Teladani Sikap-sikap Positif Azyumardi Azra
Banyak sikap yang bisa diteladani dari Azyumardi Azra. Kesehariannya selalu santun, bersahaja, dan tidak menunjukkan derajatnya meski reputasinya tersohor di dalam dan luar negeri.
JAKARTA, KOMPAS — Sepeninggal cendekiawan Muslim Azyumardi Azra, sikap-sikap positif yang ditunjukkan oleh almarhum semasa hidup mesti diteladani oleh berbagai pihak. Meskipun keilmuannya sangat tinggi dan memiliki peran di berbagai bidang, almarhum selalu bersahaja dengan semua orang.
Jenasah Azyumardi akan tiba di Indonesia dari Malaysia pada Senin (19/9/2022) malam dan akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Selasa (20/9/2022) siang. Menurut rencana, bertindak sebagai inspektur upacara adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia Muhadjir Effendy.
Untuk menghargai dan mendoakan Ketua Dewan Pers tersebut, sejumlah insan pers mengikuti shalat Gaib di Hall Dewan Pers. Shalat Gaib diikuti puluhan orang, terdiri dari anggota Dewan Pers, konstituen Dewan Pers, pemimpin redaksi media massa, dan jurnalis dari berbagai perusahaan. Shalat Gaib dipimpin oleh Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia Muhammad Cholil Nafis.
Meskipun Azyumardi hanya empat bulan menjadi Ketua Dewan Pers, kepemimpinannya dianggap membuat Dewan Pers semakin dekat dengan publik. Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya mengatakan, banyak sikap yang bisa diteladani dari seorang Azyumardi. Kesehariannya selalu santun, bersahaja, dan tidak menunjukkan derajatnya meskipun reputasinya sebagai akademisi, tokoh agama, dan pemberi masukan kepada pengambil kebijakan diakui oleh masyarakat Indonesia dan dunia.
Baca juga : Selamat Jalan, Azyumardi Azra, Sang Inteligensia Bangsa
”Kesehariannya kadang membuat kami malu karena sekaliber beliau sangat bersahaja. Kalau perjalanan dinas tidak pernah meminta fasilitas kelas bisnis dan memilih bersama-sama bersama kami,” ujarnya seusai mengikuti shalat Gaib.
Azyumardi yang meninggal di usia 67 tahun masih sangat produktif. Selain masih mengajar sebagai Guru Besar Sejarah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, almarhum juga aktif di Dewan Pers, organisasi keagamaan, bahkan rutin menulis jurnal dan menulis di media massa.
”Saya sempat bertanya kepada beliau, apa yang membuat Prof Azyumardi begitu antusias terus menulis? Beliau bilang, passion-nya disitu, banyak hal yang harus disampaikan, dan bagian dari ibadah. Barangkali itu keteladanan yang bisa kita contoh,” tutur Agung.
Ketika menjadi Ketua Dewan Pers, lanjutnya, Azyumardi menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah sebuah anugerah. Untuk itu, harus dimanfaatkan dengan meneruskan hal-hal yang sudah baik dan memperbaiki yang belum baik. Sebab, dengan munculnya berbagai platform media dan oknum wartawan yang perilakunya menyimpang, peran insan pers harus diperkuat.
Baca juga : Azyumardi Azra, Intelektual Merdeka
”Ini adalah tanggung jawab kita bersama karena wartawan adalah profesi yang terhormat, rasanya kita semua yang bisa menjaga kehormatan kita,” katanya.
Dalam waktu yang relatif singkat memimpin Dewan Pers, Azyumardi telah menunjukkan posisi Dewan Pers yang lebih dekat kepada masyarakat. Di masa kepemimpinannya, Dewan Pers turut andil dalam mengoreksi sejumlah pasal di Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dinilai mencederai profesi wartawan. Sebab, RUU itu berpotensi membuat wartawan takut untuk mewartakan fakta-fakta karena berita yang dianggap merugikan orang bisa dibawa ke ranah pidana.
Jika hal tersebut dibiarkan, Azyumardi khawatir jurnalis tidak berani menampilkan cerita yang benar dan baik sehingga masyarakat akhirnya dirugikan. Berita-berita yang dikonsumsi masyarakat kemudian menjadi kacau dan akhirnya sama dengan media sosial yang banyak diisi oleh kabar bohong atau hoaks.
”Ini menjadi perhatiannya dan ketika orang bertanya kenapa Prof Azra dan Dewan Pers ikut mengawal RKUHP karena masyarakat perlu mendapatkan informasi yang benar dan baik,” kata Agung.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf melihat, almarhum memiliki gairah kebersamaan dalam konteks kebangsaan atau kultur kesantrian NU dan Muhammadiyah. Di banyak kesempatan, Azyumardi mengatakan bahwa NU dan Muhammadiyah adalah pilar keislaman yang menopang kehidupan bersama dalam satu bangsa.
”Islam ala NU dan Muhammadiyah mengedepankan nilai-nilai kebangsaan serta semangat cinta Tanah Air. Modalnya jelas: Islam tawasut, moderat, rahmatan lil alamin, dan berkeadilan ada dalam Pancasila. Ini semua tidak bertentangan dengan Islam,” ujarnya mengingat pesan yang sering disampaikan Azyumardi.
Di kalangan Islam tradisionalis, lanjut Yahya, sumbangsih Azyumardi cukup jelas. Disertasinya tentang jaringan ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara abad ke-17 dan ke-18 adalah salah satu rujukan penting bagi wacana Islam Nusantara. Azyumardi juga selalu hadir saat diundang NU, terakhir menghadiri acara internal Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia PBNU pada awal September 2022.
”Perhatian dan kepedulian almarhum terhadap dunia Islam yang maju dan berperadaban dirasakan semua kalangan, termasuk NU. Kita semua kehilangan atas wafatnya beliau. Semoga arwahnya diterima di sisi Allah SWT,” ucap Yahya.
Presiden Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) Muhammad Faisal Abdul Aziz mengatakan, almarhum bukan sosok yang asing bagi pimpinan dan warga ABIM. Pemikirannya selalu kritis dan berusaha membawa perubahan berasaskan dinamika pemikiran kontemporer. Ketajaman dan kecerdasan almarhum dalam mengulas isu-isu pemikiran Islam lewat sejarah yang lampau sangat inspiratif.
”Sesungguhnya pemergian Azyumardi Azra adalah satu kehilangan besar buat seluruh warga Muslim, khususnya anak muda di rantau Asia Tenggara Malaysia-Indonesia. Kecerdasannya mengartuklasi pemikiran kontemporari meletakkan beliau sebaris dengan pemikir-pemikir Islam serantau lain, seperti Nurcholis Majid, Kuntowijoyo, Siddiq Fadzil, dan figura-figura besar lainya,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Maarif Institute Abdul Rohim Ghazali mengatakan, wafatnya Azyumardi menyisakan duka mendalam bagi keluarga besar Maarif Institute. Almarhum bukan sekadar seorang pemikir Muslim progresif, melainkan juga sebagai narasumber tetap di berbagai kegiatan Maarif Institute. Bagi Maarif Institute, wafatnya Azyumardi merupakan kehilangan seorang pejuang Islam wasatiah atau Islam moderat yang menjadi konsern utama Maarif Institute.
”Indonesia berduka. Almarhum adalah salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia, intelektual Tanah Air berkaliber dunia. Ide-idenya yang bernas dan analisisnya yang kritis tentang isu-isu politik kebangsaan dan keummatan sangat mencerahkan, terutama pada bidang ilmu kesejarahan,” ujarnya.
Baca juga : Kumpulan Opini Azyumardi Azra
Sebagaimana Buya Syafii Maarif, Azyumardi merupakan salah satu tokoh intelektual, sejarawan Islam dan salah seorang pembaharu Islam paling berpengaruh di lingkungan dunia pendidikan Islam. Pemikiran-pemikiran almarhum cenderung bersifat progresif, normatif, dan terbuka untuk pemikiran yang rasional. Azyumardi juga dikenal sebagai seorang ilmuwan organik yang tulisan tulisannya sangat artikulatif, reflektif, dan responsif terhadap dinamika perkembangan zaman.
”Semasa hidupnya, Prof Edi (Azyumardi) dikenal sebagai sosok ilmuwan yang luwes dalam pergaulan dan sangat produktif menulis, baik karya karya dalam bentuk buku, artikel, maupun tulisan-tulisan lainnya di media massa,” tutur Ghazali.