Azyumardi Azra dalam Kenangan Pimpinan Organisasi Keagamaan
Di dalam memori para koleganya, Prof Azyumardi Azra dikenal sebagai sosok yang kritis, egaliter, terus terang, dan gigih membangun keadaban publik. Almarhum dipandang memiliki pemikiran yang jernih dan komprehensif.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
Berpulangnya cendekiawan Muslim Azyumardi Azra di Malaysia, Minggu (18/9/2022), meninggalkan kehilangan yang mendalam bagi umat berbagai agama. Sejumlah tokoh organisasi keagamaan mengungkapkan kenangannya terhadap sepak terjang Ketua Dewan Pers itu selama hidup.
Bagi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, Azyumardi Azra adalah cendekiawan Muslim dan intelektual bangsa yang maqom-nya sudah begawan atau ar-rasih fil-'ilmi. Pemikirannya senantiasa jernih dan komprehensif yang menggambarkan kedalaman serta kekuasan ilmu, khususnya ilmu keislaman yang terkoneksi dengan berbagai aspek kehidupan.
”Kita sungguh kehilangan atas meninggalnya Prof Dr Azyumardi Azra di Malaysia. Beliau ke negeri jiran dalam perjalanan berbagi ilmu sehingga terkategori sahid di jalan Allah,” ujar Haedar.
Secara pribadi, Haedar mengenal Azya cukup lama, bahkan ketika menjadi salah satu penguji ujian disertasi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sikap dan pemikirannya semasa hidup amat berkesan karena penuh rendah hati meski berada di puncak posisi sebagai intelektual ternama, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di tingkat regional dan global. Oleh sebab itu, generasi muda Indonesia penting berguru dan mengambil banyak mosaik serta pemikiran-pemikiran Azra yang mencerdaskan dan mencerahkan.
”Kami sungguh kehilangan sang intelegensis begawan bangsa,” tuturnya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengatakan, berpulangnya Azra merupakan kehilangan besar bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, umat Islam, dunia pers, dan bangsa Indonesia. Almarhum merupakan seorang intelektual Muslim yang kritis dan berintegritas tinggi dan selalu menyuarakan kebenaran, membela hak asasi manusia, menegakkan konstitusi, serta pemihakan pada kebebasan pers dan demokrasi.
Secara pribadi, Mu'ti mengenal Azra sebagai guru sekaligus sahabat. Selama kuliah di program Doktor Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mu’ti mengikuti dua mata kuliah Azra. Bahkan, Azra menjadi promotor disertasinya yang berjudul ”Pluralitas Keagamaan dalam Pendidikan: Studi Kasus di Yapen Waropen, Ende, dan Kapuas Hulu”. Disertasi itu kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul Kristen Muhammadiyah: Konvergensi Muslim dan Kristen dalam Pendidikan yang ditulis bersama Fajar Riza Ulhaq. Azra memberikan kata pengantar di buku tersebut.
”Walaupun Prof Azra adalah guru saya, beliau beberapa kali panel dengan saya dalam beberapa kali seminar di dalam dan di luar negeri. Prof Azra bisa dan menghormati siapa saja yang berdiskusi dengan beliau meski secara usia dan keilmuan jauh lebih muda,” kata Mu’ti.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul mengatakan, almarhum merupakan akademisi, pemikir, dan penulis yang memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Sebagai akademisi, Azra tidak hanya berurusan dengan kampus, tetapi juga menjadi aktivis yang memperjuangkan kepentingan masyarakat. Almarhum memiliki hubungan baik dengan berbagai pihak dan sering memberikan masukan kepada pengambil kebijakan.
Azra dikenal oleh Gus Ipul sebagai sosok yang sederhana rendah hati. Semasa Gus Ipul menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Azra pernah menanyakan beberapa hal secara langsung dan mengajaknya mendiskusikan persoalan. ”Tidak pernah merasa ada jarak dengan siapa pun,” ujarnya.
Menurut dia, Azra bisa merajut hubungan baik dengan seluruh kelompok Muslim, tidak terkecuali dengan NU dan Muhammadiyah. Bahkan, dengan orang yang berbeda pendapat, hubungannya pun tetap baik. ”Meskipun berbeda pendapat dengan Gus Dur, tetap akrab. Dengan Ketum PBNU seperti KH Hasyim Muzadi dekat, dengan KH Said Aqil Siroj baik, apalagi dengan KH Yahya Cholil Staquf,” tutur Gus Ipul.
Adapun Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom mengatakan, Azra merupakan cendekiawan Minang yang kepakarannya diakui dunia dan banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi perdamaian dunia. Tidak heran jika Kaisar Jepang menganugerahi Azra The Order of the Rising Sun: Gold and Silver Star. Azra juga mendapatkan gelar kehormatan Commander of the Order of the British Empire (CBE) dari Ratu Inggris.
”Beliau seorang pemikir independen. Kedekatannya dengan pemerintahan Joko Widodo tidak menghilangkan kemandiriannya untuk menyampaikan pandangan-pandangan kritisnya atas kebijakan yang ditempuh oleh Jokowi,” katanya.
Kepergian Azra merupakan kehilangan besar bagi Gultom. Selama hidup, Azra merupakan guru sekaligus sobat yang cerdas dan bicara selalu terus terang tanpa tedeng aling-aling. Sebagai seorang akademisi, Azra banyak memberikan pencerahan, bukan hanya di bangku kuliah, melainkan juga masyarakat luas dengan kiprahnya yang tak kenal lelah demi mencerdaskan masyarakat. Upaya pencerdasannya pun sangat lintas batas yang melampaui sekat-sekat suku, bangsa, agama, dan pemisah lainnya.
”Menurut saya, beliau termasuk salah satu guru bangsa. Dan, untuk ini saya, atas nama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, menyatakan dukacita mendalam. Semoga semua jerih payah beliau dalam membangun keadaban publik bisa kita teruskan bersama, demi Indonesia yang adil, damai, dan sejahtera,” ucap Gomar.