Putri Candrawathi perlu segera diperiksa karena ia dapat disebut sebagai saksi kunci pembunuhan ini. Pasalnya, Putri mengetahui secara pasti peristiwa di Magelang, Jawa Tengah, ataupun di rumah dinas Ferdy.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Marwah Kepolisian Negara Republik Indonesia dipertaruhkan dalam pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Oleh karena itu, penyidikan kasus yang melibatkan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo ini mesti secepatnya dituntaskan secara adil dan transparan.
Kejaksaan Agung juga telah menyiapkan 30 jaksa untuk menangani kasus ini. ”Kejaksaan Agung akan profesional menangani kasus ini,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Jumat (12/8/2022), di Jakarta.
Penyiapan jaksa ini dilakukan karena kejaksaan telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap empat tersangka kasus pembunuhan Nofriansyah.
Selain Ferdy Sambo, tiga tersangka lain yang telah ditetapkan oleh Polri ialah Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Brigadir Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf sebagai pekerja di rumah Ferdy. Namun, Polri belum mengungkap kapan kasus ini akan tuntas disidik.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (12/8/2022), mengatakan, Polri harus segera menuntaskan kasus ini. Pasalnya, kasus ini menyangkut nyawa seseorang, menyangkut 31 personel Polri yang terlibat, dan lebih jauh lagi menyangkut marwah Polri ke depan. ”Jadi, enggak main-main kasus ini. Ini suatu pertaruhan bagi Polri. Apalagi, Presiden dan rakyat memberikan atensi terhadap kasus ini,” ucap Hibnu.
Terkait penuntasan penyidikan kasus ini, Hibnu juga mengingatkan agar istri Ferdy Sambo, yaitu Putri Candrawathi, segera diperiksa karena ia dapat disebut sebagai saksi kunci pembunuhan ini. Pasalnya, Putri mengetahui secara pasti peristiwa di Magelang, Jawa Tengah, ataupun di rumah dinas Ferdy di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang diduga sebagai tempat Nofriansyah dibunuh pada Jumat, 8 Juli lalu.
Jika Putri tidak diperiksa, menurut Hibnu, Polri mungkin akan kesulitan mencari benang merah dan hal yang terjadi sesungguhnya dalam kasus pembunuhan ini. Jika Putri terus beralasan tidak ingin dimintai keterangan, Hibnu khawatir justru ini akan memberatkan bagi Putri karena dapat dianggap menghambat proses penyidikan dan tidak kooperatif. ”Sebagai saksi, dia bisa dipanggil secara paksa,” ujar Hibnu.
Bukan hanya telah disebut sebagai saksi dalam pembunuhan ini, Putri juga tampak berada dalam rangkaian perjalanan bersama Nofriansyah dari Magelang ke Jakarta pada 8 Juli lalu saat Nofriansyah dibunuh. Hal itu diketahui dari rekaman kamera pemantau yang diperoleh Kompas.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pun mengatakan, Ferdy dan Putri sempat berkomunikasi di rumah dinas Ferdy di Duren Tiga, Jakarta.
Seusai memeriksa Ferdy di Markas Korps Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Jumat, komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan, komunikasi itu terungkap saat pihaknya menggali keterangan perihal proses perjalanan rombongan Ferdy dari Magelang ke Jakarta. Saat berada di rumah dinas, ternyata ada komunikasi antara Ferdy dan Putri yang sangat memengaruhi terjadinya pembunuhan Nofriansyah. Namun, ia enggan merinci isi komunikasi tersebut.
Jika Putri tidak diperiksa, menurut Hibnu, Polri mungkin akan kesulitan mencari benang merah dan hal yang terjadi sesungguhnya dalam kasus pembunuhan ini.
Dari rekaman kamera pemantau (CCTV) yang diperoleh Kompas, diketahui selama dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta, pada Jumat (8/7/2022), Putri bersama dengan sejumlah ajudan, salah satunya Nofriansyah.
Dari pemeriksaan kepolisian diketahui bahwa pembunuhan Nofriansyah juga dilatarbelakangi oleh kegiatan Ferdy bersama Putri dan para ajudannya di Magelang, termasuk perjalanan mereka dari Magelang ke Jakarta hingga pembunuhan terhadap Nofriansyah terjadi.
Sebelumnya, kepada penyidik, Ferdy mengaku ia melakukan pembunuhan itu karena tersulut emosi akibat perbuatan Nofriansyah terhadap istrinya saat di Magelang.
Berdasarkan dokumen laporan otopsi yang diperoleh Kompas, Nofriansyah diketahui tewas akibat dua luka tembak, yakni di bagian belakang kepala dan dada. Di kepala, peluru masuk dari bagian belakang kepala sisi kiri dan keluar di hidung. Tembakan ini menembus rongga tengkorak dan merobek jaringan otak.
Adapun terkait luka tembak di dada diketahui, peluru masuk di bagian dada sebelah kanan.
Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, LPSK masih melakukan pendalaman dan meminta klarifikasi atas permintaan Eliezer menjadi justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar suatu kasus. LPSK melihat, perlindungan terhadap Eliezer sangat penting karena ia merupakan salah satu saksi kunci dalam kasus ini, selain Putri.
Hasto menilai, perlindungan terhadap Bharada E seyogianya dilakukan oleh LPSK. Sebab, jika perlindungan itu diberikan oleh aparat penegak hukum, apalagi penyidik, tentu ada potensi konflik kepentingan (conflict of interest) di dalamnya. Apalagi, belakangan ini sudah dua kali Eliezer mengganti penasihat hukumnya. Terakhir, diperoleh surat pencabutan kuasa Deolipa Yumara dan M Burhanuddin sebagai penasihat hukum Eliezer yang ditandatangani pada 10 Agustus.
Setelah itu, Eliezer menunjuk Ronny Talapessy yang juga pengurus DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DKI Jakarta sebagai kuasa hukum yang akan mendampinginya.
Sebelum surat itu beredar, Deolipa sempat tampil di media massa, membeberkan cerita yang diklaim sebagai pengakuan Eliezer. Salah satunya soal Nofriansyah ditembak di kepala bagian belakang oleh Eliezer atas perintah Ferdy. Penembakan itu terjadi di lantai dua rumah dinas Ferdy.
Deolipa juga mengungkap bahwa Ferdy dan Putri menjanjikan sejumlah uang kepada Eliezer. Namun, uang itu belum pernah diberikan.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian pun membenarkan bahwa Eliezer mencabut kuasa terhadap Deolipa dan Burhanuddin. (GIO/DKA)