Bantuan Disalurkan, Ketahanan Pangan Perlu Diperkuat di Kabupaten Lanny Jaya
Krisis pangan akibat fenomena embun beku di musim kemarau mengancam warga Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya. Antisipasi perlu dilakukan karena fenomena ini diperkirakan terjadi sampai awal Oktober 2022.
Oleh
NINA SUSILO, FABIO MARIA LOPES COSTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bantuan untuk masyarakat yang terdampak cuaca ekstrem di Lanny Jaya, Papua, mulai disalurkan. Namun, jangka panjang untuk mencegah bencana cuaca ekstrem yang mengakibatkan kelaparan pada masyarakat, diperlukan penguatan ketahanan pangan.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengklaim penanganan dampak cuaca ekstrem di Kabupaten Lanny Jaya Papua telah berjalan baik. Bantuan berupa bahan pangan seperti beras, makanan siap saji serta selimut dan pakaian sudah disalurkan.
”Pemerintah melalui Kemensos yang berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), dan pemerintah daerah setempat sudah melakukan pendistribusian bantuan dengan baik. Bahkan, penyaluran bantuan di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau pun bisa dilakukan, meski harus dengan berjalan kaki,” kata Jaleswari, di Kantor KSP, Gedung Bina Graha Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Sejauh ini, fenomena embun bekudan hujan es akibat musim kemarau di Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, telah terjadi sejak Juni 2022. Akibat cuaca ekstrem tersebut, terjadi gagal panen yang setidaknya meluas di 36 hektar lahan. Tanaman pangan warga seperti ubi dan keladi pun rusak.
”Pemerintah melalui Kemensos yang berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), dan pemerintah daerah setempat sudah melakukan pendistribusian bantuan dengan baik. Bahkan, penyaluran bantuan di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau pun bisa dilakukan, meski harus dengan berjalan kaki.”
Akibatnya, 2.740 warga di empat kampung terdampak kekeringan akibat fenomena embun beku. Keempat kampung ini adalah Uwone, Luarem, Yugunomba, dan Tumbubur.
Dalam catatan Kompas, empat orang meninggal di Kuyawage sampai Sabtu (6/8/2022). Empat korban meninggal ini terdiri atas dua orang dewasa dan dua anak balita. Selain itu, masih ada 61 warga yang sakit diare. Mereka diduga keras akibat cuaca buruk dan minimnya pasokan makanan.
Meski demikian, Tim Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya masih menyelidiki. Apakah kematian empat orang itu disebabkan kelaparan atau memang sakit.
Jaleswari membantah masyarakat di pelosok Papua itu kekurangan bahan makanan dan mengalami kelaparan bahkan ada yang meninggal akibat kelaparan. ”Warga yang meninggal itu karena sakit, dan bukan karena kelaparan,” katanya, tanpa merinci.
Dia juga meminta, peristiwa cuaca ektrem berupa fenomena embun beku di kabupaten Lanny Jaya Papua, tidak dipolitisasi, dengan memunculkan informasi dan foto yang tidak aktual dan tidak berhubungan dengan kondisi cuaca ekstrem di Lanny Jaya.
”Tudingan dan politisasi itu menafikan upaya pemerintah daerah dan kementerian/lembaga dalam penanganan dampak cuaca ekstrem di Lanny Jaya,” tambahnya.
Tanaman tak dapat dikonsumsi
Koordinator Tim Peduli Bencana Alam Kuyawage, Jimi Yeremi Kogoya yang berada di Tiom mengatakan, berdasarkan data warga setempat, bencana kekeringan di Kuyawage terjadi sejak tanggal 1 Juli 2022. Banyak tanaman pangan milik warga seperti ubi dan keladi mengalami kerusakan dan busuk sehingga tidak dapat dikonsumsi.
”Dari laporan warga Kuyawage, terdapat beberapa orang yang meninggal dunia. Diduga mereka meninggal karena kondisi tubuh yang melemah akibat sakit disertai kelaparan. ”
”Dari laporan warga Kuyawage, terdapat beberapa orang yang meninggal. Diduga mereka meninggal karena kondisi tubuh yang melemah akibat sakit disertai kelaparan,” kata Jimi.
Ia pun mengatakan, Tim Peduli Bencana Alam Kuyawage akan melihat langsung kondisi warga yang terdampak di empat kampung pada Rabu (10/8/2022). Tim akan membawa bantuan bahan pokok dan melakukan verifikasi jumlah warga yang menjadi korban bencana kekeringan di Kuyawage.
”Warga yang terdampak berharap adanya bantuan makanan siap saji. Sebab, banyak warga dalam kondisi tubuh yang lemah sehingga tidak mampu untuk memasak nasi,” tambahnya.
Tanggap darurat
Sejauh ini, Pemkab Lanny Jaya menetapkan status tanggap darurat selama 90 hari dari 25 Juli sampai 25 Oktober 2022. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika juga memperkirakan fenomena embun beku akibat musim kemarau akan berlangsung sampai awal Oktober mendatang.
Untuk itu, diperlukan mitigasi untuk mencegah krisis pangan. Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden, menurut Jaleswari, juga mendorong pemerintah daerah di wilayah pegunungan Papua memperkuat ketahanan pangan, dengan memanfaatkan lahan pertanian untuk produksi beras atau komoditas lainnya.
”Agar jika terjadi krisis pangan akibat cuaca ekstrem seperti di Lanny Jaya, daerah-daerah sekitar bisa menunjang ketersediaan pangannya,” kata Jaleswari.
Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cahyo Pamungkas berpendapat, terdapat tiga faktor yang menyebabkan masalah krisis pangan sering terjadi di Papua. Faktor pertama adalah kebijakan pusat yang lebih prioritas food estate di Papua terutama kelapa sawit. Sementara pemerintah daerah belum memiliki program konkret untuk budidaya pangan lokal seperti sagu.
”Faktor yang terakhir ialah pemerintah lebih fokus politik daripada bidang kesehatan, pendidikan dan pertanian yang lebih urgen. Masalah krisis pangan akan terus terjadi di tanah Papua jika tiga faktor ini tidak terhenti. ”
Faktor kedua pemerintah lebih fokus untuk mengucurkan bantuan uang tunai secara masif untuk masyarakat, seperti dana kampung. Kondisi menyebabkan aktivitas masyarakat untuk budidaya pangan lokal semakin berkurang karena lebih mengharapkan bantuan uang untuk membeli beras dan makanan siap saji.
”Faktor yang terakhir ialah pemerintah lebih fokus politik daripada bidang kesehatan, pendidikan dan pertanian yang lebih urgen. Masalah krisis pangan akan terus terjadi di tanah Papua jika tiga faktor ini tidak terhenti,” kata Cahyo.
Sejauh ini, pos komando (posko) penanganan penanganan darurat bencana kekeringan sudah disiapkan Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua, bersama Tim Reaksi Cepat (TRC) BNPB sejak akhir pekan lalu. Bupati Lanny Jaya juga membentuk Posko Penanganan Darurat Bencana Alam Embun Beku dan Hujan Es.
Dalam pantauan TRC BNPB, sejumlah tantangan yang dihadapi dalam operasi tanggap darurat di wilayah Lanny Jaya, antara lain akses lokasi, komunikasi dan stok pangan. Wilayah terdampak berlokasi 40 km dari Tiom, dimana 20 km pertama jalan dapat diakses oleh kendaraan roda 4, sedangkan sisanya, akses ke lokasi dapat ditempuh dengan jalan kaki atau menggunakan pesawat kecil dari Wamena. Kondisi ini dapat diperburuk dengan kendala cuaca yang sering berkabut dan faktor keamanan.
Jaringan komunikasi di wilayah Tiom terbatas. Demikian juga di kota terdekat, Wamena, jaringan komunikasi sering terganggu.