Jaksa Minta Penyidik Perbaiki Berkas Perkara Ferdy Sambo dan Tiga Tersangka Lainnya
Sesuai perintah Presiden Joko Widodo, perkara pembunuhan Brigadir J yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo harus segera dilimpahkan ke pengadilan. Namun, Kejagung akan tetap berhati-hati sesuai dengan KUHAP.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung meminta penyidik Polri memperbaiki berkas perkara empat tersangka pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, salah satunya Inspektur Jenderal (Pol) Ferdy Sambo. Sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo, Kejaksaan Agung juga menargetkan kasus tersebut segera dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana dalam keterangan kepada media, Senin (29/8/2022), menuturkan, berkas perkara empat tersangka pembunuhan berencana yang disidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sudah masuk ke Jampidum sejak sepuluh hari lalu atau Jumat (19/8). Adapun keempat tersangka itu adalah Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Brigadir Ricky Rizal, dan Kuat Maruf yang bekerja di rumah Ferdy.
Sesuai dengan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam waktu 10 hari itu, jaksa meneliti berkas perkara yang telah dilimpahkan oleh penyidik. Kejaksaan berwenang melakukan proses pra-penuntutan untuk membuat terang peristiwa pidana.
”Penyidikan itu memerlukan keputusan pidana. Dan, kami yang membangun kasus itu untuk dapat segera dibawa ke pengadilan,” kata Fadil.
Fadil menambahkan, setelah 10 hari diteliti, berkas dari penyidik dianggap belum lengkap sehingga dikembalikan lagi. Penyidik diminta untuk melengkapi petunjuk dari jaksa terutama terkait dengan anatomi kasus dan kesesuaian alat bukti untuk kebutuhan persidangan. Jika penyidik memenuhi petunjuk yang diberikan, jaksa akan menindaklanjutinya dengan membawa ke pengadilan sesuai dengan alat bukti yang ada.
”Membawa berkas ke persidangan itu adalah tanggung jawab jaksa. Sehingga, jaksa ketika membawa ke persidangan itu betul-betul berkas memenuhi syarat formil dan materiil dan bisa dibuktikan,” kata Fadil.
Selama 10 hari itu, Fadil juga menjelaskan bahwa tim dari Kejagung berkoordinasi secara intensif dan baik dengan Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Agus Andrianto. Tim jaksa bertemu dua kali dengan Kabareskrim di Kejagung dalam rangka diskusi penanganan perkara ini. Selain itu, tim jaksa juga berdiskusi dengan penyidik yang dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian Djajadi.
”Kami melakukan diskusi intensif siang-malam. Bahkan, pada hari libur pun kami berdiskusi kepada kawan penyidik,” kata Fadil.
Koordinasi intensif itu dilakukan karena sesuai dengan perintah dari Presiden Joko Widodo perkara ini harus segera dituntaskan ke pengadilan. Namun, kata Fadil, proses hukum harus dilakukan secara cermat, dan berhati-hati sesuai dengan KUHAP dan pasal-pasal yang disangkakan. Penyidik dan jaksa tak boleh sembarangan. Proses penyidikan harus berjalan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sesuai dengan perintah dari Presiden Joko Widodo perkara ini harus segera dituntaskan ke pengadilan.
”Agar lebih fokus, penyidik dan jaksa tidak boleh banyak bicara. Jaksa itu harus bicara di persidangan yang terbuka untuk umum. Kami tidak membentuk opini apa-apa. Kami hargai harkat dan martabat manusia supaya ada proses penegakan hukum yang murni,” kata Fadil.
Selain berkas perkara empat tersangka, Fadil mengatakan, pihaknya juga telah menerima berkas tersangka baru, Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo. Berkas itu diterima pada Senin pagi. ”Berkas itu PC, tadi pagi baru kami terima dari penyidik Bareskrim. Kami akan melakukan langkah yang sama untuk penelitian sebagaimana aturan KUHAP,” kata Fadil.
Jika petunjuk dari jaksa sudah dilaksanakan oleh penyidik, jaksa berkomitmen untuk segera membawa kasus itu ke meja hijau. Fadil menyebutkan, sesuai prinsip KUHAP, proses penanganan perkara harus cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Makna dari prinsip itu adalah perkara harus diselesaikan secara cepat, tetapi tetap harus cermat.
Jika petunjuk dari jaksa sudah dilaksanakan oleh penyidik, jaksa berkomitmen untuk segera membawa kasus itu ke meja hijau.
Jaksa berwenang untuk membangun anatomi kasus tersebut agar terbuka secara terang benderang peran setiap tersangka. Alat bukti juga harus sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan sehingga penyidik harus memenuhi petunjuk yang diberikan oleh jaksa.
Terkait dengan anatomi kasus dan alat bukti yang harus dilengkapi itu, Fadil enggan menerangkan. Menurut dia, itu sudah masuk pada substansi pra-penuntutan yang tidak bisa dibuka kepada publik. Sebelum perkara dibawa ke pengadilan, jaksa akan melakukan koordinasi dan ekspose perkara berkali-kali dengan penyidik. Hal-hal itu hanya akan dibuka kepada publik saat sudah tahap persidangan.
”Kalau sudah dipenuhi, tentunya kami segera limpahkan ke pengadilan,” kata Fadil.
Dihubungi terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, pengembalian berkas perkara dari Kejagung sudah diterima oleh penyidik Polri. Selanjutnya, penyidik akan melengkapi berkas sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh tim dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Adapun terkait dengan sidang etik 34 anggota kepolisian yang diduga melanggar kode etik dan profesi Polri, menurut Dedi, sidang etiknya akan digelar dalam waktu 30 hari ini. Saat ini, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri masih menyusun berkas dugaan pelanggaran etik tersebut. Terkait dengan enam personel Polri yang diduga melakukan tindak pidana menghalang-halangi penyidikan (obstruction of justice), perkaranya juga masih ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri.