Azyumardi Azra, Tokoh yang Berani Menjaga Jarak dengan Kekuasaan
”Ia memang teruji tak tergoda ke dalam aktivitas politik praktis. Namun, justru di situlah konsistensinya sebagai ilmuwan tulen,” kata mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin soal sosok almarhum Azyumardi Azra.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)
Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra saat hadir dalam rapat kerja antara Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dengan anggota Komisi I DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (08/6/2022). Rapat ini membahas rencana kerja dan anggaran Kominfo 2023. Selain Azra, hadir juga Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio dan Ketua Komisi Informasi Pusat Donny Yoegiantoro.
JAKARTA, KOMPAS — Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra semasa hidupnya dikenal sebagai tokoh yang mampu mereformasi pendidikan Islam di Indonesia. Akademisi yang sangat produktif menulis tersebut juga dikenal sangat kritis dan berani menjaga jarak dengan kekuasaan.
Azyumardi meninggal dunia setelah tiga hari menjalani perawatan di Rumah Sakit Serdang, Selangor, Malaysia, Minggu (18/9/2022). Duka mendalam diungkapkan sejumlah tokoh terhadap sosok yang dikenal mampu mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia sekaligus memiliki pandangan yang kritis tersebut.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati mengungkapkan, dirinya merasakan kemajuan pendidikan Islam yang telah diperjuangkan Azyumardi. Azyumardi telah melakukan reformasi pendidikan Islam dengan mengubah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi UIN Jakarta. Perubahan tersebut membuat UIN tidak lagi dipandang terbelakang.
”Prof Azyumardi adalah orang yang sangat luar biasa memajukan bagaimana IAIN-IAIN ini bangkit menjadi salah satu pilar pendidikan Islam dan pendidikan pada umumnya untuk bangsa ini,” kata Rita saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Menurut Rita, Azyumardi mampu meningkatkan kualitas UIN, baik dari aspek pembangunan gedung maupun sumber daya manusia. Bahkan, lanjut Rita, Azyumardi juga mengajak banyak Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Indonesia agar maju bersama. Azyumardi pun sering melakukan pertemuan internasional untuk memajukan PTKIN.
Sumbangsih Azyumardi pada dunia akademik, kata Rita, juga ditunjukkan dengan menjadi penasihat Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Azyumardi memiliki pemikiran yang tidak biasa. Intelektualitas yang dimilikinya mampu menggerakkan pendidikan Islam bertransformasi menjadi universitas kelas dunia.
Dalam perbincangan di CSRC, Azyumardi menunjukkan kecintaannya pada Indonesia. Ia berani memberikan kritik yang membangun bagi bangsa ini agar terus berada di jalurnya. Azyumardi juga memproduksi kebaikan-kebaikan agar bangsa ini menjadi bangsa yang beradab mencapai tujuannya untuk kesejahteraan rakyat, berkeadilan, menjaga persatuan, dan inklusif.
Rita mengatakan, Azyumardi merupakan sosok yang sangat produktif. Bahkan, jelang akhir hayatnya pun, Azyumardi masih menulis. ”Itu contoh keteladanan akademisi yang beliau terus gaungkan hingga akhir hayatnya,” tuturnya.
Menteri Agama periode 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin melalui akun Instagram-nya mengungkapkan, Azyumardi adalah salah satu dari sedikit cendekia yang diakui dunia paling otoritatif berbicara tentang Islam di Asia Tenggara. Pengetahuan keislamannya mengakar pada sumber-sumber klasik yang sangat kaya dan mendalam, baik sumber Arab maupun Nusantara. Banyak karya ilmiahnya menjadi rujukan dunia.
Senada dengan Rita, Lukman mengungkapkan, akademisi yang sangat produktif menulis itu adalah sosok penting di balik transformasi IAIN menjadi UIN yang hingga kini terus tumbuh dan berkembang di banyak daerah di Indonesia. Ketika Azyumardi menjadi Rektor UIN Jakarta, jurnal ilmiah tingkat fakultas dan jurusan menjadi semacam jamur di musim hujan.
Ia memang teruji tak tergoda ke dalam aktivitas politik praktis. Namun, justru di situlah konsistensinya sebagai ilmuwan tulen. Ia akademisi sejati, pengembara yang soliter
Saat Azyumardi memimpin pascasarjana UIN Jakarta, terjadi pergeseran paradigma berpikir yang signifikan dari semula paradigma normatif-teologis gaya Harun Nasution ke paradigma sosio-historis khas gaya Azyumardi. Kajian-kajian yang di zaman Harun berbau dunia Islam pada umumnya dan dunia Arab khususnya, pada masa Azyumardi diarahkan pada kajian-kajian Islam Nusantara atau kajian Islam Asia Tenggara.
”Banyak pertanyaan tentangnya diajukan, mengapa selama hayatnya tak berkarier di birokrasi, atau tak menduduki jabatan penting di organisasi sosial politik dan ormas keagamaan? Ia memang teruji tak tergoda ke dalam aktivitas politik praktis. Namun, justru di situlah konsistensinya sebagai ilmuwan tulen. Ia akademisi sejati, pengembara yang soliter,” kata Lukman.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Azyumardi Azra di antara koleksi buku di rumah lamanya yang dijadikan perpustakaan.
Meskipun demikian, menurut Lukman, Azyumardi sama sekali bukan sosok yang apolitis. Keahliannya sebagai seorang sejarawan Islam tidak menghentikannya terlibat dalam wacana kontemporer, khususnya demokrasi, politik, hukum, dan sosial keagamaan. Ia tetap menjaga jarak dengan kekuasaan dan terus menjadi intelektual terkemuka yang paling vokal dalam menyuarakan aspirasi publik.
Pendapat dari Prof Azyumardi selalu direferensi karena kuatnya disiplin dalam kebenaran.
Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, Azyumardi dikenal sebagai sosok pejuang modernisasi Islam dan selalu punya pandangan kritis. ”Pendapat dari Prof Azyumardi selalu direferensi karena kuatnya disiplin dalam kebenaran,” kata Hasto.
Menurut Hasto, Azyumardi adalah seorang akademisi dengan pandangan yang sangat obyektif. Selain itu, juga memiliki keberanian menjaga jarak dengan kekuasaan.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom juga mengungkapkan, Azyumardi adalah cendekiawan yang kepakarannya diakui dunia dan sangat banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi perdamaian dunia.
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
Ketua Umum Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom
”Sebagai seorang akademisi, (Azyumardi) sangat banyak memberikan pencerahan bukan hanya di bangku kuliah, tetapi juga masyarakat luas, dengan kiprahnya yang tak kenal lelah dari satu kota ke kota lainnya, bahkan antarnegara, demi mencerdaskan masyarakat. Upaya pencerdasannya sangat lintas batas, yang melampaui sekat-sekat suku, bangsa, agama, dan pemisah lainnya,” kata Gomar.