Terima Remisi Kemerdekaan, 2.725 Napi Langsung Bebas
Dengan pemberian remisi umum tahun 2022 tersebut, Kementerian Hukum dan HAM memperkirakan menghemat anggaran makan narapidana hingga Rp 259,28 juta.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memberikan remisi umum peringatan hari jadi ke-77 Republik Indonesia kepada 168.198 narapidana di seluruh Indonesia. Besaran remisi atau potongan hukum bervariasi 1-6 bulan. Dengan adanya potongan hukuman tersebut, sebanyak 2.725 napi di antaranya bisa langsung menikmati udara bebas di luar penjara.
Pemberian remisi dilakukan secara simbolis oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly kepada empat narapidana dalam rangkaian upacara peringatan HUT Ke-77 RI di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan, Jakarta, Rabu (17/8/2022). Keempat perwakilan napi tersebut adalah MD (39) dari Rutan Kelas IIA Jakarta, AA (26) dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba, MFT (32) dari Rutan Kelas IIA Jakarta, dan AS (24) dari Lapas Kelas IIA Salemba.
Dalam sambutannya, Yasonna berharap agar para napi tetap menunjukkan sikap dan perilaku baik secara konsisten. Mereka juga harus taat dan patuh menjalani ketentuan yang ada dalam program pembinaan di masing-masing lapas dan rutan. ”Bagi WBP (warga binaan pemasyarakatan) yang langsung bebas, saya berharap jadilah insan dan pribadi yang benar-benar menyadari kesalahan, dapat memperbaiki diri, serta tidak mengulangi lagi perbuatan salah. Tidak ada kata terlambat,” ungkap Yasonna, seperti disampaikan dalam siaran pers Kemenkumham.
Ia menambahkan, para napi yang langsung bebas diharapkan dapat berintegrasi dengan baik dalam masyarakat serta berperan aktif dalam program pembangunan.
Adapun narapidana penerima remisi terbanyak berasal dari wilayah Sumatera Utara dengan 20.213 orang, disusul Jawa Timur 16.851 orang, dan Jawa Barat 15.768 orang. Pemberian remisi umum tahun 2022 tersebut diperkirakan menghemat anggaran makan narapidana Rp 259,28 juta. Adapun estimasi biaya makan tiap narapidana per hari senilai Rp 17.000.
Hingga 16 Agustus kemarin, total penghuni LP dan rutan seluruh Indonesia mencapai 277.754 orang yang terdiri dari 229.296 narapidana dan 48.458 tahanan. Mereka tersebar di 294 lapas, 165 rutan, dan 33 lembaga pembinaan khusus anak (LPKA). Sebanyak 1.183 orang di antaranya warga negara asing, dengan rincian 1.157 orang narapidana dan 26 orang tahanan. Jumlah seluruh penghuni LP dan rutan tersebut (277.754 orang) jauh melampaui kapasitas yang ada (132.107 orang) atau terjadi kelebihan penghuni 110 persen.
Apabila dilihat dari jenis tindak pidana yang ada, sebanyak 140.279 orang merupakan napi dan tahanan kasus pidana umum dan 131.506 orang merupakan napi dan tahanan kasus narkotika.
Adapun syarat-syarat narapidana pemberian remisi diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Permenkumham ini telah dua kali diubah, terakhir diubah dengan Permenkumham 7/2022 sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung terkait Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, khususnya pemberian hak-hak terhadap narapidana kasus korupsi.
Pasca-putusan MA, justice collaborator (surat keterangan bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatannya) tidak lagi dipersyaratkan untuk mendapatkan remisi. Begitu pula pertimbangan dari instansi atau lembaga lain (misal penegak hukum) tidak juga menjadi syarat pengajuan remisi.
Dengan demikian, pemberian remisi dilakukan jika ia berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan. Syarat kelakuan baik tersebut dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu enam bulan terakhir dan telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan lapas dengan predikat baik.
Direktur Program Center for Detention Studies Gatot Goei mengingatkan, Permenkumham No 7/2022 mewajibkan agar pemberian remisi dilakukan dengan standar penilaian pembinaan narapidana (SPPN), sebuah aplikasi internal yang berguna untuk mencatat setiap kegiatan napi tiap hari. Pencatatan yang dilakukan oleh wali pemasyarakatan itu mencakup kegiatan/program pembinaan yang diikuti napi, ada pelanggaran ataukah tidak, dan lainnya.
”Semuanya akan diinput dalam SPPN. Lapas yang sudah mencatat kegiatan napi tiap hari akan mudah saat memberikan penilaian untuk mendapat remisi, tapi sebagian besar atau ada lapas dan rutan yang tidak melakukan pencatatan sama sekali. Ini membuat penilaian lebih sulit karena tak ada catatan. Mereka kemudian harus melakukan diskusi, bagaimana kegiatan napi selama dua bulan atau tiga bulan terakhir,” ungkapnya.
SPPN tersebut, tambah Gatot, juga memotivasi para narapidana untuk mengikuti program pembinaan yang disediakan pihak lapas dan rutan. Dengan adanya kegiatan yang harus dikejar napi, pikiran untuk berbuat onar atau melakukan kerusuhan menjadi berkurang. ”Salah satu petugas di Lapas Tangerang menyampaikan hal itu. SPPN membuat petugas memiliki posisi tawar. Sebab, saat ini pemberian remisi dilakukan based evidence, mau tak mau napi mengikuti ketentuan,” ujarnya.