Ketua DPR Ajak Anggota Negara G20 Bergotong Royong Hadapi Multikrisis
Presidensi Indonesia pada G20 dibayangi pelbagai krisis (”multiple crisis”) yang terjadi pada saat bersamaan. Negara-negara G20 agar bisa bekerja sama, berkolaborasi, dan bergotong royong untuk menyelesaikan krisis itu.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Parlemen Indonesia menyuarakan soal pentingnya bergotong royong antarnegara Group of Twenty atau G20 dalam upaya menyelesaikan pelbagai krisis global saat ini. Parlemen pun berkomitmen untuk memberikan dukungan politik di dalam negeri untuk mewujudkan solusi permanen atas pelbagai permasalahan global.
Ketua DPR Puan Maharani dalam ”Kickoff Meeting G20 Parliamentary Speaker’s Summit (P20)” di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (15/6/2022), mengatakan, Presidensi Indonesia pada G20 dibayangi oleh pelbagai krisis (multiple crisis) yang terjadi pada saat bersamaan. Krisis yang dihadapi dunia tak hanya pandemi Covid-19, tetapi juga beberapa permasalahan lainnya, seperti ketegangan geopolitik, perubahan iklim, kelangkaan pangan dan energi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan inflasi tinggi.
Untuk itu, Puan pun mengajak negara-negara anggota G20 agar bisa bekerja sama, berkolaborasi, dan bergotong royong, berupa kerja sama internasional, dalam menyelesaikan pelbagai krisis yang melanda dunia. Selain itu, juga dibutuhkan keterlibatan pelbagai stakeholder lintas bidang, khususnya dalam sektor keamanan, politik, ekonomi, dan sosial.
”Jelaslah bahwa saat ini segala masalah dunia kita saling berhubungan. Berbagai permasalahan global tidak dapat diselesaikan oleh satu negara atau oleh satu pihak saja,” ujar Puan.
Acara ini turut dihadiri Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon, Wakil Ketua BKSAP Mardani Ali Sera, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan sejumlah duta besar negara anggota G20.
Agenda”Kickoff Meeting P20” yang diselenggarakan di Surabaya ini merupakan pembukaan atas serangkaian pertemuan menjelang P20 Summit pada 6-7 Oktober mendatang. DPR menjadi tuan rumah ”The 8th P20 Summit” yang diselenggarakan dalam satu rangkaian dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, dan Indonesia pada tahun ini menjadi presidensi dalam forum multilateral itu.
Jelaslah bahwa saat ini segala masalah dunia kita saling berhubungan. Berbagai permasalahan global tidak dapat diselesaikan oleh satu negara atau oleh satu pihak saja.
Puan mengingatkan, betapa mudahnya masalah lokal berkembang menjadi krisis global yang dapat berdampak pada kehidupan sehari-hari rakyat di sejumlah negara. Karena itu, negara-negara G20 harus selalu memperhitungkan kemungkinan terjadinya krisis global dalam pembuatan kebijakan di dalam negeri.
Ia meyakini, setiap negara memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam menghadapi risiko ancaman krisis. Apalagi, dengan bergotong royong, diharapkan pelbagai krisis itu dapat lebih cepat diatasi.
P20 tahun ini mengambil tema ”Stronger Parliament for Sustainable Recovery”yang disusun sejalan dengan tema Presidensi G20 Indonesia, yaitu ”Recover Together, Recover Stronger”. Puan berharap parlemen dapat menjadi bagian dari solusi atas krisis yang ada.
Parlemen, lanjutnya, harus bisa memberikan dukungan politik di dalam negeri untuk mewujudkan solusi permanen pelbagai permasalahan global. Ia menyebut, dukungan politik parlemen akan memperkuat legitimasi sejumlah agenda G20.
”Parlemen dapat menjadi penghubung untuk menyampaikan agenda G20 kepada konstituennya. Sesuai fungsinya, parlemen memberi landasan hukum di dalam negeri, mengalokasi anggaran, dan melakukan pengawasan berbagai komitmen G20,” kata Puan.
Aksi nyata
Puan pun berharap P20 akan menghasilkan sebuah kesepakatan bersama yang dapat mendorong adanya aksi nyata dalam menyelesaikan pelbagai masalah global yang ada.
Fadli Zon menjelaskan, parlemen merupakan pilar yang penting bagi organisasi, seperti G20, karena keterlibatannya di dalam fungsi pembuatan regulasi yang diharapkan dapat menuntaskan persoalan bangsa. Di samping itu, kehadiran parlemen juga tak kalah penting untuk mengawasi penerapan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah.
Fadli Zon sependapat dengan Puan bahwasanya tantangan yang dihadapi Indonesia dan dunia saat ini sangat kompleks. Dunia bukan hanya dihadapkan pada upaya pemulihan pasca-pandemi Covid-19, melainkan juga krisis perang Rusia-Ukraina. Kedua hal itu patut menjadi pembahasan serius dalam Forum G20 karena pelbagai krisis di dunia tak akan bisa diatasi apabila keamanan global tidak kondusif.
”G20 harus beradaptasi dengan cepat dan tepat serta perlu terobosan akomodatif merespons tantangan global,” kata Fadli Zon.
G20 kali ini, menurut dia, juga sekaligus menjadi momentum yang berharga bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar. Sebab, Indonesia memiliki modalitas dan potensi yang prospektif, seperti populasi terbesar keempat, demokrasi yang tumbuh, partisipasi demokrasi terbesar ketiga, dan kepemimpinan di ASEAN.
Sementara itu, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, Surabaya, I Gede Wahyu Wicaksana, menilai, parlemen bukan hanya memiliki fungsi teknis, tetapi juga strategis dalam menentukan nasib bangsa. Parlemen harus bisa mengingatkan pemerintah ketika sudah mengambil kebijakan yang salah, terutama terkait kebijakan luar negeri.
Parlemen, lanjut Wahyu Wicaksana, harus mampu juga mengawal agar Forum G20 nanti tak hanya sebatas acara seremoni, tetapi juga harus ada langkah kebijakan yang konkret dan segera diterapkan. Jika Indonesia ingin menjadi aktor, buatlah rancangan kebijakan yang jelas tersebut, bukan normatif.
”Dorong pemerintah untuk berani ambil sikap, bukan bermain aman. Pemerintah harus membuat roadmap kebijakan luar negeri yang firm dan solid. Sebab, ke depan, situasi bangsa ini akan lebih dinamis,” katanya.
Wahyu Wicaksana berharap komposisi parlemen Indonesia sekarang, yakni 81,9 persen merupakan koalisi pemerintahan, dapat mengawal program pemulihan ekonomi nasional lebih baik lagi. Namun, ia mengingatkan, jangan sampai justru proses pengawasan memudar akibat koalisi pemerintahan yang gemuk tersebut.