Kekuatan TNI AD akan tetap dioptimalkan untuk memenuhi kekuatan pokok minimum di tengah keterbatasan anggaran. Upaya yang akan dilakukan adalah membenahi organisasi TNI AD, termasuk merampingkannya.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman menegaskan, kekuatan TNI AD akan tetap dioptimalkan untuk memenuhi kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF) di tengah keterbatasan anggaran. Kekuatan pokok minimum akan ditata dengan merampingkan organisasi agar fleksibel sekaligus efektif.
Hal itu diungkapkan Dudung ketika mengunjungi Redaksi Harian Kompas, Jakarta, Senin (26/9/2022), seusai rapat kerja dengan Komisi I DPR. Dalam kunjungan itu, Dudung ditemui Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo.
Dudung mengatakan, desain besar kekuatan pokok minimum disusun dalam jangka panjang mulai tahun 2004 sampai 2024, dan itu terbagi menjadi tiga tahap rencana strategis. Namun, menurut dia, pemenuhan kekuatan pokok minimum juga terkait dengan ketersediaan anggaran dan kebijakan dari pimpinan di Kementerian Pertahanan.
Menurut Dudung, kekuatan pokok minimum tidak hanya menyangkut jumlah alat utama sistem senjata (alutsista), tetapi juga terkait erat dengan orang atau organisasi yang mengoperasikannya. Oleh karena itu, kekuatan pokok minimum juga mesti memperhatikan organisasi.
”Terkadang, memang kepemimpinan itu kebijakannya berbeda-beda. Sebetulnya, seharusnya di dalam MEF itu ada zero growth dan ada resizing. Misal, mobil Unimog itu sopirnya 1, ya 1. Bukan tiga. Maka dari itu, yang akhirnya kita bisa membeli alutsista,” kata Dudung.
Terlebih, lanjut Dudung, di tengah keterbatasan anggaran seperti yang terjadi saat ini. Tahun ini, dari semua kebutuhan TNI AD, anggaran yang dapat disediakan pemerintah hanya sekitar 45 persen. Oleh karena itu, pemenuhan kekuatan pokok minimum harus disesuaikan dengan jumlah angaran yang tersedia tersebut.
Prioritas yang hendak dilakukan dalam rangka meningkatkan kekuatan pokok minimum adalah dengan membenahi organisasi TNI AD.
Prioritas yang hendak dilakukannya dalam rangka meningkatkan kekuatan pokok minimum adalah dengan membenahi organisasi TNI AD, termasuk dengan merampingkan organisasi. Menurut dia, tidak seharusnya organisasi TNI AD terus dikembangkan menjadi sangat besar, tetapi tidak ada kerja yang dilakukan.
”Maka, ini saya akan rampingkan lagi masalah organisasi sehingga jangan organisasi dikembangkan besar, tapi tidak ada kerjanya. Organisasi itu harus betul-betul fleksibel, efektif, dalam kekuatan kecil pun (efektif),” kata Dudung.
Untuk menuju ke sana, lanjut Dudung, mau tidak mau peran teknlogi harus dikedepankan. Sebab, berkaca dari perkembangan militer negara lain, tampak bahwa sumber daya manusia akan lebih banyak didukung teknologi canggih.
Terkait dengan alutsista yang hendak dipenuhi TNI AD salah satunya adalah drone. Drone diperlukan untuk kepentingan pemantauan dan operasi. Kemudian ada alutsista lain berupa kendaraan tempur (ranpur) Badak, tank medium Harimau yang pembuatannya merupakan kerja sama antara pihak Turki dan PT Pindad.
Mau tidak mau peran teknlogi harus dikedepankan.
”Bagus juga yang di Turki itu, dia termasuk transfer teknologi. Jadi, yang dibangun di Turki itu 10 unit dibangun di Turki, 8 unit dibangun di Indonesia. Artinya betul-betul ditransfer sehingga nantinya PT Pindad betul-betul bisa membuat sendiri,” ujar Dudung.
Sebelumnya, terkait dengan pemenuhan kekuatan minimum, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan bahwa hingga 2024, pemenuhan kekuatan minimum TNI sekitar 70 persen. Adapun sebelum pandemi Covid-19 menerpa Indonesia, pemenuhan kekuatan pokok minimum berturut-turut ditargetkan sebesar 79 persen pada 2022 dan 86 persen pada 2022.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono sebelumnya menyampaikan, di matra laut, kekuatan pokok minimum berada di kisaran 60 persen. Angka itu berdasarkan kondisi kapal yang menua. Namun, ia memastikan pembaruan dan modernisasi tetap dilaksanakan dengan menyesuaikan anggaran pemerintah yang ada.