Mahfud MD Kembali Tegaskan Soal Percepatan Pengesahan RUU Perampasan Aset
Pemerintah segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, sebagai pengusul RUU itu, pemerintah akan mendorong agar RUU itu bisa dibahas bersama dengan DPR sebagai Program Legislasi Nasional.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan komitmen pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Sebagai pengusul RUU itu, pemerintah akan mendorong agar RUU itu bisa dibahas bersama dengan DPR sebagai Program Legislasi Nasional.
”Pemerintah secara resmi sudah mengajukan ke DPR. Kemudian, Presiden juga sudah menegaskan di dalam pidato peringatan Hari Antikorupsi bahwa pemerintah sungguh-sungguh akan menyelesaikan RUU Perampasan Aset,” ujar Mahfud melalui keterangan tertulis, Jumat (16/9/2022).
Mahfud menjelaskan, RUU itu sudah diajukan oleh pemerintah ke DPR. Namun, sampai saat ini, RUU itu belum dibahas bersama antara pembentuk UU. Padahal, RUU itu dinilai sangat diperlukan oleh bangsa ini untuk melengkapi regulasi terutama dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Menurut dia, RUU ini tidak merugikan siapa pun kecuali para koruptor. Jika disahkan, RUU ini akan lebih menguntungkan negara.
”Oleh karena itu, kami akan terus mendorong dan Presiden juga selalu menanyakan ini sampai di mana prosesnya. Saya sampaikan sudah di DPR dan sudah di Prolegnas juga RUU Perampasan Aset ini,” katanya.
Pemerintah secara resmi sudah mengajukan ke DPR. Kemudian, Presiden juga sudah menegaskan di dalam pidato peringatan Hari Antikorupsi bahwa pemerintah sungguh-sungguh akan menyelesaikan RUU Perampasan Aset.
Menurut dia, pemerintah mengajukan dua RUU, yaitu RUU Pembatasan Belanja Uang Kartal dan RUU Perampasan Aset. Sesuai kesepakatan dengan DPR, RUU Perampasan Aset akan terus dibahas. Adapaun RUU Pembatasan Belanja Uang Kartal ditunda pembahasannya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menambahkan, MAKI memberikan gambaran kepada Menko Polhukam bahwa RUU Perampasan Aset harus disahkan apa pun upayanya. Untuk mendukung upaya itu, MAKI juga akan mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi. MAKI akan meminta MK untuk mencantolkan RUU Perampasan Aset di Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Ini untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
”Di MK, sudah ada yurisprudensi untuk memerintahkan pemerintah dan DPR untuk mengesahkan UU Asuransi Usaha Bersama Bumiputera maksimal dua tahun. Kemudian, pemerintah belum membuat ditagih lagi dalam putusan nomor 32 tahun 2020 kemarin. MK memerintahkan pemerintah dan DPR mengesahkan UU Asuransi Usaha Bersama,” tuturnya.
Urgensi RUU Perampasan Aset, lanjutnya, adalah untuk kepentingan memberikan efek jera dan mengembalikan kerugian negara. RUU Perampasan Aset juga harus dijalankan untuk mengobati luka masyarakat karena kebijakan bebas bersyarat narapidana kasus korupsi belakangan ini. Menko Polhukam diminta untuk bergerilya agar RUU Perampasan Aset bisa disahkan oleh DPR. Apalagi, RUU ini sudah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
”Kemarin memang ada penolakan. DPR ini maunya apa? Pemberantasan korupsi itu apa? Justru malah mendukung atau malah pro-koruptor. Satu-satunya jalan kalau negara ini masih ingin utuh kaitannya dengan korupsi adalah perampasan aset,” katanya.
Jika ada RUU Perampasan Aset disahkan, tambah Boyamin, koruptor bisa dimiskinkan dengan mekanisme pembuktian terbalik. Pemiskinan koruptor bisa menciptakan efek jera.
Kemarin memang ada penolakan. DPR ini maunya apa? Pemberantasan korupsi itu apa? Justru malah mendukung atau malah pro-koruptor. Satu-satunya jalan kalau negara ini masih ingin utuh kaitannya dengan korupsi adalah perampasan aset.
”Tidak usah pakai lama, saya maju ke MK, mudah-mudahan bisa cepat sidangnya. Kalau di persidangan yang terbuka untuk umum itu DPR masih menolak, biar dihakimi oleh rakyat, besok lagi tidak usah dipilih,” ucapnya.
Tidak ada yang luar biasa dari pernyataan Menko Polhukam. Itu sudah sepantasnya dilakukan.
Publik menunggu
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, berpandangan, pernyataan Menko Polhukam merupakan hal yang sudah sepatutnya dilakukan oleh pembentuk UU. Menurut dia, publik telah lelah menunggu karena RUU Perampasan Aset sudah lebih dari satu dekade tak kunjung disahkan. Jika pemerintah memang serius ingin mengesahkan RUU Perampasan Aset, seharusnya juga dilihat apakah RUU itu sudah masuk dalam agenda Prolegnas atau belum.
”Tidak ada yang luar biasa dari pernyataan Menko Polhukam. Itu sudah sepantasnya dilakukan,” ujar Alvin.
Alvin juga mengatakan, pembahasan UU melibatkan cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Namun, selama ini di level pemerintah juga tidak ada pembahasan atau pembicaraan publik mengenai regulasi ini. Ini menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya tak serius mengesahkan RUU yang penting ini.
”Ini harus segera dilakukan karena mendesak. Kalau memang mau dipandang publik serius pembahasan, ajak publik juga untuk mendorong percepatan itu,” ucapnya.