Presiden Meminta Hasil Perikanan Kepulauan Tanimbar Bisa Memenuhi Gizi Anak
Hasil perikanan di Kepulauan Tanimbar diharapkan bisa memenuhi kebutuhan gizi anak-anak. Meski demikian, masyarakat mengharapkan ada pasokan beras guna memenuhi kebutuhan karbohidrat. Sebab, hasil pertanian ubi menurun.
Oleh
NINA SUSILO, FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
MALUKU, KOMPAS — Presiden Joko Widodo, Jumat (2/9/2022), menyampaikan harapannya agar hasil perikanan di Kepulauan Tanimbar, kabupaten paling selatan dari Provinsi Maluku, ini mampu mencukupi kebutuhan gizi anak-anak di daerah setempat. Bila potensi produksi mencukupi, barulah hasil perikanan dijual ke wilayah lain termasuk diekspor.
Kepulauan Tanimbar termasuk ke dalam dua wilayah pengelolaan perikanan (WPP). Namun, wilayah ini tidak masuk ke dalam lumbung strategis pangan nasional. Presiden Joko Widodo menilai, pengelompokan ke dalam wilayah perikanan dapat dilakukan apabila potensi produksi sudah mencukupi.
”Penghitungan, pengelompokan wilayah itu telah dilakukan oleh Kementerian KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), jadi kelompok-kelompoknya ada, pelabuhannya ada di mana, semuanya ada. Jadi, kalau potensinya dikelompokkan masih belum cukup, ya, memang biasanya tidak dimasukkan dalam kelompok wilayah perikanan,” tutur Presiden kepada wartawan di Pasar Oelilit, Saumlaki, Kepulauan Tanimbar, Jumat.
Dalam kunjungan kerjanya itu, selain didampingi Nyonya Iriana, Presiden juga didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Presiden menambahkan, banyak potensi hasil laut di Kepulauan Tanimbar yang diserap untuk kebutuhan masyarakat lokal. Hal tersebut dinilai lebih baik dilakukan karena mampu mencukupi kebutuhan gizi anak-anak di daerah.
”Kita melihat potensi di sini juga telah banyak terserap oleh kebutuhan lokal. Saya kira enggak ada masalah. Tidak harus itu ekspor, tidak, asal konsumsi masyarakat bisa lebih baik, karena juga menyangkut gizi anak-anak di daerah. Jangan semuanya diekspor, tidak semuanya harus masuk dalam wilayah penangkapan ikan, tidak harus seperti itu,” kata Presiden.
Meskipun memiliki potensi ikan yang mencukupi, warga Kepulauan Tanimbar saat ini membutuhkan sumber karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Berharap pada beras
Meskipun memiliki potensi ikan yang mencukupi, warga Kepulauan Tanimbar saat ini membutuhkan sumber karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan pangan. Perubahan iklim menyebabkan curah hujan tidak menentu. Kondisi ini menyebabkan ubi yang menjadi salah satu makanan pokok warga setempat mengalami penurunan produktivitas. Karena itu, masyarakat berharap agar ada bantuan beras dari luar daerah.
”Dulu, ubi masih banyak ditemukan di kampung-kampung, tapi sekarang sudah tidak banyak lagi. Petani mau tanam, tapi hasilnya tidak banyak. Banyak sekali yang mati karena kurang hujan,” kata Niko Ngeljaratan (59), warga Tanimbar.
Kondisi demikian membuat warga beralih ke beras. Mereka lebih memilih bekerja serabutan dengan upah rata-rata Rp 50.000 per hari. Upah itu kemudian digunakan untuk membeli beras medium dengan harga Rp 15.000 per kilogram. Beras di Tanimbar dipasok dari Pulau Jawa.
Seiring waktu, pangan lokal semakin ditinggalkan terutama oleh kalangan generasi muda. Ubi kini dianggap sebagai makanan kelas dua. ”Kalau belum makan nasi, itu belum makan. Padahal, ubi dan nasi sama-sama mengandung karbohidrat,” kata Niko yang juga pensiunan aparatur sipil negara itu.
Untuk mengurangi ketergantungan beras dari luar daerah, ada kampung di Tanimbar yang mengolah sawah tadah hujan, yakni Desa Kandar di Pulau Selaru, pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Australia. Saat ini, warga di desa itu mengalami swasembada beras. Mereka bahkan menjual beras yang dihasilkan ke luar Maluku.
Pertanian di desa itu maju setelah masuknya dana desa yang sebagian digunakan untuk membantu petani. ”Desa Kandar itu menjadi salah satu desa mandiri di Maluku setelah bergulirnya dana desa. Sebelum itu masuk kategori desa tertinggal,” kata Buce Turlel, pendamping desa di Tanimbar.