Pengawasan Presiden Dibutuhkan untuk Perbaikan di Polri
Gagasan memperbarui sistem pengawasan kepolisian pascakasus Ferdy Sambo tak bisa diserahkan sepenuhnya kepada Polri. Presiden harus mengontrol.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, PRAYOGI DWI SULISTYO, SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Belajar dari kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, pelibatan lembaga eksternal dalam menangani perkara hukum yang melibatkan pejabat utama kepolisian, seperti direkomendasikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, sangat penting untuk direalisasikan.
Untuk memastikan hal itu sekaligus memperkuat lembaga eksternal kepolisian, harus ada campur tangan dari Presiden yang membawahkan langsung kepolisian.
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Zaenal Arifin Mochtar, mengungkapkan, upaya untuk memperbaiki tubuh Kepolisian Negara RI (Polri) perlu dilakukan simultan dengan melibatkan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas masa depan reformasi kepolisian. Namun, hal yang paling signifikan, menagih kerja dari Presiden yang membawahkan langsung kepolisian. Pascareformasi, kepolisian diposisikan berada di bawah Presiden secara struktur.
”Harapannya, Presiden melakukan kontrol. Bukan untuk penegakan hukumnya, tetapi membersihkan yang kayak begini (kasus Ferdy Sambo). Ini kegagalan hampir semua presiden di zamannya, terutama setelah (Polri) dipisahkan dari militer tahun 2000-an,” ujar Zaenal, Jumat (2/9/2022).
Bersamaan dengan hal itu, gagasan untuk memperbarui sistem pengawasan kepolisian dapat dilakukan. Ada dua cara, yaitu merevitalisasi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dengan memberikan kewenangan yang memadai atau membentuk lembaga baru. ”Semua ide ke arah perbaikan dilakukan. Ada kerja besar yang harus dilakukan,” tambahnya.
Pemerhati kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, juga menekankan pentingnya penguatan Kompolnas. Tanpa penguatan kewenangan bagi Kompolnas, kasus seperti kasus pembunuhan Nofriansyah yang melibatkan atasannya, bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, serta sejumlah pejabat dan personel Polri bisa luput tanpa penegakan hukum.
Tanpa penguatan kewenangan itu pula, apalagi lembaga eksternal tak dilibatkan, ia pesimistis isu bisnis judi daring yang dikabarkan melibatkan sejumlah pejabat tinggi Polri betul-betul diselidiki seperti janji Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (24/8).
Terkait hal ini, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Jumat, mengatakan, informasi itu masih didalami Direktorat Siber Bareskrim Polri.
Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Azmi Syahputra, menambahkan, salah satu cara memperkuat kewenangan Kompolnas adalah memperkuat kedudukan Kompolnas. Tak bisa lagi sebatas dibentuk dengan payung hukum peraturan presiden, tetapi harus dibentuk dengan dasar undang-undang. Yang juga penting, rekomendasi yang lahir dari Kompolnas seharusnya dibuat mengikat untuk dijalankan Polri.
Satu lagi diberhentikan
Setelah Ferdy Sambo yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai anggota Polri, Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) Polri menjatuhkan sanksi yang sama bagi bekas Kepala Subbagian Audit Bagian Penegakan Etika Biro Pertanggungjawaban Profesi Divpropam Polri Komisaris Chuck Putranto. Bekas anak buah eks Kadivpropam Polri Irjen Ferdy Sambo itu dinyatakan melakukan perbuatan tercela dan melanggar kode etik profesi.
Putusan itu dijatuhkan KKEP setelah melalui persidangan selama 15 jam, mulai dari Kamis (1/9) hingga Jumat dini hari.
Chuck dan Ferdy merupakan dua dari tujuh polisi yang diduga menghalang-halangi penyidikan pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Mereka juga diduga merusak barang bukti ponsel dan kamera pengawas serta menambahkan barang bukti di lokasi pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta.
Dedi Prasetyo, saat jumpa pers, Jumat, mengatakan, Chuck menyatakan banding atas putusan KKEP. Sikap ini sama dengan Sambo yang juga mengajukan banding. Polri menghargai hal itu karena merupakan hak yang bersangkutan.
Setelah Chuck, KKEP akan mengadili Komisaris Baiquni Wibowo selaku eks Kepala Subbagian Riksa Bagian Penegakan Etika Biro Pertanggungjawaban Profesi Divpropam Polri.
Adapun mengenai upaya banding yang diajukan Sambo, menurut Dedi, Komisi Banding belum menerimanya.