan multilateralisme sebagai platform utama dalam menjawab berbagai persoalan global.
Ketua Majelis Nasional Azerbaijan Sahiba Gafarova sepakat, tantangan dunia saat ini seperti kemiskinan, konflik kemanusiaan, ketimpangan sosial, dan perubahan iklim tak bisa diselesaikan setiap negara sendiri. Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak 2020 juga mengajarkan setiap negara bahwa tantangan global membutuhkan solusi global pula. Parlemen yang mewakili masyarakat bertanggung jawab untuk berpartisipasi mencari solusi terbaik atas sejumlah permasalahan tersebut.
”Kerja sama parlemen adalah bukti komitmen dan determinasi kita untuk bekerja bersama demi dunia yang lebih baik,” ujar Gafarova. Berkaca dari penyelenggaraan forum P20 sebelumnya, parlemen negara-negara yang turut serta pun bisa menghasilkan ide, perspektif baru, dan membuka kesempatan kerja sama global.