Komnas HAM Simpulkan Tak Ada Penganiayaan pada Yosua
Pada pembunuhan Brigadir J atau Yosua, Komnas HAM simpulkan tidak ada penganiayaan terhadap Yosus. Kesimpulan itu sebagian dari hasil penyelidikan Komnas HAM yang diserahkan kepada Polri.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI menerima laporan hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terkait dengan kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamis (1/9/2022), di Kantor Komnas HAM, Jakarta. Dalam laporan itu, Komnas HAM menyimpulkan salah satunya bahwa tidak ada tindak pidana kekerasan atau penganiayaan terhadap Brigadir J.
Selain itu, Komnas HAM menyebut bahwa penembakan terhadap Yosua yang diduga terjadi atas perintah bekas Kepala Divisi Profersi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, itu adalah pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing). Dalam kasus itu, Komnas HAM juga menyebutkan, ada tindak pidana menghalang-halangi penyidikan (obstruction of justice) yang dilakukan oleh sejumlah anggota kepolisian.
Saat menerima laporan penyelidikan itu, Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto menyampaikan, Komnas HAM melaporkan terdapat pembunuhan di luar hukum. Di kepolisian hal itu dikenal dengan pembunuhan berencana yang diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
”Sebenarnya sama. Kalau di kepolisian sesuai dengan Pasal 340,” ujar Agung yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Khusus Polri dalam kasus ini.
Komnas HAM juga menyimpulkan tidak ada tindak pidana kekerasan atau penganiayaan terhadap Yosua. Selain itu, dari rangkaian pembunuhan itu ada kejahatan lain, yaitu menghalang-halangi penyidikan. Untuk temuan dugaan menghalang-halangi penyidikan, saat ini penyidik tim khusus Polri sudah melakukan langkah-langkah penanganan.
Agung kemudian menyebutkan, seperti pada Jumat (19/8) lalu, selain Sambo, ada enam anggota polisi yang disebutkan terlibat dalam menghalang-halangi penyidikan pembunuhan ini. Keenamnya ditetapkan sebagai tersangka, yakni Brigadir Jenderal HK, Ajun Komisaris Besar ANT, Ajun Komisaris Besar AR, Komisaris BW, dan Komisaris CP. ”Terhadap enam tersangka itu, penyidik sedang melakukan pemberkasan,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebutkan, Komnas HAM telah menyerahkan laporan lengkap hasil penyelidikan independen yang telah dilakukan. Selain rekomendasi Komnas HAM, diserahkan pula laporan khusus dari Komnas Perempuan kepada Timsus Polri. Selain itu, laporan tersebut juga diserahkan kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sebagai pimpinan penyidikan penembakan Yosua.
Taufan mengatakan, serah terima berkas rekomendasi itu juga disaksikan oleh Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri Komisaris Jenderal Ahmad Dofiri dan sejumlah pejabat utama Mabes Polri.
Sesuai dengan amanat UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM memiliki tugas penyelidikan dan pemantauan. Sesuai dengan perintah Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, kasus ini disepakati untuk disidik dengan prinsip keterbukaan, dan akuntabilitas. Oleh karena itu, Komnas HAM berterima kasih kepada Polri sudah memberikan aksesibilitas untuk melakukan penyelidikan independen terhadap kasus ini.
”Jadi, peluang diberikan kepada kami untuk meminta, mendapatkan informasi apa saja yang kami butuhkan terkait dengan pengungkapan kasus Brigadir Yosua ini. Tentu saja, kami juga pada waktu itu menyampaikan posisi Komnas HAM sebagai lembaga negara di bidang hak asasi manusia, yaitu posisi imparsial. Itu sebabnya kami pada waktu itu memang tidak masuk ke dalam timsus (Polri), lebih karena pertimbangan-pertimbangan imparsialitas atau dalam bahasa sehari-hari independensi,” terang Taufan.
Selain rekomendasi Komnas HAM, diserahkan pula laporan khusus dari Komnas Perempuan kepada Timsus Polri.
Taufan menerangkan, dalam beberapa pekan terakhir, pekerjaan Komnas HAM sudah diselesaikan. Komnas HAM mengapresiasi Polri yang menunjukkan kinerja yang baik dalam penyidikan kasus ini dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan aksesibilitas kepada publik. Sehingga, kasus yang di awal membuat publik kebingungan karena ada kejanggalan dalam penyelidikan, tetapi kemudian bisa terkuak lebih terang. Adanya alat bukti yang dihilangkan sehingga muncul disinformasi di masyarakat disebut sebagai tindak pidana obstruction of justice.
”Namun, secara bertahap kerja sama antara Komnas HAM dan kepolisian, akhirnya timsus dan penyidik (Polri) bisa berhasil mengungkap itu semua,” kata Taufan.
Laporan akhir penyelidikan dan rekomendasi dari Komnas HAM sebagai lembaga independen diharapkan menjadi pembanding supaya akurasi, validitas, dan konstruksi peristiwa pembunuhan Yosua bisa betul-betul diungkap sebagaimana prinsip keadilan dan prinsip HAM yang diatur dalam perundang-undangan.
”Masih ada tugas lain dari Komnas HAM, yaitu melakukan pengawasan proses selanjutnya sampai nanti di persidangan. Ini penting sekali buat tegaknya keadilan di negeri yang kami cintai ini,” kata Taufan.
Komjen Agung Budi menegaskan, rekomendasi dari Komnas HAM akan ditindaklanjuti oleh penyidik. Temuan Komnas HAM juga akan ditindaklanjuti baik untuk keperluan penyidikan maupun persidangan.
Sesuai dengan arahan Kapolri pada saat membentuk Timsus, kasus harus diungkap secara transparan dengan pendekatan scientific crime investigation. Setelah Timsus Polri terbentuk, Polri langsung bertemu Ketua Komnas HAM untuk menyampaikan perintah Kapolri itu. Komnas HAM menyambut dengan baik sehingga Polri memberikan akses seluas-luasnya dengan menghadirkan Puslabfor, Kedokteran Forensik, uji balistik, dan sejumlah data penyidikan yang diberikan untuk kepentingan penyelidikan independen Komnas HAM.
”Termasuk pada saat rekonstruksi kejadian kemarin di Duren Tiga (tempat Yosua ditembak), Komnas HAM juga hadir. Ini untuk meyakinkan bahwa apa yang disampaikan oleh timsus adalah secara transparan, obyektif, dan akuntabel,” ucap Agung.