KPK Tangkap Pegawai Pajak, Diduga Terima Suap Pengurusan Restitusi pada Pembangunan Tol
Untuk kesekian kalinya pegawai pajak terjerat kasus penerimaan suap. Kali ini KPK tangkap Supervisor Tim Pemeriksa Pajak KPP Pare, Abdul Rachman, karena diduga terima suap dari pihak pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono, Pare, Jawa Timur. Ini adalah kasus korupsi kesekian kalinya terkait pembayaran pajak perusahaan yang dilakukan oleh pegawai pajak.
Para tersangka itu adalah Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pare, Abdul Rachman selaku penerima suap. Ada pula pihak swasta, Suheri, selaku perantara pemberian suap. Tersangka lainnya adalah Tri Atmoko selaku pemberi suap. Tri Atmoko merupakan kuasa joint operasi China Road and Bridge Corporation (CRBC), PT Wijaya Karya dan PT Pembangunan Perumahan.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan pers, Jumat (5/8/2022), mengatakan, untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan para tersangka untuk 20 hari pertama pada 5 Agustus-24 Agustus 2022. Tri Atmoko ditahan di rumah tahanan (rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Abdul Rachman ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1, dan Suheri ditahan di rutan KPK pada gedung Merah Putih.
Konstruksi perkara dugaan suap itu berawal dari joint operation CRBC, PT Wika dan PT PP Persero, sebagai pelaksana pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono. Mereka terdaftar sebagai salah satu wajib pajak di Kantor Pelayanan Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur.
Sekitar Januari 2017, joint operation CRBC-PT Wika-PT PP mengajukan pengembalian atas kelebihan pembayaran atau restitusi pajak untuk tahun 2016 ke KPP Pare. Abdul Rachman ditunjuk sebagai salah satu anggota tim pemeriksa. Ia menjadi supervisor untuk memeriksa restitusi pajak dari joint operation tiga perusahaan itu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Sekitar Agustus 2017, KPP Pare kemudian menerbitkan surat pemberitahuan pada joint operation tersebut untuk pemeriksaan lapangan. Wen Yeugang selaku Chairman Board of Management Joint Operation Tiga Perusahaan kemudian merespons surat pemberitahuan dari tim pemeriksa pajak itu. Wen menunjuk Tri Atmoko sebagai kuasa untuk mengurus restitusi pajak joint operation tiga perusahaan di KPP Pare.
”Dari keseluruhan restitusi pajak senilai Rp 13,2 miliar yang diajukan, diduga ada inisiatif dari TA (Tri Atmoko) untuk memberikan sejumlah uang pada AR (Abdul Rachman) dan tim agar pengajuan restitusi dapat disetujui. AR kemudian menyetujui keinginan TA dengan kesepakatan imbalan berupa permintaan fee 10 persen atau setidaknya Rp 1 miliar,” terang Ali.
Secara teknis, pemberian uang imbalan dari joint operation tiga perusahaan dilakukan Tri Atmoko melalui Suheri kepada Abdul Rachman. Suheri menyerahkan uang imbalan itu di Jakarta. Adapun Suheri terlibat dalam pemberian uang imbalan ini atas permintaan Abdul Rachman.
Secara rinci, pada Mei 2018, Tri Atmoko menghubungi Abdul Rachman untuk membicarakan kelanjutan penyerahan uang dengan istilah ”apelnya kroak”. Istilah itu merujuk pada total permintaan Rp 1 miliar yang diajukan Abdul Rachman, hanya dapat disanggupi Tri Atmoko sebesar Rp 895 juta.
Abdul Rachman kemudian meminta dan mengarahkan Tri Atmoko agar penyerahan uang Rp 895 juta melalui SHR dilakukan di Kantor Pusat Dirjen Pajak, Jakarta. Upaya itu urung dilaksanakan. Penyerahan uang kemudian berpindah ke salah satu tepi jalan yang berdekatan dengan kantor aparat penegak hukum di wilayah Blok M, Jakarta Selatan dan uang itu diterima Abdul Rachman melalui Suheri.
Inspektur Bidang Investigasi Kementerian Keuangan Alexander Zulkarnain menambahkan, upaya pencegahan korupsi pajak sebenarnya sudah dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan Pasal 12 huruf a atau huruf b UU Pemberantasan Tipikor.
Inspektur Bidang Investigasi Kementerian Keuangan Alexander Zulkarnain menambahkan, upaya pencegahan korupsi pajak sebenarnya sudah dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Kerangka pencegahan sudah dijalankan dalam empat pilar, yaitu kode etik perilaku, pedoman-pedoman prosedur standar operasi (SOP), model lini pertahanan internal untuk pengawasan pegawai, hingga inspektorat jenderal yang khusus mengawasi pajak.
”Inspektur kami juga melakukan investigasi dari proses penegakan integritas. Kami bekerja sama dengan pencegahan KPK, seperti upaya sosialisasi proyek besar, survei penilaian integritas (SPI), dan sebagainya,” terang Alexander.
Alexander juga mengungkapkan, di masa awal Ditjen Pajak Kemenkeu juga bekerja sama dengan rektorat jenderal struktur bidang untuk unit kepatuhan internal. KPK dan Kemenkeu juga bersama-sama mendeteksi dan merespons kasus dengan mengawasi kasus. Apabila ditemukan kasus, Kemenkeu juga akan segera memberi sanksi hukuman disiplin kepada yang bersangkutan secara cepat dan keras.
”Menurut kami, penerapan hukuman disiplin berat merupakan bentuk respons cepat berjalan yang kami lakukan. Dengan hukuman itu diharapkan meningkatkan kesadaran pegawai,” jelas Alexander.
Selain itu, untuk menjaga integritas pegawai pajak, anggaran bagi pegawai akan terus dicukupi. Sistem pengawasan akan dibenahi sehingga kemungkinan untuk berbuat korupsi semakin kecil. Dia tak memungkiri, meskipun upaya pengawasan sudah dilakaukan, masih banyak oknum petugas yang tidak mau menjaga integritasnya. Dia berharap perilaku negatif pegawai itu tidak membuat masyarakat pembayar pajak menjadi putus asa. Kemenkeu terus berusaha memperbaiki agar deteksi dini tindak pidana korupsi bisa terus ditingkatkan dengan whistleblower system.
Ditambahkan Ali, KPK berpesan kepada petugas pajak yang diberi amanah agar tidak menyalahgunakan kewenangan tugasnya melalui modus-modus korupsi dengan mengambil hak negara atau wajib pajak yang telah berkontribusi kepada negara.
”Reformasi sistem perpajakan harus diikuti dengan peningkatan integritas para pegawainya agar tujuan perbaikan tata kelola perpajakan dapat terselenggara dengan baik, bersih dari korupsi, dan memberikan kontribusi optimal bagi penerimaan negara,” ucapnya.