Dua Bekas Pejabat Pajak Didakwa Terima Suap Rp 55 Miliar
Dua bekas pejabat pajak, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, didakwa menerima suap hingga Rp 55 miliar dari tiga perusahaan. Ini sebagai imbalan karena keduanya merekayasa nilai pajak perusahaan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua bekas pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, didakwa telah merekayasa nilai pajak tiga perusahaan sehingga dibayar di bawah nilai pajak yang seharusnya. Sebagai imbalan, mereka menerima hingga sekitar Rp 55 miliar.
Dakwaan terhadap bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji dan bekas Kepala Sub-Direktorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Dadan Ramdani dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (22/9/2021). Sidang dipimpin hakim ketua Fahzal Hendri, dengan didampingi Sapta Diharja dan Sukartono sebagai hakim anggota.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa keduanya menerima total uang sebesar Rp 15 miliar dan 4 juta dollar Singapura atau sekitar Rp 40 miliar dari PT Gunung Madu Plantations, PT Bank Pan Indonesia Tbk, dan PT Jhonlin Baratama. Surat dakwaan dibacakan bergantian oleh jaksa Ariawan Agustiartono, NN Gina Saraswati, dan Takdir Suhan.
Angin didakwa telah membuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak. Terhadap setiap imbalan yang diberikan, persentase bagi Angin dan Dadan sebesar 50 persen, sementara 50 persen lainnya bagi tim pemeriksa pajak.
”Terdakwa I Angin Prayitno Aji, terdakwa II Dadan Ramdani, beserta Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian selaku tim pemeriksa pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak merekayasa hasil penghitungan pajak pada wajib pajak PT Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016, wajib pajak PT Bank Pan Indonesia (Panin) Tbk tahun pajak 2016, dan wajib pajak PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017,” tutur jaksa.
Tim pemeriksa menemukan potensi pajak sebesar Rp 5 miliar dari PT Gunung Madu Plantations (PT GMP). Ketika tim pemeriksa mendatangi kantor PT GMP di Lampung Tengah, Lampung, selain data ditemukan catatan dari Manajer Keuangan PT GMP untuk merekayasa invoice yang dikeluarkan PT GMP. Terhadap hal itu, konsultan pajak PT GMP menyampaikan permohonan bantuan untuk merekayasa nilai pajak yang akan diterbitkan oleh Dirjen Pajak atas pemeriksaan PT GMP dan menjanjikan memberikan uang sebesar Rp 30 miliar yang digunakan untuk membayar pajak ataupun imbalan atas rekayasa nilai pajak.
Dengan sepengetahuan kedua terdakwa, tim pemeriksa melakukan penghitungan sehingga menghasilkan nilai pajak sebesar Rp 19,8 miliar beserta imbalannya sebesar Rp 10 miliar. Namun, Angin meminta imbalan lebih dari Rp 10 miliar hingga akhirnya PT GMP menyanggupi memberikan Rp 15 miliar.
Terhadap PT Bank Pan Indonesia (Panin) Tbk atau Bank Panin, tim pemeriksa pajak memperoleh potensi pajak sebesar Rp 81,6 miliar. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap data yang diserahkan Bank Panin kepada tim pemeriksa, ditemukan kurang bayar pajak sebesar Rp 926,26 miliar. Bank Panin beberapa kali memberikan tanggapan. Namun, tim pemeriksa pajak tidak menyetujuinya.
Akhirnya pemilik Bank Panin, Mu’min Ali Gunawan, menugasi Veronika Lindawati untuk menegosiasikan penurunan kewajiban pajak Bank Panin. Veronika meminta kewajiban pajak Bank Panin pada angka Rp 300 miliar dan menjanjikan imbalan sebesar Rp 25 miliar. Atas persetujuan para terdakwa, tim pemeriksa pajak menyesuaikan fiskal positif pada sub-pembentukan atau pemupukan dana cadangan sub-biaya cadangan kredit (PPAP) Bank Panin sehingga mendapatkan angka Rp 303,6 miliar.
Ketika Angin menanyakan imbalan yang tidak kunjung diberikan, Veronika hanya menyerahkan uang 500.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 5 miliar dari Rp 25 miliar yang dijanjikan. Angin disebutkan tidak mempermasalahkan pemberian yang kurang dari perjanjian semula.
Terkait dengan pemeriksaan pajak PT Jhonlin Baratama, tim pemeriksa awalnya mendapatkan potensi pajak sebesar Rp 6,6 miliar untuk tahun pajak 2016 dan Rp 19 miliar untuk tahun pajak 2017. Konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo, menyampaikan agar surat ketetapan kurang bayar PT Jhonlin Baratama dibuat pada kisaran Rp 10 miliar dengan janji berupa imbalan sebesar Rp 50 miliar.
Dengan persetujuan terdakwa, kurang bayar PT Jhonlin Baratama pada 2016 direkayasa menjadi sebesar Rp 70,6 miliar, sementara untuk 2017 terdapat lebih bayar pajak sebesar Rp 59,9 miliar. Dengan demikian, jumlah kurang pajak PT Jhonlin Baratama sebesar Rp 10,6 miliar. ”Padahal, seharusnya sebesar Rp 63,6 miliar dengan cara mengatur angka Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan PPh Pasal 29 badan,” kata jaksa.
Atas pengurusan pajak tersebut, Angin dan Dadan didakwa menerima uang sebesar 3,5 juta dollar Singapura atau sekitar Rp 35 miliar.
Dengan demikian, total uang yang diterima Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdani, beserta Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian selaku tim pemeriksa pajak sebesar Rp 15 miliar dan 4 juta dollar Singapura.
Atas dugaan perbuatan tersebut, jaksa mendakwa dengan ancaman Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau Pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Terhadap dakwaan tersebut, baik Angin maupun Dadan tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi.