Kemendagri Berikan Kewenangan Mutasi ke Penjabat Kepala Daerah
Direktur Eksekutif Komite Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman Nurcahyadi Suparman mengatakan, pemberian kewenangan mutasi melalui SE tidak cukup kuat dalam memberikan kepastian hukum kepada penjabat kepala daerah.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Dalam Negeri memberikan kewenangan kepada penjabat kepala daerah untuk melakukan mutasi. Kewenangan yang diberikan melalui surat edaran itu dinilai riskan karena mudah berubah jika ada SE yang baru, terlebih pemberian kewenangan itu diberikan tanpa mekanisme evaluasi yang jelas.
Pemberian kewenangan mutasi disampaikan melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022. SE perihal persetujuan Mendagri kepada pelaksana tugas, penjabat, penjabat sementara kepala daerah dalam aspek kepegawaian perangkat daerah itu ditandatangani Mendagri Tito Karnavian dan ditujukan ke gubernur dan bupati/wali kota seluruh Indonesia.
Dalam SE tersebut disebutkan, dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam aspek kepegawaian perangkat daerah, Mendagri memberikan persetujuan tertulis kepada pelaksana tugas, penjabat, dan penjabat sementara gubernur/ bupati/ wali kota untuk dua hal.
Pertama, mereka diberikan persetujuan untuk melakukan pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi dan atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat atau aparatur sipil negara di lingkungan pemda provinsi atau kabupaten atau kota yang melakukan pelanggaran disiplin dan atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Kedua, persetujuan mutasi antardaerah dan atau antarinstansi pemerintah sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
"Dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam aspek kepegawaian perangkat daerah, Mendagri memberikan persetujuan tertulis kepada pelaksana tugas, penjabat, dan penjabat sementara gubernur/ bupati/ wali kota untuk dua hal"
Dengan demikian, penjabat kepala daerah dalam melakukan mutasi tidak perlu lagi mengajukan permohonan tertulis kepada Mendagri. Sebab berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan, penjabat kepada daerah dilarang melakukan mutasi pegawai kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.
Selain soal mutasi, dalam UU Pilkada juga dilarang membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan pejabat sebelumnya, serta membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebiajakan pejabat sebelumnya.
"Pemberian kewenangan mutasi melalui SE tidak cukup kuat dalam memberikan kepastian hukum kepada penjabat kepala daerah. Sebab sewaktu-waktu SE bisa dicabut sehingga kewenangan bisa berubah sesuai dengan keinginan Mendagri. Apalagi kewenangan melakukan mutasi cukup sensitif dan rentan dipolitisasi untuk kepentingan tertentu"
Tidak cukup kuat
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Nurcahyadi Suparman mengatakan, pemberian kewenangan mutasi melalui SE tidak cukup kuat dalam memberikan kepastian hukum kepada penjabat kepala daerah. Sebab sewaktu-waktu SE bisa dicabut sehingga kewenangan bisa berubah sesuai dengan keinginan Mendagri. Apalagi kewenangan melakukan mutasi cukup sensitif dan rentan dipolitisasi untuk kepentingan tertentu.
"Dengan kewenangan mutasi, apakah artinya penjabat kepala daerah berwenang sebagai pejabat pembina kepegawaian atau tidak pun belum diatur jelas," ujarnya.
Oleh sebab itu, Herman menilai pemberian kewenangan mestinya diberikan melalui Peraturan Pemerintah karena lebih kuat dibanding SE Mendagri.
Dalam PP itu pun harus diatur secara lengkap mulai dari penunjukan dan pengangkatan, kewenangan yang dimiliki, serta monitoring dan evaluasi. Hal ini akan memberikan kepastian jalannya tata kelola pemerintahan yang baik sehingga tidak ada kemunduran bagi daerah yang dipimpin oleh penjabat.